Bara merebahkan tubuhnya di sofa. Sembari melihat Naqiya yang sedang menyantap makanannya. Perempuan itu sudah tidak menangis, justru kini dia sedang menyaksikan drama korea kesukaannya yang malah membuatnya tertawa girang.
"Dihabiskan dulu makanannya baru ketawa," ujar Bara. Naqiya mendelik mendengarnya. Perasaan tidak ada hubungannya antara makan dan tertawa.
"Ngga ada hubungannya makan sama ketawa," jawab Naqiya.
"Kamu itu selalu nantang kalo dibilangin. Saya udah bilang ngga usah ikut ospek, malah tetap ikut, begini 'kan akibatnya? Sekarang mau nantang lagi?"
Naqiya mengalah, ia menutup laptopnya dengan kesal lalu melanjutkan sesi menyuapkan makanannya ke dalam mulut.
"Kata dokter, dedek bayinya kenapa, Pak?" Tanya Naqiya. Oh iya, dia belum mengetahui kenapa ia berada di rumah sakit.
"Beruntungnya dia kuat," jawab Bara singkat.
"Oh, alhamdulillah, tapi kenapa saya bisa ada di sini, Pak?" Tanya Naqiya lagi, dirinya begitu penasaran.
"Kamu pingsan pas ospek, terus saya bawa ke sini," Bara membuka koran yang tadi terletak di bawah meja, dirinya berniat untuk membaca benda itu. Tetapi sebelum membaca, Bara sempat melihat Naqiya dulu dan berujar, "Maaf tadi saya tinggal kamu. Tadi saya lapar, ke kantin terus beli kopi."
"Oh begitu," Naqiya mengangguk-angguk, "Tapi kok tiba-tiba ada orangtua saya?" Tanya Naqiya lagi.
"Kalau itu saya nggak tahu, tapi kemungkinan dari temenmu, karna saya ngabarin Cantiya kalau kamu berada disini."
Bara kemudian memfokuskan dirinya dalam membaca koran yang ia pegang.
"Bentar lagi ospek kelar berati sebentar lagi Cantiya pasti kesini," gumam Naqiya yang masih bisa didengar Bara.
"Kalo dia kesini bakal kamu kasih tahu kalo kamu hamil?" Tanya Bara.
Naqiya menggeleng yakin, "Nggak, biar berita itu jadi rahasia antara kita aja deh, Pak."
"Bagus kalo begitu."
Mereka kembali diselimuti kesunyian. Hanya suara drama korea yang diputar lagi karena Naqiya sudah selesai makan. Mereka fokus pada apa yang mereka lakukan masing-masing.
Tok tok tok
Suara ketukan pintu menarik perhatian keduanya. Naqiya menoleh, begitu juga dengan Bara. Bara berdiri untuk membukakan pintu, walau sebenarnya pintu tidak dikunci.
"Eh, Pak Bara," Cantiya menyengir mendapati sosok tampan di hadapannya.
"Masuk," Bara mempersilakan Cantiya untuk masuk.
"NAQIYAAA!!!" Cantiya berlari dan memeluk sahabatnya itu. "Kalo sakit itu gausah dipaksain!"
Naqiya justru tertawa, "Ngga kok, aku ngga sakit."
"Apanya!" Cantiya melirik Bara yang masih duduk di sofa, "Pak Bara dari tadi nungguin kamu disini, Nay?" Bisiknya.
Naqiya mengangguk, "Gamau pergi dia."
"Gemes banget nggak sih Pak Bara itu? Sama mahasiswinya aja se protektif ini. Peduli banget, Bun," bisik Cantiya di samping telinga sahabatnya.
Ya dia peduli karena aku lagi hamil anaknya! Batin Naqiya.
Naqiya sangsi kalau dirinya tidak sedang mengandung anak Pak Bara, pria itu tidak akan sudi menungguinya di rumah sakit.
Naqiya mendekatkan bibirnya ke telinga Cantiya. Perempuan itu akan membisiki sesuatu.
"Kamu tuh udah kena peletnya dia, Can. Ayolah cepet sadar. Manusia itu pasti punya kekurangan kelebihan. Kelebihan Pak Bara mungkin emang errr ganteng? Tapi kekurangannya dia tuh dingin, galak, suka nyuruh, dan...."
Bara berdehem, "Suaramu masih bisa saya dengar, Naqiya."
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Dosenku
General Fiction[CERITA DIPRIVATE, FOLLOW DULU SEBELUM BISA BACA LENGKAP!] "Kamu sakit atau... hamil?" "Kalaupun saya hamil, anak ini tidak akan hidup lama, Bapak tau karena apa?" Gadis itu melangkah pelan mendekati Bara, "Karena saya akan menggugurkannya." ✨✨✨ Naq...