74 | Bisa karena Terpaksa

121K 11.6K 745
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Playlist ~ Bahasa Kalbu (Raisa)

_________


Untuk menggerakkan kaki saja Bara tidak bisa leluasa. Rasanya seluruh tubuh dan persendian yang pria itu miliki lumpuh seketika. Manik matanya hanya menatap istrinya yang tengah mengandung dengan perasaan kasihan. Namun, apa boleh buat, Bara sudah berusaha sekuat tenaga, apa daya tubuhnya terasa begitu lemah.

Naqiya membopong tubuh Bara perlahan ke mobil. Menaikkan tubuh pria itu perlahan-lahan di kursi samping kemudi mobil pajero sport hitam milik Bara. Tubuh suaminya itu begitu berat, ditambah di perutnya juga ada calon buah hati mereka yang tidak bisa dibilang ringan.

Napasnya tidak beraturan, sesak di dadanya perlahan terobati oleh helaan napas teratur yang wanita itu lakukan. Menghirup melalui lubang hidungnya dan menghembuskan lewat mulut sesaat setelah mobil itu melaju.

"Kamu bisa nyupir?" Manik mata Bara melihat Naqiya. Wanitanya itu begitu fokus mengemudikan mobil ini.

Naqiya tidak menoleh sama sekali, sorot matanya masih melihat ke arah depan. "Berdoa kita selamet sampe rumah sakit," Jawabnya singkat.

Bara mengangguk-angguk. Pusing di kepalanya terasa sangat menyakitkan. Denyutan-denyutan itu semakin keras setiap detiknya. Astaga rasanya Bara benar-benar ingin pingsan detik ini. Namun, tiba-tiba telapak dingin Naqiya menyentuh tubuh panasnya, begitu kontras suhu tubuh itu.

"Mas jangan pingsan dulu sebentar lagi kita sampai," Ujar wanita itu sedikit melirik ke arah Bara yang dari tadi sudah memperlihatkan tanda-tanda dirinya mulai menyerah dan membiarkan tubuhnya diambang gelap.

"Hmm..."

Naqiya mengetahui semakin lama semakin lemas tubuh prianya itu. Astaga, wanita itu bahkan mengendarai mobil dengan kecepatan sangat tinggi. Jalanan terlihat begitu sepi, sorot lampu malam kotalah yang menyinari. Tengah malam seperti ini, angin menari bebas menghembuskan dingin, menerpanya ke setiap insani di sana.

Tangan kiri Naqiya sesekali mengelus Bara, menguatkan pria itu agar tetap tersadar. Bibir ranumnya bergerak, mengucapkan setiap zikir dengan hati berharap Tuhan melindungi suaminya itu. Melindungi Bara, ayah dari bayinya.

"Sebentar lagi ya, Mas, sebentar lagi kita sampai," Makin mulutnya mengucapkan itu, pedal di kakinya semakin dia injak. Kecepatan mobil itu semakin menjadi. "Zikir ya, Mas..."

Perasaan kalut begitu menyelimuti relung hati Naqiya. Melihat Bara menahan sakit seperti itu membuat fokus pikirannya terbagi antara menyupir dengan pria itu. Sejujurnya Naqiya baru-baru saja belajar mengemudikan mobil semenjak wanita itu menduduki bangku kuliahnya. Jarang juga perempuan belia itu mempraktikan ilmu setelah mengikuti kursus menyetir. Yang biasa ia kemudikan adalah motornya.

Bayi DosenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang