11 | Dua Garis Merah

186K 11.8K 287
                                    

Di kamar mandi, Naqiya membuka benda yang tadi ia beli. Ia harus berani mencoba alat ini. Setelah melewati pertempuran dengan hatinya sendiri, Naqiya memantapkan dirinya untuk mengecek menggunakan alat ini. Yakin, tidak yakin, Naqiya yakin dirinya tidak akan hamil anak Bara.

Tangannya gemetar menunggu reaksi dari benda kecil di genggamannya itu. Bahkan ia menutup matanya sendiri, benar-benar takut menerima kenyataan.

Satu strip.

Naqiya berdiri, matanya melotot dan kemudan mengernyit mendapati hasil yang sesuai apa yang dia inginkan. Belum semenit ia bahagia, warna merah pada alat tersebut mulai timbu lagi.

Jantung Naqiya berdegup hebat.

Tidak!

Dirinya tidak mungkin hamil!

Dua strip.

Air mata itu meluncur menyaksikan kenyataan di hadapannya. Dua garis yang jelas terlihat itu sudah menjelaskan alasan perempuan itu menangis. Tubuhnya bergetar hebat, Naqiya bahkan melempar alat yang tadi berada di genggamannya.

Ia meringkuk di kasur.

Naqiya ketakutan.

Naqiya kini tengah mengandung. Mengandung janin dari dosennya sendiri. Tangannya dengan kasar memukul perutnya sendiri, berharap apapun yang kini ada di rahimnya lenyap.

Tangannya terus memukuli dirinya sendiri sampai di titik di mana Naqiya lelah dan menenggelamkan wajahnya pada bantal yang ia miliki.

🍀🍀🍀

Sudah dua hari Naqiya tidak masuk kuliah. Alasannya sakit. Itu alasan yang ia katakan pada Cantiya agar melaporkan alasan tersebut kepada dosennya. Beda cerita mengenai alasan yang ia katakan pada orangtuanya. Di depan Abi dan Uminya, Naqiya berkata bahwa dirinya pergi kuliah.

Bara yang mengetahui mahasiswi yang ia khawatirkan sudah tidak masuk kuliah selama dua hari dan hari ini izin lagi dengan alasan yang sama yaitu sakit, mengernyitkan dahinya. Sakit lagi? Naqiya sakit apa?

"Naqiya izin lagi?" Tanya Bara pada Cantiya yang berada di ruangannya. Ya, Cantiya menggantikan peran Naqiya sebagai ketua kelas A.

Cantiya mengangguk mengiyakan ucapan dosennya itu, "Iya, Pak, ada apa?" Tanyanya.

"Dia sakit apa?"

"Naqiya bilang dia diare, Pak, jadi tidak masuk," ujar gadis itu menjelaskan pada dosennya. Sejujurnya Cantiya sendiri tidak mempercayai Naqiya ketika ia bilang bahwa dirinya sakit diare. Ketika Cantiya akan menjenguknya, Naqiya selalu menolak niat baiknya itu. Jika Pak Dosen bertanya kemana Naqiya. Jujur Cantiya hanya bisa menjawab itu.

Makin bingung dibuatnya. Bara bukanlah seseorang yang bisa mudah dibohongi. Pernyataan Cantiya justru membuatnya semakin curiga pada keadaan Naqiya.

"Oke, terima kasih ya."

"Iya sama-sama, Pak." Cantiya berbalik badan dan meninggalkan ruangan Bara.

Sebenarnya ada apa dengan Naqiya? Bara melihat jadwal di kalendernya yang sudah ia susun rapi. Sehabis ini ia tidak ada kelas mengajar. Dia akan pergi ke rumah Naqiya untuk mengetahui keadaan perempuan itu.

Usai mengajar, Bara mengambil tas nya dan berjalan ke arah parkiran terburu-buru. Ini masih pukul sepuluh pagi. Jadwal hari ini sangat singkat, batinnya. Ia memasuki mobil pajero sport hitamnya yang merupakan mobil kesayangan Bara dan melaju membelah jalanan.

Ia khawatir pada Naqiya. Kalau memang perempuan itu benar-benar diare, setidaknya Bara mengetahui hal itu secara langsung. Lagipula apa salahnya ia berkunjung ke rumah Naqiya? Toh, dirinya adalah dosen Naqiya, dan Naqiya adalah mahasiswi yang bertanggung jawab atas kelasnya.

"Naqiya?" Mata Bara menyipit ketika melihat belakang motor Naqiya keluar dari gerbang kompleks. "Mau kemana dia?" Gumamnya.

Naqiya terlihat baik-baik saja. Dia diare tapi malah kemana-mana sendiri? Tanpa pikir panjang Bara membuntuti kemanapun perempuan itu pergi.

Perempuan itu mengemudikan motornya seperti seorang pembalap. Bagaimana tidak? Naqiya menyalip mobil mobil yang terjebak kemacatan dengan mudahnya. Hal itu hampir saja membuat bara kehilangan jejak perempuan itu. Tapi tidak, skill mengemudi Bara cukup baik.

Motor Naqiya memasuki gang yang sempit. Tentu saja mobil Bara tidak muat memasuki gang tersebut. Bara memutuskan untuk turun dari mobil yang ia parkirkan di pinggir jalan dan mengikuti Naqiya dengan berjalan kaki. Mau kemana sih perempuan itu?

Ia terus mengikuti Naqiya, dan beberapa kali sembunyi ketika motor Naqiya berpapasan dengan motor lain. Bara tidak ingin dirinya ketawan membuntuti perempuan itu.

Suara motor Naqiya sudah tidak ada, artinya Naqiya sudah berhenti.

Tubuh Bara menegang. Matanya terperangah, melihat kemana sebenarnya tujuan Naqiya pergi.

DUKUN BERANAK

Apa-apaan, Naqiya?

Bayi DosenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang