77 | Talak?

144K 12.5K 1.2K
                                    

________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

________

Hari itu lumayan cerah, matahari dengan citanya menyapa bumi, burung-burung menari sana sini, tapi cerahnya hari nampak tidak berarti untuk seorang wanita menjelang tua yang sedang duduk di teras rumah. Matanya menatap hampa suasana teras rumahnya. Tanaman-tanaman yang ia selalu rawat setiap harinya belakangan ini lebih jarang mendapatkan perhatian.

"Umi mau minta talak dari Abi, Bang," Ucapnya dengan nada yang benar-benar putus asa.

Putra sulungnya yang tengah duduk di samping wanita itu tertegun dengan keputusan ibunya tersebut. Aufar menggeleng kekeuh, tidak setuju jika orangtuanya harus bercerai.

"Umi nggak kuat harus begini terus," Matanya berlinang, tatapannya masih kosong ke depan. "Berpura-pura asing sama putri Umi sendiri."

"Abang tau, Mi. Abang juga nggak setuju kalau Abi harus ambil sikap begini. Tapi Umi nggak boleh ngomong begitu," Tangan pria itu mengelus lembut punggung ibunya, "Kita omongin pelan-pelan nanti sama Abi ya, Mi."

"Sesalah-salahnya Nay, dia tetep anaknya Umi, Bang. Ibu mana yang mau dipisahkan dari anaknya sendiri?" Air mata ibu yang dulu mengandungnya itu mengalir jatuh ke pipi. Ibu jari Aufar dengan lembut mengusapnya.

Rengkuhan tangannya menarik pundak ibunya itu agar bersandar di pundak gagah milik Aufar. Pria itu membiarkan Uminya bersandar dan menangis di sana. Aufar mengerti perasaan Zainab, ditambah sekarang posisi Aufar juga merupakan orangtua dari anaknya dengan Zahra.

"Kita tunggu Abi pulang ya, Umi." Suara lembut anaknya itu menenangkan sang Ibu, "Abang janji bakal lindungin Umi."



[ B A Y I D O S E N K U ]




"Dia sudah mempermalukan keluarga kita, kamu masih mau pertahankan dia?!" Suara menggelegar terdengar di ruangan itu. Meringsut takut, Zainab mengaitkan jemarinya sendiri. Ibu dari Naqiya itu begitu takut kalau Muhammad sudah termakan emosinya.

"Semuanya nggak merubah fakta kalau Naqiya Adeeza Saqqaf itu anakku, Bi. Anak yang aku lahirkan dari rahimku. Anak yang aku susui, anak yang juga aku asuh sampai dia besar! Nggak ada yang bisa merubah fakta itu, sefatal apapun kesalahannya!" Suara Zainab yang berusaha tetap tegar menentang keputusan suaminya.

Wajah Muhammad memerah padam. Rasanya baru kali ini Zainab keras kepala dengan pilihannya.

"Lebih baik kamu diam saja, Zainab," Tidak mau termakan emosinya lagi, Muhammad memilih membuang tatapannya.

"Apa nama baik keluarga jauh lebih penting dari putri kita sendiri, Bi?" Umi Zainab berbicara dengan nadanya yang penuh luka.

"Apa nama baik itu nanti bakal bawa Abi ke surganya Allah?" Tanya Umi Zainab lagi, "sementara kita menelantarkan titipanNya?"

Bayi DosenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang