23 | Gara Gara Pulpen

144K 11.8K 90
                                    

Suasana kantin begitu ramai, namun hal itu sama sekali tidak mengganggu fokus Naqiya. Tangannya menulis dengan cepat serta matanya terpaku pada laptop.

"Kamu nggak makan, Nay?" Cantiya yang baru saja memesan makanannya kini duduk di depan perempuan itu. "Jangan bilang kamu nggak sarapan lagi."

"Nanti deh, Can, gampang," ujarnya.

Perutnya sudah berbunyi, pertanda bahwa dirinya lapar. Namun tugas dari Bara jauh lebih penting dari pada kondisi perut Naqiya, menurutnya. Bagaimana tidak? Ia harus mengerjakan tugas itu secara marathon.

Batas waktu yang Bara berikan hanya seminggu.

Kalian tidak salah baca.

Ya, resume 10 jurnal hanya diberi waktu seminggu saja.

Maka dari itu jam kosong kelas akan Naqiya isi dengan mengerjakan tugas-tugas laknat ini.

"Awas aja sampe muntah muntah lagi," ujar Cantiya yang segera menyantap makanannya.

"Nggak bakal," jawabnya dengan percaya diri. Entah belakangan ini dirinya sudah tidak mendapati morning sickness, paling parah hanya mual saja. Sehingga dirinya tidak nafsu makan.

Cantiya melirik tugas yang Naqiya kerjakan, "Resume jurnal lagi?" Tanyanya.

Perasaan tugas itu sudah dikumpulkan tadi. Tapi mengapa Naqiya baru mengerjakannya?

Naqiya mengangguk, "He-em, resume lagi," tanpa menoleh pada Cantiya sama sekali.

Tangannya masih menulis indah di atas kertas. Lebih parahnya lagi, tugas ini harus merupakan tulisan tangan. Bukan ketikan apalagi copy paste.

"Loh, Nay?" Cantiya mengernyit, "Berarti yang Pak Bara maksud belum ngumpulin itu kamu dong?" Tanyanya meyakinkan dirinya sendiri.

Bukan, bukan meyakinkan dirinya sendiri. Lebih tepatnya meminta kepastian dari jawaban Naqiya.

Lagi, Naqiya mengangguk. "Iya itu aku."

Cantiya mengusap wajahnya, gadis itu terkejut, "Kok bisa sih, Nay? Kok kamu nggak minta bantuan aku?"

Dirinya sedang dalam masa suram. Batin Naqiya.

Naqiya terkekeh, "Kelupaan aku, Can." Naqiya melirik ponselnya karena ada pesan yang masuk. "Tapi nggak papa kok, sepuluh resume nggak banyak."

"APANYA GA BANYAK?" Cantiya mengambil beberapa lembar kertas Naqiya, "Mana sini file jurnal kedua nya! Biar aku yang kerjakan!" pintanya pada Naqiya.

"Wait wait, Can."

Dia memeriksa ponselnya yang terdapat pesan baru masuk. Nama Bara tercantum disana. Mau apalagi dosen ini?

Pak Bara Dosen

Bekalnya dimakan sekarang!

Naqiya mengerjap, apa manusia ini tengah berada di sekelilingnya? Sehingga Bara mengetahui apa yang sedang Naqiya lakukan?

Kepala Naqiya celingak celinguk mencari kemungkinan pria itu berada.

Nihil, dia tidak menemukan Bara dimanapun.

Naqiya

Udah dimakan kok pak

Naqiya membalas pesan singkat dari Bara itu. Dengan cepat sebelum melanjutkan pekerjaannya. Ia kembali fokus pada laptop dan juga lembar kerja itu.

Naqiya berpikir sebelum ia melanjutkan resumenya. Jurnal ini cukup sulit. Ia memutar-mutarkan pulpennya di antara dua jemarinya.

Pletak!

Kecerobohan Naqiya membuahkan hasil. Pulpen tersebut jatuh tergeletak di lantai dan menggelinding begitu saja.

Spontan gadis itu berlari untuk mengejar kemana pulpen itu menggelinding. Dia terus mengikuti ke arah pulpen itu bergerak.

Sampai pulpen itu berhenti karena menabrak sesuatu. Ya, pulpen itu menabrak sepatu. Naqiya akan berterima kasih kepada siapapun yang berdiri di depannya kini. Karena berkat sepatunya, pulpen Naqiya terselamatkan.

"Puhhh," Naqiya menghela napas lega ketika tangannya berhasil menjangkau pulpen itu.

Tubuh Naqiya terangkat, dirinya akan berdiri dan berterima kasih pada gerangan ini.

Namun, matanya membelalak ketika dirinya melihat siapa pemilik sepatu itu.

"Eh Pak Bara, hehe," Naqiya menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.

Bara yang mengetahui sedari tadi kotak makan yang ia bawakan masih berada di dalam tasnya Naqiya kini memasukkan tangannya ke saku celana.

"Nasi gor-" ucapan Bara terputus oleh Naqiya yang langsung menyaut.

"Iya, Pak, ini mau saya makan kok. Pulpennya aja yang nyari perkara tiba-tiba gelinding sendiri, dari pada nanti ilang mending saya ambil dulu kan, Pak?" Naqiya berkata sembari menghardik pulpen tak bersalah itu.

"Saya permisi dulu ya, Pak," Setelah mengucapkan itu Naqiya pergi begitu saja.

Dia pikir Bara bisa dibohongi? Dari tadi Bara sudah memantau apa yang Naqiya lakukan. Perempuan itu hanya fokus dengan lembar tugas dan laptopnya.

Benar saja, Naqiya langsung membuka kotak makan yang Bara bawakan, dan langsung menyantap makanan itu.

Mata Naqiya bertemu mata Bara, yang Bara dapati adalah Naqiya yang menyengir ke arah Bara tanpa rasa bersalahnya.

🍀🍀🍀

Hai hai! Pak Bara serem banget ya tiba tiba nongol 🤣 oiya jangan lupa vote dan comment nya ya biar aku makin semangat nulisnya hehe🤗

Bayi DosenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang