Naqiya Adeeza, tangannya sibuk membenarkan posisi pashminanya yang sudah mulai berantakan seiring waktu kesibukannya. Merasa sudah cukup oke, Naqiya kembali ke kelas untuk menyimak mata kuliah yang paling ia sukai. Meskipun sangat dingin dan sangat kejam, tapi cara mengajarnya patut diacungi jempol. Dosen ini juga gampang memberi nilai bagus tetapi dengan tugas yang tak kalah ganas.
"Can, dosennya tipe kamu banget tuh," iseng, Naqiya memang iseng, menggoda Cantiya yang tergila-gila pada Pak Bara, salah satu dosen favorit mahasiswi sefakultas.
"Iya sumpah menggoda banget, pengen aku culik, bawa pulang, paksa nikah pfftt..." Cantiya menutup mulutnya untuk menahan tawa.
"Dua perempuan di belakang, saya bisa minta tolong?" Tiba-tiba dosen tersebut menginterupsi seisi kelas. Membuat perempuan di belakang, ya nggak salah lagi, itu Naqiya dan Cantiya.
"Uh, mati kita, Nay," bisik Cantiya.
"Iya, ada apa, Pak?" Respon Naqiya.
"Coba ceritakan kembali apa yang kalian diskusikan tadi."
"Emm, itu, Pak..." Sesaat Cantiya mencoba berpikir apa-apa yang harus mereka jelaskan. Tidak mungkin ia jujur menjelaskan bahwa dirinya dan Naqiya membicarakan Pak Bara.
"Kami berdiskusi mengenai masih banyaknya potensi minyak bumi yang ternyata masih belum tereksplorasi. Yang artinya peluang kami bekerja dalam industri migas masih cukup banyak, Pak."
"Woahh.." Cantiya menganga mendengar penjelasan sahabatnya itu.
"Oke, lain kali kalau mau berdiskusi tunggu sesi diskusi, jangan dibiasakan diskusi sendiri," jelas Bara. "Baik, sampai disini saja kelas kita hari ini, saya akhiri. Wassalamualaikum."
Cantiya memberikan sepiring somay kepada sahabat yang telah menyelamatkan hidupnya hari ini. Bagaimana tidak? Mahasiswi baru sudah berani merecoki kelas dosen galak.
"Weh apani?"
Tangan Cantiya menyuapi Naqiya secara paksa, "Bancaan buat rasa terima kasihnya aku ke kamu! Syaratnya harus doain aku."
"Pasti minta doain macem-macem," jelas Naqiya.
"SEMACEM AJA NAYYYY," Gemas Cantiya seraya melipat tangannya. "Doain Pak Bara menerima cintaku."
"Uhukkkk!!" Naqiya tesedak mendengar penuturan Cantiya. "Apa, Can? Kamu nyatain cinta ke Pak Bara?" Tanyanya dengan volume suara yang cukup keras sehingga kantin dan seisinya serentak menoleh ke sumber suara.
"Bisa nggak sih gak keras-keras? Malu tau aku!"
"Iya iya maaf, tapi seriusan kamu?" Bisik Naqiya.
"Iya! Kapan sih aku bohong?" Cantiya membuka ponselnya dan menunjukkan pesan chatnya dengan dosen tertampan sekampus itu.
"Chatnya udah aku apus hehe, abis Pak Bara ga bales, dibaca doang," ujarnya dengan sedih.
"Yaiyalah, Can! Aku kalo jadi Pak Bara malah aku blokir mahasiswi kayak kamu! Geli tau gak geli ewww!" Ledek Naqiya yang tidak habis pikir dengan tindakan sahabatnya.
"Nggak mungkin, Pak Bara kan pemaaf. Nanti bilang aja aku khilaf. Kelar kan?" Cantiya menghapus sisa makanan yang menempel di sekitar bibirnya dengan selembar kertas tisu. "Yuk balik kalo udah."
***
"Umi!" Kejut Naqiya.
"Astaghfirullah! Nay bikin Umi kaget!"
Naqiya tertawa, lalu memeluk Zainab dengan hangat, "Umi masak apa?" Sembari hidungnya menghirup aroma nikmat yang dimasak Zainab.
"Sup marak kesukaan Abi. Abi itu udah tua tapi ngidam terus. Pertanda minta cucu hihihi."
Naqiya mengernyit mendengar kalimat uminya, "Apa hubungannya ngidam sama cucu atuh, Mi."
"Nggak jarang ada yang begitu, Nay. Itu si Fatimah hamil, yang ngidam pengen makanan ini makanan itu ya Khal Abu, Paman kamu."
Naqiya terkekeh iya benar juga, Ia sempat mendengar cerita itu dari mulut Fatimah langsung. "Yaudah minta cucu ke Bang Aufar aja, Mi. Minta satu lagi nggak apa kan?"
"Huss! Ponakanmu setahun aja belum ada masa mau nambah adek," Zainab mencicipi masakannya, "Enak."
"Masakan Umi kapan sih ngga enak?"
"Oiya ya, Umi lupa," Zainab tertawa mendengarnya, "Em, Nay, ada yang mau Umi sampaikan ke kamu. Tapi sebelum itu, Umi nggak memaksakan apapun ke Nay, karna nantinya yang jalanin semua itu Nay.
Naqiya mengernyit bingung, "Apa itu, Mi?"
"Kemarin sore, ada laki-laki minta Nay ke Abi. Umurnya 26 tahun, sudah mapan, masih bujang sampai sekarang. Dia mau kenal sama Nay. Nay setuju nggak, kenalan dulu sama laki-laki itu?" Umi mengelus pipi Naqiya, "Kalau Nay nggak sreg, ngga apa-apa, Nay bisa hentikan."
"Nay masih mau kuliah, Mi. Lagipula Nay juga baru semester pertama."
"Dia ngga masalah kalau nanti setelah menikah, Nay melanjutkan kuliahnya Nay. Dia justru senang kalo istrinya nanti adalah perempuan yang berpendidikan."
Naqiya menunduk,berpikir bagaimana ia mesti menjelaskan kepada uminya. "Bukan begitu, Mi. Tapi untuk saat ini buat bagi waktu kesibukan Nay ospek sama semua tugas dari dosen aja udah cukup bikin Nay kebingungan. Nay khawatir kalau Nay menikah malah tambah kacau."
"Cukup kenalan saja nggak masalah, Nay. Kamu coba membuka diri. Abimu bilang, sepupu-sepupumu sudah punya anak semua di usia mu. Untuk apa menunda selagi kamu mampu?" Jelas Zainab meyakinkan puterinya.
"Masalahnya..." Naqiya menghela napasnya sebelum melanjutkan kalimatnya, "Nay belum merasa mampu, Mi."
✨✨✨
Hai hai! Selamat membaca, Jangan lupa vote dan comment nya yaa, vomment itu gratis hehe🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Dosenku
General Fiction[CERITA DIPRIVATE, FOLLOW DULU SEBELUM BISA BACA LENGKAP!] "Kamu sakit atau... hamil?" "Kalaupun saya hamil, anak ini tidak akan hidup lama, Bapak tau karena apa?" Gadis itu melangkah pelan mendekati Bara, "Karena saya akan menggugurkannya." ✨✨✨ Naq...