"Mau sampai kapan kamu sembunyiin pelakunya dari saya, Cantiya?" Pertanyaan Bara seketika membuat tubuh gadis di depannya menegang. Jemari gadis itu meremas pelan gelas minuman yang ia pesan tadi. Rasanya ia begitu panik saat ini, namun sebisa mungkin ia terlihat tenang.
Bara berdehem saat tak mendapati jawaban apapun dari gadis itu. "Kamu nggak perlu khawatir," Tambahnya.
Tiba-tiba Cantiya menggeleng. "Maaf saya rasa saya nggak bisa kasih tau Pak Bara sekarang." Ucapnya. Ia berbicara dengan tenang, seperti tidak ada sesuatu yang terjadi sama sekali.
Mendengar itu tentu saja membuat Bara mengangguk paham, "Iya, maka dari itu saya tanya kamu, mau sampai kapan akan sembunyiin semuanya? Dari pembicaraan sebelumnyapun alasanmu sama."
Cantiya terdiam, kini kepalanya menegak. "Intinya, saya nggak ikut campur sedikitpun sama pelakunya, Pak." Putusnya untuk mengatakan itu.
Mata Bara menatap gelagat yang gadis itu lakukan. Mencari tahu kebohongan dari perkataannya barusan.
Cantiya terdiam sejenak sebelum ia meminum minumannya, "Bapak boleh nggak percaya sama saya kok, Pak. Tapi yang saya bilang itu jujur."
Gadis itu berdecak, "Pak Bara bikin saya kangen sama Nay 'kan jadinya," Ujarnya, "Saya sayang sama Nay tulus, Pak. Dia orang yang baik. Orang yang bener-bener saya anggep sahabat baik buat saya. Orang yang ada bukan cuma pas saya seneng doang."
Tangan Bara mengambil tisu di atas meja dan memberikan tisu tersebut pada Cantiya yang terlihat berlinang air mata. "Ini." Ucapnya sembari memberikan tisu tersebut.
"Sedetikpun saya nggak pernah kecewa kalau Nay berakhiran menikah sama Pak Bara gini. Nggak, saya justru bahagia. Yang bikin saya kecewa itu sama perbuatan Pak Bara yang bikin sahabat saya harus nikah sama Bapak." Jelasnya.
Bara mengangguk perlahan, ia mengerti ucapan gadis di hadapannya ini. Siapapun pasti akan kecewa terhadap perbuatannya.
Cantiya mengulurkan tangannya, "Ini tisunya, saya nggak nangis kok."
Ah, unik sekali. Bara hanya melirik uluran tisu di meja yang Cantiya berikan. "Boleh saya tanya soal chatmu ke saya tentang Naqiya dulu?" Tanya Bara yang penasaran tentang motif Cantiya mengatakan hal itu dulu.
Mendengar itu membuat Cantiya terkekeh, "Saya bilang 'Mungkin kalo Pak Bara berkenan bisa saya kenalkan ke Naqiya, temen saya'. Saat itu saya pikir kalian berdua sama-sama membutuhkan. Saya minta maaf kalau sekiranya kurang sopan."
"Kamu mikir saya butuh istri saat itu?"
Cantiya mengangguk ragu, "Betul. Ditambah pas itu saya nggak sengaja denger Pak Bara diledekin belum nikah sama dosen-dosen lain, jadi saya pikir kalian butuh satu sama lain. Nay saat itu juga dikejar-kejar sama perjodohan di keluarganya." Jelas Cantiya.
"Nay nolak perjodohan karena masih mau fokus kuliah. Dan saya akui kalo saya bodoh juga sih, Pak. Mikirnya malah Nay kalo sama Pak Bara masih bisa lanjut kuliah karena Pak Bara 'kan dosen, pasti mau dapet istri yang berpendidikan juga 'kan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Dosenku
General Fiction[CERITA DIPRIVATE, FOLLOW DULU SEBELUM BISA BACA LENGKAP!] "Kamu sakit atau... hamil?" "Kalaupun saya hamil, anak ini tidak akan hidup lama, Bapak tau karena apa?" Gadis itu melangkah pelan mendekati Bara, "Karena saya akan menggugurkannya." ✨✨✨ Naq...