20 | Cari Kerja

162K 11.8K 59
                                    

"Hotel atau rumah saya?" Tanya Bara. Kali ini dia tidak ingin memaksakan kehendak Naqiya lagi. Sebenarnya yang Bara inginkan adalah Naqiya yang selalu ada di sampingnya. Supaya dia juga bisa mengawasi perempuan itu.

"Kalau hotel saya nggak ada penghasilan, Pak. Uang tabungan saya saja belum cukup buat makan bulanan," jelas Naqiya.

"Lalu?"

Dosen nggak peka! Batin Naqiya.

"Ya mau nggak mau ujung-ujungnya ke rumah Pak Bara," jawab Naqiya malas. Harga dirinya hancur mengucapkan itu. "Tapi, secepatnya saya bakal cari kerjaan kok, Pak."

Bara terkekeh, "Kerjaan buat apa?"

"Buat traveling!" Naqiya memutar bola matanya, "Ya buat bayar kontrakan saya sama hidup sehari-hari lah, Pak!" Jawab Naqiya dengan sengit.

"Saya 'kan bakal jadi suami kamu, artinya saya juga yang akan biayai hidup kamu, Naqiya. Bukan cuma kamu, tapi keluarga kecil kita nanti, termasuk dia," Bara melirik perut Naqiya.

"Ya..." Naqiya berpikir apa yang akan ia ucapkan, "Tapi 'kan sekarang saya belum jadi istri Bapak."

Bara mengangguk, "Ya memang, tapi kamu udah jadi ibu dari bayi saya 'kan?"

Benar juga ucapan Bara, tetapi Abi dan Uminya tidak pernah mengajarkan Naqiya untuk merepotkan orang lain. Dengan begini maka Naqiya akan merepotkan Bara.

Naqiya tidak bisa menerima ini.

"Saya nggak mau ngerepotin Bapak. Saya bisa cari kerjaan kok, Bapak tenang aja."

"Saya nggak merasa direpotin."

"Nggak, pokoknya saya nggak mau ngerepotin Pak Bara."

"Naqiya," panggil Bara. Perempuan itu benar-benar keras kepala.

"Saya nggak mau, Pak. Pokoknya saya nggak mau."

"Oke, kalo begitu, untuk sekarang, anggap saja saya biayai hidupmu demi bayi kita," tawar Bara pada perempuan keras kepala seperti Naqiya.

"Tap-"

"Saya nggak mau bayi saya kenapa-napa kalo kamu harus kerja. Belum lagi kamu masih kuliah, kamu pasti bakal kecapekan," jelas Bara.

Mau tidak mau Naqiya mesti menyetujui permintaan Bara. Ini semua juga demi bayi yang dia kandung. Naqiya harus menurunkan ego nya demi bayi ini.

"Setuju?" Bara bertanya untuk meyakinkan jawaban Naqiya.

Naqiya mengangguk, "Iya, setuju." Jawabnya pasrah.

"Jadi sekarang ke rumah saya?" Tanya Bara dengan nada meledek Naqiya.

"Nggak usah ngeledek deh, Pak. Awas aja kalo Bapak sampe macem-macemin saya lagi."

Bara tertawa. Setakut itukah Naqiya akan 'dimacam-macamin' oleh Bara?

"Kalo semacam aja boleh berarti?" Lagi, Bara menggoda perempuan itu lagi.

"PAK!"

***

Mereka telah tiba di rumah Bara. Rumah sederhana yang sangat cantik. Di depannya terdapat lahan parkir dan juga taman bunga. Rumah Bara tidak semegah rumah-rumah mewah di novel-novel. Tapi bagi Naqiya, besar rumah Bara sudah cukup.

Bara membukakan pintu sebuah kamar untuk Naqiya.

"Ini kamar kamu sementara."

Naqiya mengernyit, "Kok sementara?"

"Iya nanti setelah kita menikah ya kita tidur sekamar. Inshaallah secepatnya saya bakal nikahi kamu." jelas Bara.

Apa-apaan Pak Bara? Naqiya nggak sudi tidur sekamar dengan pria itu. Bisa jadi dirinya tidak akan selamat.

"Tidur sekamar? Nggak! Saya nggak mau."

"Ingat perjanjian kita? Jadi suami istri yang sebenarnya?" Bara meledek dengan alis sebelahnya yang diangkat.

Naqiya berdecak. Dasar dosen kurang ajar!

***

Bayi DosenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang