94 | Gelora Malam

142K 11.2K 1.7K
                                    

[ WARNING 18+]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[ WARNING 18+]

Vote dulu yuk sebelum baca:)

__________

"Yaudah ayo, Sayang, dilakuin sarannya dokter," Dengan sigap Bara langsung melepas kaos hitam tipis yang ia kenakan. Sontak saja Naqiya melotot kaget menyaksikan itu.

Naqiya diam sejenak setelahnya, menunduk menatap sprei dan meremasnya pelan. Menimbang-nimbang permintaan suaminya itu malam ini. Entah keberaniannya kemarin pergi hilang kemana.

Jemari suaminya itu mengangkat lembut dagu miliknya sehingga kini manik mata Naqiya bertemu tatap dengan manik mata Bara. "Ndak usah dipaksa kalo takut. Mas cuma bercanda, Sayang."

Namun, mata Naqiya justru mengerjap, dengan cepat ia menggeleng, "Siapa yang bilang?"

"Bilang apa?"

"Siapa yang bilang aku takut?"

Bara terkekeh lagi, "Ngelakuin itu jangan semata-mata buat bayi, Sayang." Bara khawatir karena Naqiya yang terlalu panik jadilah ia rela mengorbankan dirinya pada Bara.

Naqiya menggeleng, suaminya ini memang suka memancing, tapi kalau sudah disodori baru akan mengeluarkan kalimat-kalimat yang tanpa sadar bisa mendorong Naqiya berubah pikiran.

Karena ketidakpercayaan suaminya itu bahwa dirinya sudah siap, Naqiya dengan perlahan menggeser tubuhnya hingga kini ia terduduk di atas pangkuan Bara. Tentu saja, pria itu menatap Naqiya bahkan hampir lupa berkedip.

Betapa indah istrinya ini.

Jemari lentik wanita itu menyentuh rahang milik Bara. Mengelusnya sensual, mengajak pria itu berdansa dengannya di dalam gelora gairah cinta. Bibir ranumnya perlahan disentuhkan pada bibir tipis milik Bara.

"Sayang?" Bara masih bingung dengan tingkah istrinya yang belakangan ini terkesan agresif. Pengaruh hormon kehamilan kah?

Tangan kekar pria itu melingkar di punggung bawah Naqiya, menyentuhnya di sana. "Ndak usah dipaksa, Naqiya." Bisik Bara dengan jarak wajah mereka yang hanya dipisahkan oleh mancung hidung masing-masing.

"Gimana kalo..." Bisikan Naqiya terhenti sejenak, "Aku mau Mas Bara?" bisikan itu semakin membuat Bara mabuk kepayang.

Senyuman nakal yang disematkan oleh Naqiya di bibirnya mendapat respon cepat dari Bara. Wanitanya sudah pandai menggoda, Bara akui itu. Padahal tanpa digoda, Bara sudah seperti cacing kepanasan, yang setiap inchi tubuh Naqiya seakan meminta untuk disentuh.

Tanpa mengulur waktu, dengan mudahnya Bara mengangkat Naqiya lalu membaringkannya ke ranjang, begitu lembut. Seakan Naqiya adalah cangkir yang mudah pecah, sehingga diperlakukan hati-hati.

Bara mengecupnya, mulai dari kening hingga bibir ranum wanita itu. Pria itu melakukannya dengan halus, begitu halus. Hingga tangan Bara yang bertekstur kasar ditubuhnya terasa mengelus selembut sutera.

Bayi DosenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang