"Loh Pak Bara?" Wanita itu mengernyitkan keningnya, "Ngapain di toilet cewe?!"
Bara gelagapan menjawab pertanyaan dari wanita itu. Dirinya mendongak, menatap lawan bicaranya sambil tangannya menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.
Belum sempat Bara menjawab, tangannya sudah ditarik oleh wanita itu, keluar dari toilet dan menjauh dari time zone. Wanita itu menariknya sembari berlari, turun melalui eskalator.
"Naqiya!" Panggil Bara, dirinya masih berlari menyesuaikan arah tangannya yang ditarik wanita yang tidak lain tidak bukan adalah Naqiya, istrinya. "Jangan lari-lari!" Ucap Bara.
"Inget bayi," tambah Bara.
Oke, Naqiya menurut, dia berhenti berlari di eskalator. Hal itu juga karena saat ini eskalator sangat penuh, dirinya dan Bara mesti sabar berdiri menunggu.
Saking penuhnya beberapa orang ada menyalip. Mereka menyelipkan tubuh di antara orang-orang di eskalator supaya bisa mendapat jalan lebih dahulu.
Bara yang tadi berdiri di belakang Naqiya kini memajukan tubuhnya ke samping Naqiya, sehingga memastikan bahwa Naqiya tidak terdesak-desak oleh orang-orang yang tidak sabaran itu.
Setibanya di bawah, Naqiya kembali menarik tangan Bara terburu-buru. Di lahan parkir pun sama, Naqiya ngos-ngosan mencari dimana Bara memarkirkan kendaraannya.
"Dimana, Pak?" Tanya Naqiya yang masih ngos-ngosan.
Kali ini tangan Bara yang mengambil alih, dirinya menggandeng tangan Naqiya agar mengikuti langkahnya.
"Jelasin kenapa Bapak ada di toilet cewek tadi!" Ujar Naqiya ketika mereka sudah berada di dalam pajero sport hitam milik Bara dan menjauh dari mall itu.
"Bapak ngikutin saya ya?!" Todong Naqiya lagi.
Bara menggeleng, "Nggak, ngapain juga saya ngikutin kamu."
"Terus Bapak ngapain?"
Bara berpikir sejenak, alasan apa yang logis untuk ia paparkan pada istrinya ini. Tidak mungkin ia berkata bahwa dirinya mengikuti Naqiya.
"Pulang kelas tadi, saya nyari buku," ucap Bara.
Naqiya berpikir, memang di lantai yang sama dengan time zone itu ada toko buku besar. Mungkin ini sebuah kebetulan karena Bara sendiri pasti juga tidak tahu kemana Ali akan mengajak Naqiya pergi.
"Terus kenapa bisa di toilet cewek coba?" Naqiya menatap Bara penasaran, "Bapak ngintipin cewek-cewek disana ya jangan-jangan? Ih! Pak Bara kok jadi mesum begini sih sekarang?!" Naqiya memukul lengan pria itu.
"Heh kamu itu main nuduh aja," balas Bara berusaha menjauhi pukulan Naqiya.
"Ya terus ngapain coba?"
"Salah masuk toilet, saya pikir itu toilet cowok," jelas Bara dengan santai, "Saya juga nggak sadar kalo itu toilet cewe, kamu tau sendiri plangnya ada di depan."
Lagi, Naqiya berpikir lagi. Plang tanda pada toilet itu memang ada di depan. Tentunya alasan Bara sedikit masuk akal.
"Lah tapi..."
"Kamu sendiri ngapain di mall tadi?" Potong Bara. Dirinya balik tanya agar tidak diinterogasi oleh Naqiya.
"Sama Ali tadi saya main time zone."
"Terus? Kamu kabur?"
Naqiya mengangguk, "Iya kabur, Pak." Ucapnya. "Kan Bapak yang bikin saya begini!" Naqiya memukul lengan Bara lagi dengan kesal.
"Kenapa jadi saya? Saya kan nggak ganggu kamu."
Nggak ganggu dia bilang?!
Naqiya mendengus kesal. "Bapak ngasih tugas deadline 3 jam dan saya cuma punya waktu berapa menit doang ini buat ngerjain! Padahal kan Bapak tau saya lagi di luar, saya juga udah izin sama Bapak. Kalo di luar jelas dong saya nggak bisa ngerjain tugas. Kenapa pake bikin tugas dadakan?" Protes Naqiya membabi buta.
Istrinya ini juga pintar nge-rap ya?
"Saya belum ngasih tugas minggu lalu. Ini tugas pengganti."
"Tetep aja! Saya nggak mau ngerjain."
Bara mengangguk, "Yaudah nggak usah dikerjain."
"Beneran, Pak?"
Bara mengangguk lagi, "Iya beneran, sesusai kesepakatan kontrak kuliah kita ya."
Naqiya melotot garang pada Bara. "Nggak mau lah! Enak aja satu tugas hukumannya sepuluh kali lipat. Nggak mau!"
"Ya bebas, terserah kamu. Ngerjakan ya monggo, nggak ya udah, ngulang sama adek tingkat nanti."
"Pak Bara kok gitu sih?" Naqiya memelas kali ini, dirinya memelankan suaranya. "Kasian, Pak, saya capek. Nggak cukup juga waktunya kalo nunggu sampe rumah," Alesan Naqiya.
"Capek kencan?" Sindir Bara.
Dih amit-amit dirinya kencan sama Ali.
"Nggak lah, cuma main biasa di time zone kok, Pak." Naqiya mengangguk untuk meyakinkan Bara. "Eh, lupa."
Wanita itu membuka ponselnya yang dia silent. Sedikit terkejut karena banyak missed call dan juga pesan yang Ali kirimkan. Dirinya ingin tertawa sebenernya, namun merasa bersalah.
"Nggak dicariin tuh kabur gitu?" Ucap Bara menyindir lagi.
"Dicariin dong," Jawab Naqiya sambil mengetik pesan yang akan ia kirimkan ke Ali.
Naqiya
Li, maaf aku duluan yaa, ada tugas dadakan, maaf banget ya Li
Setelah mengirim pesan itu, Naqiya menyimpan ponselnya itu. Kembali ingin bernegoisasi dengan suaminya yang masih fokus menyetir."Kerjakan sekarang mumpung ada waktu," ucap Bara, dirinya tetap menolak tawaran Naqiya yang baginya tidak menggiurkan.
"Saya nggak bawa laptop."
Bara menunjuk jok belakang dengan tangan kirinya, "Itu di belakang, di tas saya."
Naqiya mendengus dan menjangkau tas Bara itu. Jahat sekali Bara ini. Sudah memberi tugas dadakan, dan sekarang Naqiya harus mengerjakannya di dalam mobil.
"Saya 'kan mintanya jurnal bebas, Naqiya. Saya cuma kasih keterangan deadline, nggak minta minimal berapa lembar. Jadi terserah kamu, yang penting kamu ngerjakan," Tambah Bara.
Wait,
Astaga.
Jadi Pak Bara ini ngeprank?
✨✨✨
Diprank Bara wkwkwkw sabar ya Nay😭
Jangan lupa vote comment nya dispam ya readersku tersayang🤗🤗 biar makin sering up nya niih
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Dosenku
General Fiction[CERITA DIPRIVATE, FOLLOW DULU SEBELUM BISA BACA LENGKAP!] "Kamu sakit atau... hamil?" "Kalaupun saya hamil, anak ini tidak akan hidup lama, Bapak tau karena apa?" Gadis itu melangkah pelan mendekati Bara, "Karena saya akan menggugurkannya." ✨✨✨ Naq...