"Ada yang mau kamu jelaskan?" Tanya Bara pada perempuan itu. Perempuan itu duduk di sana menunduk. Dia tidak berani menatap Bara sama sekali.
"Ma---maaf, Pak," ujarnya sambil menunduk. Dia lupa kalau dirinya mengangkat dagu Naqiya agar wanita itu menatapnya, sementara dia sendiri juga menunduk tanpa nyali menatap Bara.
Bara hanya menaikkan satu alisnya. "Kamu bicara sama lantai?"
Buru-buru perempuan bernama Rasel itu mengangkat kepalanya. Dia mendongak dan bertemu tatap dengan Bara.
Astaga.
Ini pertama kalinya Pak Bara memanggil Rasel ke dalam ruangannya. Dilihat dari dekat Bara jauh lebih tampan. Namun, meskipun dia mendapatkan 'cuci mata' gratis, nyatanya itu tidak membuat dirinya bahagia.
Rasel di sana duduk ketakutaan, sampai seluruh badannya serasa bergetar dan ingin pingsan saja.
"Saya mohon maaf atas kejadian tadi, Pak." Air mata Rasel turun, "Saya memang bersalah sudah melakukan itu pada Naqiya."
"Melakukan apa?" Tanya Bara.
"Saya hampir me---namparnya."
Bara terdiam, dia membiarkan Rasel untuk menjelaskan semua itu dulu. Dirinya tidak mau terlalu menghakimi wanita itu. Karena sekalipun dirinya adalah suami Naqiya, Bara juga adalah seorang dosen, yang mana sikapnya pasti berdampak pada baik buruknya kampus ini.
Rasel menghampus air matanya, "Saya juga ngatain dia pake kata-kata yang nggak pantes, Pak."
"He em, terus?"
"Saya bentak dia juga, Pak... Selebihnya tidak ada, Pak, itu aja. Saya mohon maaf sedalam-dalamnya, Pak..." Ucap Rasel.
"Oke," Bara menghela napasnya. "Kamu inget siapa Naqiya di hidup kamu sebelum rumor ini menyebar?" Tanya Bara, menatap lekat perempuan muda yang menangis itu.
Rasel sesegukan untuk menjawab pertanyaan itu, "Te---teman saya, Pak." Dirinya sesegukan lagi. "Maaf, Pak... Saya memang salah. Ka---kalau Bapak mau saya bersujud di kaki Naqiya saya bakal lakuin itu, Pak..." Sesegukannya semakin menjadi. Kata-katanya terhambat oleh sesegukan itu.
"Kamu tau siapa Naqiya di hidup saya?" Tanya Bara lagi, seperti dia tidak mengacuhkan jawaban Rasel tadi.
Rasel menghapus air matanya lagi, dia mengangguk. "Istri Bapak..."
"Kamu tahu bayi siapa yang kamu hina tadi?" Lagi, Bara Adichandra bertanya lagi.
"Bay---bayi Bapak..." Rasel mulai sesegukan lagi.
"Apa kamu tau kebenaran rumor itu? Apa rumor itu valid?" Tanya Bara lagi.
Rasel tidak mengetahui itu, sehingga dia menggelengkan kepalanya. "Saya tidak tahu, Pak..."
Bara mengangguk, "Oke. Saya rasa kamu sudah paham. Perbuatan kamu bisa saya laporkan ke kemahasiswaan. Kamu juga tahu itu 'kan?"
Rasel menggeleng, "Tolong jangan, Pak... tolong saya mohon jangan..."
"Saya rasa kamu sudah besar, Rasel. Seharusnya sudah paham mana yang baik dan buruk dan apa konsekuensi dari apa-apa yang kamu perbuat," jelas Bara.
Sebagai dosen dia juga berhak menasihati mahasiswi nya seperti ini. Di luar fakta kalau dirinya adalah suami sah Naqiya.
Rasel mengangguk, air matanya kembali deras, "Tolong jangan laporkan saya, Pak. Saya mohon ampun..." Rasel berlutut memohon ampunan Bara. "Saya nggak mau di-drop out, Pak. Saya tulang punggung keluarga saya..." Ujarnya sembari menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Dosenku
General Fiction[CERITA DIPRIVATE, FOLLOW DULU SEBELUM BISA BACA LENGKAP!] "Kamu sakit atau... hamil?" "Kalaupun saya hamil, anak ini tidak akan hidup lama, Bapak tau karena apa?" Gadis itu melangkah pelan mendekati Bara, "Karena saya akan menggugurkannya." ✨✨✨ Naq...