32 | Malam Pertama

219K 12.3K 328
                                    

Malam datang menyapa dua insan yang saat ini sudah resmi menyandang status suami istri itu. Sah menjadi suami istri di mata agama dan negara. Walaupun sebelumnya yang banyak mengurus keperluan menikah adalah Bara, begitu juga soal pengurusan perjanjian pranikah yang diminta Naqiya.

Orang tua Naqiya dan para tamu langsung pulang beberapa saat setelah makan bersama. Tentu saja kepulangan orang tuanya itu membuat Naqiya bersedih. Tetapi Naqiya tahu diri, dirinya bukan lagi bagian dari keluarga itu.

"Kamu tidur kamar saya apa saya tidur kamar kamu, Naqiya?" Tanya Bara yang memecah suasana hening.

Ah, Naqiya lupa bahwa setelah menikah mereka akan tidur sekamar. Membayangkan sekamar dengan Bara saja membuat wanita itu bergidik ngeri, apalagi seranjang dengannya?

"Saya aja deh tidur kamar Bapak. Kayaknya kasur kamar Bapak lebih gede daripada kamar saya," jawab Naqiya. Kasur lebih besar membuatnya lebih mudah membuat jarak.

"Ya bebas, yang penting sekamar."

Tiba-tiba tangan Bara mematikan televisi yang sedari tadi mereka tonton. Hal itu membuat Naqiya menoleh pada pria yang statusnya kini suami dirinya.

"Ayo tidur sekarang, udah malem, besok kamu kuliah," ujar Bara. Pria itu langsung berjalan ke kamarnya tanpa menunggu Naqiya sama sekali.

Sebelum ke kamar Bara, Naqiya mengambil peralatan perawatan wajahnya. Ia akan melakukan perawatan wajah sebelum dirinya tertidur.

Naqiya dengan malas mengikuti kemana langkah Bara tadi. Kaki wanita itu memasuki kamar milik Bara dan tangannya mengetuk pintu kamar tersebut sebelum membukanya.

Lagi-lagi dirinya terpesona, pria itu begitu mendewakan kerapihan. Sama seperti pertama kali ia menginjakkan kaki ke sini, kamar ini sangat rapi.

Naqiya segera masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamar Bara, untuk persiapan tidurnya, sebelum ia memulai ritual kecantikan sebelum tidur.

"Kita tidur seranjang, Pak?" Tanya Naqiya, dirinya masih sibuk di depan cermin. Menatap pantulan Bara dari depan cerminnya.

"Kamu mau tidur di lantai ya monggo," jawab Bara sekenanya.

Tidur di lantai katanya? Hih! Naqiya perhatikan memang hanya ada satu alternatif tempat untuk tidur yaitu kasur. Di sofapun tubuh Naqiya maupun Bara tidak akan cukup.

Memang harus seranjang.

Naqiya berjalan ke arah ranjang dan duduk di atasnya. Dirinya menatap Bara yang baru saja merebahkan tubuhnya. Naqiya sendiri dag dig dug ingin merebahkan tubuhnya yang lumayan lelah itu.

"Kamu mau tidur sambil duduk?" Tanya Bara karena istrinya ini tidak kunjung merebahkan tubuhnya.

Naqiya menoleh, "Nggak, saya mikir cara biar Bapak nggak curi-curi kesempatan pas saya tidur."

Bara terkekeh mendengarnya. Curi-curi kesempatan Naqiya bilang?

"Ya kalo kamu tidur, saya juga tidur, Naqiya." Bara tersenyum, "Kecuali jam tidur kamu macem kelelawar, itu baru saya nggak bisa nyesuaikan sama jadwal tidurmu."

Benar juga sih dosennya itu. Naqiya ber'oke' ria, lalu pelan-pelan merebahkan tubuhnya. Dirinya memilih untuk telentang. Sementara Bara tiba-tiba menghadap dirinya sesaaat setelah Naqiya merebahkan diri.

Tangan Bara terulur dan mengelus perut istrinya itu. "Saya udah boleh megang si Bayi berati?" Tanya nya.

Naqiya mengangguk, "Udah boleh."

Bara kemudian mengelus-elus perut itu. Dirinya masih amaze akan fakta di dalam rahim Naqiya ini sudah ada calon bayi nya. Dia terus memuji Allah dalam hatinya.

Mata elang Bara tertuju pada wajah Naqiya, sementara Naqiya memperhatikan tangan Bara yang sedang mengelus perutnya. Ada satu hal yang mengganjal di pikiran Bara.

"Kenapa masih pake jilbab?" Tanya Bara. Selama Naqiya di rumah ini, istrinya itu memang selalu memakai jilbab jika di depan Bara.

Percayalah tidur menggunakan jilbab itu tidak nyaman. Batin Naqiya.

"Nggak papa, Pak, enak aja begini, hangat." Ujar Naqiya, lalu tangannya mengelus lengannya seakan dirinya kedinginan.

Tangan Bara terulur mengelap sesuatu yang menetes di dahi Naqiya. "Bukan hangat, kamu kepanasan itu. Sebentar, saya nyalain dulu AC nya," pria itu lalu mengambil remot AC dan menyalakannya.

Alasan bodohnya ketawan lagi. Naqiya bingung pria itu pandai sekali mengusili dirinya.

"Maksud saya ang-"

"Kalo saya minta dibuka, apa kamu bakal buka itu?" Tanya Bara memotong ucapan Naqiya.

Naqiya terdiam, tidak tahu mesti menjawab apa. Apalagi dirinya langsung terpikirkan ucapan sang Umi yang mengharuskan istri taat pada suami.

"Tapi Pak..."

"Kamu keringetan, bukan kedinginan. Toh tidur pake jilbab juga nggak nyaman 'kan?"

Dengan lugunya Naqiya mengangguk. Ya benar-benar tidak nyaman tidur mengenakan jilbab seperti ini.

"Tapi, Pak, saya malu sama Bapak. Ntar Bapak macem-macemin saya," jawab Naqiya menciut.

"Kalo kamu takut saya macem-macemin, saya sudah bilang bakal nunggu kamu siap," Bara menelan salivanya, "Kalo kamu malu, buat apa? Saya loh sudah lihat semuanya dari kamu."

Blush!

Rona merah menghiasi pipi Naqiya. Dia benar-benar malu dengan ucapan Bara tadi!

🍀🍀🍀

Hai hai! aku balik lagiii membawa Pak Bara dan Naqiya! Jangan lupa comment dan votenya yaa biar aku makin sering up🤗


Bayi DosenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang