71 | Tumbangnya Bara

153K 13.4K 1K
                                    

Playlist ~ Hari ini esok atau nanti (Anneth)

_________

Naqiya menyipitkan matanya, semalam dia tertidur lebih awal dari pada kepulangan Bara. Tangan Naqiya meraih jam kecil di atas nakas untuk mengecek pukul berapa ia bangun ini. Belum azan subuh di sana, segera saja Naqiya menyibak selimutnya dan menyucek matanya yang masih berat untuk terbuka.

Pelan-pelan Naqiya menggeser tubuhnya, karena perutnya yang sudah buncit dan terasa berat itu sedikit menutupi penglihatannya ke arah bawah. Tangannya memanjang, berusaha menggapai saklar lampu tidur yang ada di nakas. Posisi nakas itu di samping Bara persis, sehingga agak sulit Naqiya menjangkaunya.

Mata Naqiya menatap wajah lelap suaminya itu. Terlihat tenang Bara tertidur. Karena sulit menjangkau saklar, tangan Naqiya tidak sengaja menyentuh tubuh Bara.

Panas.

Panas sekali tubuh Bara.

Naqiya mengernyit, menyentuhkan telapak tangannya ke kening Bara. Benar saja tubuh Bara demam.

"Mas sakit?" Gumam Naqiya. Sontak ia berusaha menggapai saklar dan berhasil menyalakan lampu tidur. Sekali lagi Naqiya menyentuk Bara untuk memastikan. "Ya ampun, Mas demam ini."

Ditatapnya Bara yang tertidur pulas. Tubuhnya demam. Sepertinya Bara kelelahan. Tubuhnya tidak kuat menahan lelah dengan apa yang ia lakukan belakangan ini. Di tambah pikiran Bara juga yang tidak stabil. Selalu saja istrinya itu yang memenuhi pikirannya.

Apa Naqiya sudah makan siang?

Apa yang sedang Naqiya lakukan?

Kalau ia melakukan ini, apa Naqiya akan marah?

Siapa pelaku yang menyebarkan rumor itu sehingga menyakiti hati Naqiya?

Naqiya... Naqiya... Naqiya

Hanya perempuan itu yang ada di pikiran Bara.

Bahkan untuk memikirkan dirinya sendiri saja Bara tidak ada waktu.

Naqiya merenung, bahkan dirinya saja tidak sepeduli itu pada suaminya. Apa Bara sudah makan siang di kampus? Apa Bara ada masalah di tempatnya bekerja? Bagaimana kabar perusahaan Ibu mertuanya itu? Atau apa Bara sedang lelah? Sungguh, Naqiya tidak peduli.

Jangankan peduli, menjadi pelipur lara ketika Bara pulang bekerja saja Naqiya tidak melakukannya. Tidak ada sambutan hangat istri pada suaminya yang baru pulang kerja di rumah itu.

Yang ada hanya Bara yang selalu bersabar dengan apa yang ia lakukan. Mendiamkan pria itu, tidak mengacuhkannya, meskipun lelah sekalipun, Bara tetap sabar menghadapinya.

Apa ini adil untuk Bara?

Kaki Naqiya melangkah ke dapur untuk mengambil air hangat. Kemudian tangannya menjangkau handuk kecil untuk mengompres Bara. Sesampainya di kamar, Naqiya duduk di samping Bara dan mengompres kening pria itu.

Tangannya dipakai untuk mengelus pipi milik Bara. "Cepet sembuh ya, Mas," bisiknya.

Naqiya bisa melihat alis bara yang mengerut, wajah pria itu yang berkeringat. Sepertinya Bara mimpi buruk. Buru-buru ia seka keringat Bara dan mengusap pipi pria itu. Tangan kirinya ia gunakan untuk mengelus telapak tangan Bara.

"Ssshh It's okay, Mas, itu cuma mimpi," gumamnya menenangkan Bara dalam tidurnya. "Saya di sini."

Sungguh, Naqiya tidak bisa berdusta. Hatinya mendung. Tidak tega rasanya melihat Bara lemah seperti ini. Bara yang biasanya selalu pasang badan untuknya, akhirnya tumbang juga. Mau bagaimanapun, Bara Adichandra itu juga seorang manusia. Semua yang ia lakukan ada batasnya kekuatannya.

Bayi DosenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang