Eighty Five

464 65 10
                                    

Cerita ini hanyalah fiktif belaka
Tidak ada sangkut pautnya dengan dunia nyata
.
.
.

Hujan siang hari ini menjadi penanda kesedihan bumi pertiwi melepas salah satu anak tangguh, yang selama ini telah menjaganya sepenuh hati.

Upacara pelepasan yang dipimpin oleh Komjen. Pol. Imam Widodo sebagai komandan Brimob RI, pun dilaksanakan dibawa hujan yang mulai menderas ini.

Derasnya hujan tak kalah dengan air mata yang dikeluarkan oleh orang-orang yang berada di sekitar pemakaman.

Meskipun jenazah Tino sudah disemayamkan selama seminggu sebelum akhirnya di kebumikan, namun tetap saja keluarga beserta teman seperjuangannya masih belum rela dengan kepergiannya.

Kedua orang tua lelaki itu terus menangis di pusara anak terakhir mereka, disamping mereka ada Kartini yang berusaha menenangkan orang tuanya, meskipun dia juga sangat kehilangan adik mata wayangnya.

Dion yang selama ini tak pernah menangis pun, nyatanya tak mampu menjadi pasukan yang mengantar Tino ke peristirahatan terakhirnya.

Lelaki itu menangis menatap nama Tino di pusara terakhirnya. Tino adalah rekan pertama yang menjadi teman akrabnya sejak mereka masuk di SMA. Mereka berjuang bersama hingga bisa masuk akademi kepolisian, dan sekarang mendapatkan penempatan yang sama, sebelum akhirnya Tino kembali ke Sang Maha Pencipta.

Joanna yang ikut hadir dalam pemakaman itu ikut meneteskan air mata, sambil menguatkan Dion.

Tino adalah seseorang yang sangat ceria. Bahkan lelaki itu sering membantu dalam hubungannya dengan Gomgom. Terkadang lelaki itu membuat lelucon yang garing demi membuat Joanna tersenyum.

Jangan lupakan bahwa dia yang membuat Joanna bisa memulai hubungannya bersama Gomgom karena Tino.

Apalagi Joanna mengetahui kisah Tino dan Tania yang akhirnya dipisahkan oleh ajal, meskipun Tania hingga saat ini belum mengetahui fakta bahwa dia mendapatkan donor jantung dari Tino, karena dia keadaannya masih belum stabil setelah operasinya beberapa hari lalu.

Yap, sebelum menjalaskan misinya, Tino sudah berpesan pada orang tuanya untuk mendonorkan jantungnya jika akhirnya dia pulang tak selamat nantinya.

Kenangan singkat mereka setelah dipertemukan oleh Joanna akan terkenang selalu.

"Jo, kenapa Tuhan harus ngambil Tino? Siapa yang bakal temenin gue jalan lagi? Siapa yang jadi temen gue di kamar? Yang bakal gue ajak berantem lagi? Siapa Jo?" Tanya Dion bertubi-tubi, membuat air mata Joanna sukses turun berderai.

"Dion, ini udah rencana yang paling indah dari Tuhan. Dia manggil Tino biar dia bisa bahagia disana, ga capek kerja lagi." Balas Joanna perlahan.

"Dia bukan dipanggil karena sering gue gangguin kan Jo? Bahkan bantal kesukaan dia masih gue sembunyiin Jo, dia belum gue balikin. Dia pasti marah."

"Ga, On. Tino ga bakal marah sama lo. Lo tuh sahabat dia sejak lama, dia ga mungkin marah. Tapi dia mungkin bakalan sedih kalau lo sedih terus kayak gini."

"Gimana gue ga sedih Jo. Gue sahabatan cuma 3 orang. Tino udah pergi, dan sekarang Gomgom masih belum ditemuin. Bilang sama gue apa gue salah buat sedih?" Ucapan Dion membuat wanita itu mematung dengan air mata terus berderai.

Flashback On

Khalifah melajukan mobilnya ke Mako Brimob, yang tak lain adalah kesatuan Gomgom.

"Kenapa kita harus kesini malem-malem?" Tanya Joanna saat Khalifah sudah berhasil memarkirkan mobilnya.

"Lo bakal tahu di dalam." Ujar Khalifah lalu mengajak Joanna masuk ke dalam kantor itu.

Tidak Bisa LariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang