Seorang pria dengan kemeja bermotif bunga berwarna pastel itu mengernyitkan keningnya ketika ia membuka pintu ruangan yang berada di hadapannya. Tadinya ia diminta untuk menujukkan kartu identitasnya. Setelah dipastikan memenuhi persyaratan, barulah pria itu diizinkan masuk.
Di dalamnya, ia langsung membuka ponsel untuk menghubungi seseorang yang memang sedari tadi sudah membuat janji dengannya. Matanya melirik kanan kiri untuk mencari sosok itu, tapi tidak kunjung ketemu juga.
Kakinya terus melangkah menelusuri tempat yang ramai dan berbau menyengat itu. Banyak sekali pengunjung yang sedang asyik meneguk minuman-minuman beralkohol di sana. Beberapa asyik menari dan bermain wanita. Pria itu tidak menghiraukan. Kakinya tetap berjalan untuk mencari sosok yang ia ingin temui. Sembari ponselnya terus berdering.
Ya, malam menjelang pagi seperti ini dirinya berada di sebuah pub di kota itu. Hinggar binggarnya kota tidak terasa karena tempatnya terpencil, tapi kalau dilihat dari dalam, bangunannya begitu besar. Pria itu terus melangkah menyusuri tempat itu, sampai ia di lantai paling atas tapi tidak menemukan orang yang dia cari.
Di lantai itu hanya ada satu pengunjung, jarang pengunjung yang datang dan memilih lantai paling atas. Selain karena aksesnya tidak mudah, tempat yang paling ramai adalah lantai satu. Di sana disugukan seorang DJ yang bertugas menghibur mereka. Sedangkan di lantai paling atas ini suasananya tenang, hanya musik merdu yang mengalun di sana.
Mata pria itu memandang satu perempuan yang duduk di ruangan outdoor. Hanya satu pengunjung di lantai ini tetapi perempuan itu memilih ruangan outdoor, padahal cuaca cukup dingin malam ini.
"Rafi!" Panggil seseorang di balik meja bartender. Tangannya melambai memberikan tanda agar pria yang bernama Rafi itu menghampirinya.
Rafi menoleh ke arah suara, "Savero gila! Amit-amit jabang gerang dah ke tempat kayak begini kalo bukan karna anda!" Umpat Rafi sembari melangkah ke arah rekannya itu.
Pria yang bernama Savero itu tertawa, memang Rafi itu anti tempat-tempat seperti ini. "Sekali-kali gapapa lah, Raf."
"Bapak kau sekali-kali! Udah ke..." Rafi menghitung jemarinya, mengingat-ingat berapa kali ia ke tempat haram seperti itu karena suruhan temannya. "...Njir 10 kali eke kesini, Pak!" Ketusnya.
"Baru sepuluh kali, Raf. Gua tiap hari kerja di sini," jawab pria itu.
Rafi menyibak rambutnya, sembari mengambil goodie bag yang ia bawa tadi. "Nih, lain kali ketemu di bawah aja!" Dia memberikan benda itu pada Savero.
"Yaelah, selo, sekalian cuci mata di sini banyak cewek seksi," ucap Savero lagi menjawab pria kemayu itu.
"Gak! Enak aja, ntar kalo diriku ini diperkosa mau situ yang tanggung jawab heh?!" Dumel Rafi sembari matanya melotot pada Savero yang masih tertawa. "Anak perawannya Mami Junet nih jangan macem-macem," tambahnya.
Savero tertawa, pria tulen itu betah berteman dengan pria ngondek seperti Rafi karena memang satu frekuensi. Walaupun nyatanya sifat mereka berbeda. Namun, Savero tau, Rafi itu orang yang baik. Meski mulutnya kalau sudah nyerocos ngalor ngidul.
"Bukan diperkosa, Buk Mpi Cantik," Ucap Savero, "Tapi malunya itu nggak ada obat kalo sampe ketawan mahasiswa lo, dosennya lagi di sini." Tambahnya.
Tangan Rafi langsung saja memukul lengan Savero yang berotot itu. Meskipun begitu, Savero tetap saja tertawa.
"Ya secara dosen 'kan nggak bisa bebas ya. Ntar kalo terciduk ditanya, Pak Rafi kok mabok? Pak Rafi kok dugem?" Ledeknya pada Rafi yang sudah ingin melampiaskan amarahnya.
Rafi melotot, "Heh!" Gertaknya. "Yang ada kalo keciduk mahasiswa eke, ya sini yang ngamuk lah! Masih anak kemaren sore dah ke tempat beginian. Orang mah belajar dapet IP bagus banggain mak bapaknye. Lah kenapa jadi mereka yang ngamukin dosennya, nih orang rada sinting emang!" Omelnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Dosenku
General Fiction[CERITA DIPRIVATE, FOLLOW DULU SEBELUM BISA BACA LENGKAP!] "Kamu sakit atau... hamil?" "Kalaupun saya hamil, anak ini tidak akan hidup lama, Bapak tau karena apa?" Gadis itu melangkah pelan mendekati Bara, "Karena saya akan menggugurkannya." ✨✨✨ Naq...