Epilog

82.1K 8.1K 516
                                    

Manusia tak ada yang mutlak mampu mengetahui sesuatu yang terjadi di masa yang akan datang, begitu juga dengan pasangan muda, Bara dan Naqiya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Manusia tak ada yang mutlak mampu mengetahui sesuatu yang terjadi di masa yang akan datang, begitu juga dengan pasangan muda, Bara dan Naqiya. Tak ada yang mengetahui segala luka dan trauma perlahan sembuh seiring waktu mereka tempuh.

Kini, wanita dengan hijab satin itu duduk di depan teras sembari menyaksikan kehangatan yang tercipta kembali di rumah ini. Ya, setelah sebelumnya terasa dingin dan hampa karena ego semata.

"Abi betah banget main sama cucu-cucunya," Suara lembut dari arah belakang membuat Naqiya menoleh dan tersenyum kecil. "Dari tadi loh, Nay, itu kayanya Abi cerita nabi."

Sontak Naqiya terkekeh mendengar Zahra, Kakak iparnya yang sejak tadi memperhatikan interaksi ayah mertuanya bersama sang cucu. "Nggak papa, Kak, wajar namanya juga kakek sama cucunya."

"Iya sih, gemes aja liatnya," Tutur Zahra dengan kekehan di bibirnya.

Sama sekali tak pernah Naqiya sangka, kehadirannya yang dulu pernah menjadi aib di rumah ini, sekarang dengan kelapangan hati, Muhammad dapat menerimanya kembali. Mata Naqiya menyipit, kala silau senja sudah mulai menyapa.

Diperhatikannya Umi Zainab yang baru datang membeli sesuatu langsung menghampiri suami dan cucu-cucunya itu. Ah, Zainab ternyata membeli buah-buahan bersama Aufar tadi.

"Kenapa?" Pertanyaan Aufar kala berjalan di sampingnya membuat Naqiya tersentak, "Kok nangis?"

Eh?

Sontak saja Naqiya mengusap bawah matanya untuk memastikan bahwa dirinya memang menangis tanpa sadar. Meskipun nyatanya air mata itu memang ada, tapi Naqiya tak menyadarinya sama sekali.

"Uluh uluh adekku kenapa?" Zahra yang duduk di sampingnya segera memeluk adik iparnya itu dari samping. "Jangan diisengin lah, Yang. Nay lagi sensitif ini."

"Loh aku nggak ngapa-ngapain..."

"Shhh... yaudah masuk sana," Ucap Zahra yang mendelik dan segera mengelus punggung Naqiya, "Kalo mau cerita, cerita aja, Nay, aku di sini."

Naqiya terkekeh kikuk sembari mengusap bawah matanya lagi, "Nggak papa, Kak," Sahutnya, "Nay cuma terharu aja liat wajah Abi sama Umi sumringah banget main sama cucu-cucunya."

"Ya ampun," Ucap Zahra, "Namanya juga kakek nenek, Nay. Nih ya, studi membuktikan orangtua itu kebanyakan lebih sayang sama cucunya ketimbang anaknya sendiri tau. Ya, maaf maaf aja kalo kamu sama Bang Aufar dinomorduakan haha.."

"Ish, Kak, kalo itu Nay juga tau," Protes Naqiya. "Sekarang cuma Bang Addar sama Gaza yang menangin hatinya Bapak Muhammad dan Ibu Zainab udah."

"Nah, udah hukum alam emang, Nay," Sahutnya lagi. "Terus kamu ngapain nangis?"

Naqiya lagi-lagi menatap haru ke arah depan, "Terharu, Kak. Dulu Abi benci banget sama Nay, sama anak Nay, sama suami Nay, sampai kita diusir dari rumah." Tuturnya membayangkan kembali masa-masa berat itu.

Bayi DosenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang