70 | Penyesalan yang Dimaafkan

135K 11.1K 547
                                    

"YA AMPUN GUSTI," Jerit Rafi, "KAMU NGAPAIN DI TEMPAT BEGINIAN, NENG?!" Mata Rafi melotot antara terkejut dan juga marah.

Perempuan itu memang terkejut, tapi dia hanya melirik Rafi sekilas dan kemudian fokus meneguk minumannya lagi. Perempuan itu mulai agak sempoyongan, namun ia masih bisa mengontrol tubuh dan pikirannya. Matanya sudah mulai memberat juga.

"Lah Pak Rafi ngapain di sini juga?" Tanya perempuan itu acuh.

Rafi berdecak, ditariknya kursi di samping gadis itu. Benar-benar mahasiswanya ini harus diberi pelajaran lebih lanjut mengenai dampak dari minuman-minuman yang ia konsumsi ini.

"Yeh, Neng! Saya di sini ketemu noh pramutama ganteng kesayangan pelanggan, nganterin topi pesenannya. Jelas dong saya di sini penting, lah kamu ngapain coba di tempat beginian? Sendiri pula? Kalo diapa-apain orang siapa yang mau tanggung jawab?!" Cerocos Rafi. Matanya melotot memarahi mahasiwinya yang hanya terdiam sambil menatap depan.

"Denger gak sih, Sel, kalo dosen ngomong?!" Karena tidak kunjung mendapat respon, Rafi menegur mahasiswinya yang tidak lain tidak bukan adalah Rasel itu.

"Denger gak sih, Sel, kalo dosen ngomong?!" Karena tidak kunjung mendapat respon, Rafi menegur mahasiswinya yang tidak lain tidak bukan adalah Rasel itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tidak juga mendapat jawaban dari Rasel yang masih menatap lurus ke depan, Rafi menghela napasnya. Kurang ajar sekali mahasiswinya ini.

"Bentar lagi UAS, Neng!" Ucap Rafi lagi, "Mending kamu belajar, biar UAS lancar nggak nyontek jujur jadi nilainya halal! Banggain emak bapak noh di rumah. Ini malah minum-minum gini ngerusak diri sendiri! Kalo orangtua kamu tau bisa gawat ini!" Omel Rafi lagi.

Rasel tidak kunjung menjawab. Dirinya malas mendebat pria itu. Rasel hanya butuh pelarian, pelampiasan, dan ketenangan. Dia mendapatkan ketenangan itu dari minuman-minuman yang ia konsumsi saat ini. Apalagi di tambah angin pagi buta yang membuat pikirannya sedikit lebih baik.

"Tau nggak kamu? Minuman ini tuh nggak baek. Udah sana bali---"

"Pak Rafi kalo ke sini cuma mau ngomel-ngomel mending pergi aja," Ucap Rasel dingin. "Saya nggak butuh siapapun saat ini."

Nada suara Rasel yang sangat dingin membuat bulu kuduk Rafi merinding. Tidak pernah Rafi mendengar Rasel yang dingin seperti ini. Dari sorot matanya sekalipun seharusnya Rafi sadar bahwa Rasel hanya mencari pelarian, pelampiasan. Gadis itu butuh ketenangan.

Namun bagi Rafi caranya salah. Banyak cara mencari ketenangan selain pergi ke tempat seperti ini. Kalau sesuatu yang buruk terjadi pada Rasel siapa yang akan bertanggung jawab? Bagaimanapun Raselia Arnindita adalah mahasiswinya, Rafi juga memiliki hak untuk menasihati gadis itu.

Rafi berdehem, "Kamu lagi ada masalah?" Tanyanya pada Rasel. Suara Rafi berubah menjadi suara beratnya. Suara cowok tulen yang jarang sekali Rafi mengeluarkan itu karena tiap harinya hanya teriak-teriak dan nyerocos panjang lebar saja.

Rasel menoleh ke kiri, ke arah Rafi, tangannya kembali meneguk gelasnya sebelum dia mendesis 'aah' karena kerasnya minuman itu.

"Menurut Bapak?" Rasel justru bertanya balik pada Rafi.

Bayi DosenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang