50 | Mantan Teman

134K 10.5K 281
                                    

[Warning! Play playlist di atas biar manteup]

_______

Bara duduk di sana, mengajar seperti biasanya. Kicauan kabar miring tentangnya sama sekali tidak berdampak untuk diri Bara. Jauh di lubuk hatinya, satu-satunya yang Bara khawatirkan adalah Naqiya.

Wanita itu duduk di sana, menyendiri, fokus menyimak apa-apa yang Bara ajarkan. Terkadang dia melamun sendirian. Seperti banyak masalah yang ada pikirannya.

Teman-temannya di sana sibuk berdiskusi sebelum Bara memulai mata kuliahnya. Maka dari itu, supaya mereka bubar, Bara harus lekas memulai kelasnya agar Naqiya tidak merasa dirinya dikucilkan.

Tidak ada yang berani merundung Naqiya ataupun Bara di depan pria itu. Mental tempe. Beraninya menindas yang lemah. Coba sini berhadapan langsung dengan Bara, caci Bara, bukan malah mencaci Naqiya.

"Tugas minggu ini ditiadakan, silakan pelajari lebih lanjut materi yang sudah saya sampaikan tadi." Bara merapikan buku-bukunya, "Saya akhiri kelas hari ini, wassalamualaikum."

"Waalaikumussalam..." Mereka menjawab salam Bara dengan kompaknya.

Warga kelas bubar, begitu juga dengan Naqiya. Kelas Bara tadi merupakan kelas terakhir hari ini. Rasanya Naqiya ingin segera pulang dan menjauh dari orang-orang di tempat ini.

Wanita itu berjalan di lorong koridor yang sedikit sepi. Membawa tote bag nya di bahu kanan. Tiba-tiba langkah Naqiya tersandung oleh sesuatu. Dia hampir saja terjatuh.

"Eh ada lonte," ucap perempuan yang kakinya diulurkan agar Naqiya tersandung. "Oops, keceplosan."

Kasar sekali. Kata-kata yang digunakan untuk menyebut dirinya sangatlah kasar dan tidak manusiawi.

"Untung ga jatoh, kalo jatoh bisa mati debaynya deh, maaf ya Nay, Rasel ga keliatan. Butiran debu mana keliatan sih? Ya gak Sel?" Timpal salah satu rekan perempuan itu.

Perempuan yang bernama Rasel tertawa. "Iyalah jelas!"

Naqiya mulai menulikan telinganya. Berusaha untuk tidak menangis menghadapi ini semua. Dia memutuskan untuk kembali berjalan, namun lagi-lagi langkahnya dihadang oleh perempuan-perempuan itu.

"Eits, mau kemana sih? Keburu ada booking-an ya? Buru-buru banget," ucap Rasel.

Teman-temannya tertawa, seakan apa-apa yang mereka lakukan itu lucu. Padahal apa yang mereka lakukan itu bodoh dan tidak bermoral.

"Nay kok nggak jawab Rasel sih?" Tanya Rasel dengan suara dimanja-manjakan. Lagi-lagi meledek Naqiya.

"Lonte bisu!" umpat salah satu teman Rasel.

"Nggak punya kuping, bisu pula! Kek gini kok bisa-bisanya jual diri?"

"Minta disiram air ini mah, Sel. Masa ditanya dari tadi dia malah diem aja? Nggak ngehargain kita banget sih, Nay?" Tanyanya pada Naqiya. "Apa emang kepanasan ya? Pengen mandi? Kita ambilin airnya kalo gitu."

Sumpah, demi Tuhan, Naqiya benar-benar sakit hatinya diperlakukan seperti ini. Ingin menangis, tapi sekuat tenaga dia tahan itu semua.

Rasel menarik dagu Naqiya secara paksa agar mantan temannya itu menatapnya secara lekat. "Denger ya, Nay. Nay 'kan tau kita semua pengagum Pak Bara, dan Naqiya cantik ini malah dengan teganya ngambil Pak Bara dari kita semua."

Ya, Rasel dan teman-temannya ada penggemar dan pengagum Bara Adichandra. Inilah yang Naqiya takutkan jika berita pernikahan mereka tersebar. Namun, nasi sudah menjadi bubur.

"Kenapa, Nay? Emang nggak ada ya dosen lain yang bisa Nay godain?" Ujar Rasel sok sedih. "Kita semua sih yakin, Pak Bara bisa ngelakuin ini karena digodain..." Rasel memajukan tubuhnya membisikkan Naqiya sesuatu. "...sama lonte kayak Nay."

Bayi DosenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang