65 | Pillow Talk

142K 12.9K 964
                                    

Playlist ~ Weak (Larissa Lambert)

_________

Langit tidak menunjukkan tanda-tanda akan turun hujan malam ini. Tidak adanya suara hujan membuat kamar Bara dan Naqiya semakin sepi. Setelah solat isya berjamaah dengan Bara, Naqiya mulai melakukan ritual perawatan wajahnya.

Gadis itu kemudian mengambil duduk di samping Bara di atas ranjang, seperti biasa kegiatan Naqiya sebelum tidur adalah membaca buku. Sedangkan Bara di sampingnya kalau tidak memeriksa tugas mahasiswanya, tentu saja dia akan 'mengusili' Naqiya.

Rafi, Ayu, Rasel dan teman-temannya sudah pulang menjelang magrib tadi. Karena Rasel membawa mobil, jadi Rafi dan Ayu bisa menumpang di mobil perempuan itu. Tidak bisa dibayangkan akan seheboh apa mobil itu ketika tidak ada Bara maupun Naqiya di dalamnya.

Bara selesai dengan laptopnya yang tadi memeriksa tugas mahasiswanya. Dia meletakkan laptop itu di atas nakas. Matanya melirik ke arah wanitanya yang masih sibuk membaca. Entah kali ini membaca buku apalagi.

Naqiya memang terkadang izin pada Bara untuk keluar rumah, entah untuk olahraga pagi ataupun ke toko buku. Kalau Bara tidak bekerja pasti pria itu akan mengantar Naqiya. Namun, terkadang Naqiya keluar saat Bara bekerja sehingga kalau jaraknya cukup jauh Bara akan meminta gadis itu untuk menggunakan jasa gocar.

Bara menggeser posisi duduknya sehingga kini dirinya tepat berada di samping Naqiya. Jarak mereka sangatlah dekat, sampai Bara bisa mencium aroma harum dari tubuh istrinya itu. Naqiya selalu wangi ketika mau tidur. Mungkin itu yang membantunya supaya tidur lebih nyenyak.

Mata Naqiya melirik suaminya yang mencuri-curi pandang ke arahnya. Tiba-tiba dia menutup bukunya dan meletakkan di atas nakas. Naqiya mematikan lampu baca, sehingga kini hanya lampu tidur yang masih menyala.

"Naqiya," Panggil Bara, lagi-lagi suaranya berat namun sangat lembut didengar. Perempuan normal yang mendengarnya pasti akan merinding.

Naqiya merebahkan tubuhnya, menyusul Bara yang sudah rapi dengan posisinya sekarang. Tangan Naqiya menjangkau selimut. Namun karena terhalang perut, Baralah yang meraih selimut itu kemudian ia selimutkan ke atas tubuh Naqiya.

"Saya mau nanya," Ucap Bara ketika keduanya sudah tidak sibuk melakukan apa-apa, hanya pillow talk.

"Apa?"

Bara mengubah posisi tidurnya sehingga kini menghadap Naqiya, "Kamu sahabatan sama Cantiya sejak kapan?" Tanya Bara.

Naqiya terdiam sebentar, berpikir mengapa Bara tiba-tiba menanyakan perihal Cantiya?

"Kenalnya udah dari jaman SMA."

"Pernah ada masalah sebelumnya sama dia?" Tanya Bara lagi.

Naqiya mengingat-ingat, "Pernah. Masalah kecil aja kok."

"Sampe kamu dijauhin?"

"Nggak." Jawab Naqiya. "Cantiya nggak pernah jauhin saya sebelumnya. Paling ribut-ribut kecil beda pendapat."

Bara mengangguk-angguk. Dia kini membuat badannya semakin dekat dengan Naqiya, sehingga tangannya bisa menjangkau perut Naqiya dan hidungnya berada di ceruk leher Naqiya. Tangan Bara mulai mengelus perut buncit wanitanya itu. Ah, bayinya mulai bergerak di dalam sana. Bara bisa merasakannya dari sentuhan pria itu.

"Kamu ngerasa dijauhin sama dia nggak belakangan ini?" Tanya Bara yang kali ini suaranya seperti berbisik karena jarak dirinya nempel sekali.

Naqiya terdiam lagi. Dirinya berpikir, memang dia merasa Cantiya benar-benar menjauhinya semenjak rumor beredar. Naqiya menyadari itu semua. Namun dia tidak bisa memaksa seseorang untuk bertahan di sisinya 'kan? Cantiya berhak memilih untuk bertahan atau pergi.

Bayi DosenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang