Akhirnya air mata Naqiya jatuh juga. Air mata itu terjatuh ketika tangannya digenggam oleh tangan Bara. Posisi Bara kini menunduk, kepalanya menumpu pada tangan yang ia gunakan untuk menggenggam tangan perempuan cantik di hadapannya itu.
"Bapak tau seberapa besar rasa benci saya buat Bapak?" Tanya Naqiya, air matanya masih terus mengalir.
Bara mengangguk, dirinya memang bersalah. Tidak ada argumen lagi untuk membela dirinya sendiri di depan Naqiya.
"Saya benci Pak Bara. Sangat membenci Bapak. Sialnya lagi, sekarang saya harus menjadi ibu dari anak Bapak ini," paparnya.
"Keluarga saya akan membenci saya. Umi dan Abi yang selama ini bangga dengan saya pasti akan mengutuk anak kurang ajar seperti saya. Teman-teman saya pasti juga akan menjauhi saya karena saya bukan perempuan baik-baik. Saya perempuan rusak yang mau-maunya ditiduri dosen saya sendiri!" Isak tangis Naqiya kali ini terdengar. Bahunya bergetar setelah mengatakan kalimatnya itu.
Bara mengubah posisinya, kini Bara duduk di samping Naqiya dan memeluk tubuh perempuan itu agar bersandar di bahunya.
Tolong, jangan sok kuat di depan saya, Naqiya.
"Kamu ngga berhak menyalahkan dirimu sendiri, Naqiya. Satu-satunya yang pantas disalahkan itu saya. Kamu bukan perempuan seperti apa yang kamu sebutkan tadi. Kamu perempuan baik-baik, Naqiya."
Tidak ada penolakan dari Naqiya ketika Bara menyentuh bahunya sekadar untuk menenangkan gadis itu. Bara tahu, Naqiya bingung kemana ia harus melampiaskan semuanya. Kemana ia harus mengadu.
Tangan Bara menyeka air mata Naqiya, "Bayi saya justru bangga punya ibu sebaik kamu."
Naqiya masih belum sanggup menjawab. Napasnya masih tersenggal-senggal karena sesegukan. Entah mengapa ia begitu lemah hari ini. Sampai ia bisa-bisanya menerima sentuhan Bara dengan hati lapang.
"Kenapa?" Masih tersenggal-senggal Naqiya berusaha melanjutkan kalimatnya, "Kenapa Pak Bara tega melakukan itu pada saya? Apa salah saya ke Bapak? Niat saya tulus ingin membantu Bapak! TAPI KENAPA BAPAK TEGA MELAKUKAN INI PADA SAYA?!"
Naqiya menjerit, perempuan itu bangkit dari duduknya. Entah, entah apalagi yang harus Naqiya ungkapkan agar Bara tahu betapa hancurnya Naqiya kini.
Bara tidak diam saja, pria itu mencoba menenangkan Naqiya dengan memeluk gadis itu. Membiarkan Naqiya menangis di pelukannya. Bara memang bodoh, bodoh karena tega merusak perempuan berhati mulia seperti Naqiya Adeeza.
Tangisan Naqiya mulai mereda, perempuan itu mengambil jarak dari Bara. Mulai sadar, dia tidak boleh terlalu dekat dengan Bara.
"Naqiya," panggil Bara.
Manik mata Bara menatap mata Naqiya yang masih banjir bekar air mata. Pria itu menyeka sisa-sisa air mata di pelupuk mata Naqiya.
"Kita rawat bayi kita bareng-bareng, ya? Kita lewati ini sama-sama," ujar Bara. Berbeda dari biasanya. Bara Adichandra, dosen dingin tak berperi kemahasiswaan itu kini berbicara selembut sutra pada Naqiya.
"Menikah bukan mainan untuk saya, Pak. Saya nggak bisa menerima pernikahan atas dasar tanggung jawab," ujar Naqiya. Akhirnya dia menyampaikan keinginannya atas jalan keluar ini.
Bara menggeleng, "Bagaimana kalau saya memang ingin menikahi kamu tanpa embel-embel tanggung jawab?"
Naqiya mengerjap, perasaan hatinya mulai berubah. Benar-benar ibu hamil. "Lalu?" Tanyanya.
"Saya mau jadi suami buat kamu dan ayah buat dia," Bara menyentuh perut Naqiya dengan lembut. "Saya siap bertanggung jawab atas masalah ini, bukan bertanggung jawab menikahi kamu."
Lagi, Naqiya mengerjap, dia tidak mengerti dengan ucapan Bara.
"Naqiya Adeeza, saya Bara Adichandra siap bertanggung jawab atas masalah yang akan timbul dengan keluargamu, orangtuamu, teman-temanmu, saya siap bertanggung jawab akan itu. Tapi tidak dengan menikahimu," Bara menyentuh tangan Naqiya lagi. "Menikahi kamu bukan merupakan tanggung jawab buat saya. Saya akan menikahi kamu karna saya mau jadi suami kamu."
Naqiya menatap Bara lurus. Pernyataan Bara sedikit membuat hatinya lega. Setidaknya Naqiya tahu, dimana tempat dia untuk pulang dalam kondisi seperti ini.
"Naqiya Adeeza, apakah kamu mau jadi istri saya?"
Naqiya pun terkesima, dosen dingin, tak punya hati, baru saja memintanya menjadi pendamping hidup untuk laki-laki itu? Ia baru saja dilamar dosennya sendiri?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Dosenku
General Fiction[CERITA DIPRIVATE, FOLLOW DULU SEBELUM BISA BACA LENGKAP!] "Kamu sakit atau... hamil?" "Kalaupun saya hamil, anak ini tidak akan hidup lama, Bapak tau karena apa?" Gadis itu melangkah pelan mendekati Bara, "Karena saya akan menggugurkannya." ✨✨✨ Naq...