Bara menatap istrinya yang begitu lihai dengan apa yang ia lakukan saat ini. Istrinya itu tengah memasak. Sekarang gantian, Bara yang duduk memerhatikan Naqiya yang sibuk memasak. Sedangkan biasanya Naqiya lah yang duduk di sana, dan Bara yang sibuk menyiapkan hidangan untuk mereka.
"Mas di kamar aja istirahat." Ucap Naqiya yang masih fokus pada spatula di tangannya tanpa menatap lawan bicaranya.
Bara menggeleng, "Mau liat kamu masak aja."
Naqiya menghela napasnya. Memang suaminya itu sangat keras kepala. Masa bodoh dengan itu, Naqiya melanjutkan kegiatannya.
Setelah hidangannya tersaji, Naqiya meletakkan mangkuk itu di atas meja makan. Tentu saja, Bara dengan semangatnya siap untuk menikmati itu semua.
"Masakan kamu nggak pernah nggak enak ya," ucapnya sembari memasukkan sesendok makanan itu ke mulutnya. "Bukan pujian kok, saya terus terang."
Tatapan Bara benar-benar tulus, di sana jelas terpancar cinta untuk Naqiya. Tapi Naqiya hanya mengangguk dan melanjutkan sesi makannya.
"Mas duduk aja, saya yang nyuci," Ucap Naqiya sesaat setelah mereka selesai menyantap makanan itu.
Bara ingin menolak, namun ketika melihat ekspresi istrinya, dia mengangguk pasrah dan kembali duduk memerhatikan sang istri yang sibuk mencuci piring. Istrinya dari belakang tampak anggun. Apalagi postur tubuhnya sedikit melebar karena bayi Bara di dalam tubuh wanita itu.
Bara bangkit dari duduknya, tiba-tiba dia melingkarkan tangannya di perut Naqiya. Tentu saja dipeluk dari belakang membuat Naqiya terkejut.
"Mas apaan sih?" Tanya Naqiya ketus. Dirinya memang terkejut mendapati Bara yang memeluknya tiba-tiba.
Pria itu bukannya melepaskan pelukannya tetapi malah meletakkan kepalanya di pundak Naqiya. "Pusing." Ujar Bara manja.
"Ya terus apa hubungannya pusing sama begini?" Naqiya menatap lengan Bara yang melingkar di perutnya.
"Sekalian ngelus bayi 'kan."
Naqiya berdecak, "Kan di kamar bisa, Mas. Ini saya nyucinya susah kalo posisinya begini."
"Eeem.." Keluh Bara. Dirinya sangat manja hari ini sampai-sampai Naqiya tidak habis pikir dengan tingkah suaminya itu. "Sebentar aja, Naqiya, ini masih nyaman."
Naqiya menghela napasnya, dia mendiamkan Bara dan lanjut mencuci piring-piring bekas makan tadi. Tanpa menghiraukan celotehan Bara dengan bayi di dalam kandungan wanita itu.
"Bayi," Panggil Bara sembari telapak tangannya mengelus lembut perut Naqiya. "Bayi sayang sama Papa nggak?" Tanyanya.
Naqiya sempat geleng-geleng dengan tingkah suaminya itu. Masih tidak habis pikir.
"Sayang ya. Kalo sama Mama sayang 'kan?" Bisiknya lagi. Suara Bara justru membuat bulu halus Naqiya merinding. Karena sedekat itu jarak bibir Bara ke telinganya. "Sayang banget? Wih," Tambahnya.
"Bayi," Panggil Bara lagi. "Kalo Mama sayang sama Papa nggak?" Tanyanya.
"Apaan sih, Mas?" Naqiya yang mulai kesal protes. Dia membalik tubuhnya menghadap Bara karena dirinya sudah selesai mencuci piring. Niatnya ia ingin melepaskan diri dari kungkungan tubuh Bara.
"Kenapa, Sayang?" Bisik Bara.
Naqiya salah mengambil langkah. Naqiya yang membalikkan tubuhnya justru memperpendek jaraknya dengan Bara. Apalagi Bara menunduk dan memajukan tubuhnya sehingga hidung pria itu bisa menyentuh hidung milik Naqiya.
Mata Bara menatap istrinya dengan tatapan seperti Naqiyalah satu-satunya permata milik Bara. Sampai mati sekali pun Bara akan menjaga istrinya ini. Ya, sampai mati sekalipun Bara akan menjaga keluarga kecilnya, Naqiya dan calon bayinya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Dosenku
General Fiction[CERITA DIPRIVATE, FOLLOW DULU SEBELUM BISA BACA LENGKAP!] "Kamu sakit atau... hamil?" "Kalaupun saya hamil, anak ini tidak akan hidup lama, Bapak tau karena apa?" Gadis itu melangkah pelan mendekati Bara, "Karena saya akan menggugurkannya." ✨✨✨ Naq...