76 | Dijenguk

140K 12.2K 1K
                                    

"Mas," Panggil Naqiya pada suaminya yang kini sedang menyantap santapan yang disediakan dari rumah sakit tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Mas," Panggil Naqiya pada suaminya yang kini sedang menyantap santapan yang disediakan dari rumah sakit tersebut. Sementara Naqiya kini membuka kulit buah jeruk agar Bara lebih mudah untuk menyantapnya nanti. "Nggak boleh ngomong baku lagi ya," Tambahnya.

"Baku gimana maksud kamu?" Bara terlihat bingung dengan ucapan istrinya barusan.

"Ya saya-sayaan gitu." Celoteh Naqiya, "Saya-sayaan udah dilarang keras di rumah tangga kita." Titahnya.

Bara terkekeh mendengar titah ratunya itu, tangannya terulur untuk mengelus puncak kepalanya istrinya, "Siap laksanakan, Ratunya Bara."

Jeruk yang sudah terkelupas tadi ia masukkan ke dalam mulutnya, hanya satu biji saja. Sementara yang lain ia suapkan pada Bara. "Bagi ya, Mas, nyobain hehe."

"He em, monggo," Bara membuka mulutnya ketika jemari Naqiya menyuapkan jeruk tersebut. Jeruk itu terus dinikmati sampai tidak ada sisa lagi di piring selain bijinya. Bara kemudian menggeser tubuhnya sedikit menjauh dari Naqiya, memberikan jarak ranjang tersebut. Tangannya menepuk sisa ranjang, kemudian bersuara, "Sini, tiduran sini. Kamu belum tidur bener dari semalem 'kan?"

Otomatis kepala Naqiya menggeleng, "Nggak usah nggak papa, Mas. Aku bisa tidur nanti di sofa itu." Naqiya berdiri, "Udah Mas istirahat duluan aja yaa." Wanita itu membenarkan posisi selimut Bara, tetapi pergelangan tangan Naqiya sontak ditahan oleh kekarnya tangan Bara.

"Nurut ya Sayang sama suami." Ucap Bara pelan. Perkataan itu membuat hatinya sedikit berdesir. Mengingat lembutnya tutur kata milik Bara. "Sini, tidur di sini, kita tidur bareng."

Mau tidak mau Naqiya menuruti itu semua, perlahan dia duduk di atas ranjang tersebut lalu merebahkan dirinya. Bara menghadap dirinya, semetara Naqiya dengan posisi telentang.

"Cie ada yang sayang sama saya," Goda Bara pada istrinya itu. Tentu saja ucapannya membuat pipi wanita itu bersemu merah.

Tidak bisa berkata-kata, bahkan mengelak dari fakta itu, Naqiya memilih untuk membalas Bara, "Nggak boleh saya-sayaan, Mas Bara!" Gerutunya. Tidak tahu harus membalas bagaimana pada suaminya itu.

"Ah iya, maaf kelupaan hehe."

Naqiya menelisik netra Bara tiba-tiba, jemarinya menyentuh hidung mancung milik suaminya itu, membentuk pusaran air, melingkar. "Mas udah bangun dari tadi ya?" Tanya wanita itu.

"Hmm?" Gumam Bara. Jarak wajah mereka saat ini cukup dekat.

"Mas denger semua omongan aku tadi 'kan?" Ulangnya. Tangannya masih membentuk pusaran air di hidung Bara, "Hayo ngaku Mas Bara bangunnya dari kapan? Dengerin ocehanku dari yang mana?" Todong Naqiya dengan pertanyaan-pertanyaannya.

Bara tergagap, apalagi istrinya itu sedang menginterogasinya sedekat ini. Untuk menetralkan detakan jantungnya karena sudah ketahuan sang istri, Bara memilih berdehem.

Bayi DosenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang