"Tadi kamu manggil saya apa?" Tanya Bara pada Naqiya. Saat ini keduanya sudah berada di hotel tempat dimana mereka menginap.
"Pak Bara?" Naqiya bingung, kenapa tiba-tiba dosennya itu bertanya bagaimana Naqiya memanggilnya.
"Bukan," Bara menunda ucapannya, "Pas kamu narik saya di depan Bina, itu kamu manggil saya apa?"
Tangan Naqiya mengambil handuk bersih yang akan digunakannya untuk mengompres luka Bara. Dia mengerutkan keningnya.
"Mas Bara?" Tanya Naqiya lagi. Adakah yang salah dengan panggilan itu?
"Abis itu?" Bara menaikkan satu alisnya.
Kali ini Naqiya makin dibuat bingung oleh Bara, "Hah? Abis itu apa, Pak?" Tanya Naqiya. Dirinya benar-benar tidak paham.
"Yang kamu narik saya itu, Naqiya. Kamu bilang 'Ayo Mas Bara' apa?"
Ah, Naqiya ingat.
Bodohnya dia memanggil suaminya itu dengan embel-embel sayang. Naqiya mengingat itu. Hal itu dilakukannya untuk memanas-manasi Bina sebenarnya. Namun ditambah juga ingin menunjukkan pada Bina kalau Bara sudah ada yang punya.
Naqiya mulai memeras handuk yang sudah dicelupkan ke air hangat itu dan mengusapkannya ke luka yang ada di wajah Bara.
"Nggak tau saya lupa," ujarnya dengan tangan yang masih mengompres wajah Bara.
"Masa lupa?" Tanya Bara. "Belum ada dua puluh empat jam."
Naqiya menggidikkan bahu, "Ya orang saya emang lupa, masa dipaksa ingat."
Bohong!
Padahal Naqiya sangat mengingatnya.
Bara mengangguk, menatap wajah Naqiya yang saat ini begitu dekat dengan wajahnya. Wanitanya itu terlihat sangat fokus mengobati luka Bara. Padahal Bara sudah bilang bahwa dirinya baik-baik saja.
"Yaudah kalo kamu lupa," ucap Bara, "Saya tanya langsung ke Bina aja. Barangkali dia inget kamu manggil saya apa." Tambah Bara sembari tangannya meraih ponsel di nakas.
Mata Naqiya membulat. Enak saja pria ini malah mau mengirim pesan pada wanita kegatelan itu. Bisa-bisa terbang ke langit ke tujuh tuh si Bina.
"Nggak boleh!" Naqiya menggeleng kuat.
Bara menaikkan salah satu alisnya, "Kok nggak boleh?" Tanya Bara.
Naqiya melirik Bara, kemudian fokus pada bibir pria itu yang ada bekas darah di sana. "Ya nggak boleh karena saya nggak suka."
"Kenapa nggak suka?" Tanya Bara balik.
"Ya karna dia gatel."
"Tau dari mana dia gatel?"
Naqiya menekan handuk basah itu lebih kuat ke luka Bara, sehingga membuat suaminya itu mengaduh kesakitan.
"Duh, pelan-pelan, Naqiya," Bara mengusap luka yang habis ditekan oleh Naqiya itu.
"Ya lagian Bapak banyak tanya," dia menotol handuk itu lebih halus, "Udah diem dulu saya obatin! Jangan banyak tanya!"
Wanitanya itu kembali fokus lagi, sedangkan Bara mengulum senyumnya. Lucu sekali menggoda Naqiya Adeeza Adichandra ini. Kok Adichandra?
"Kenapa emang kalo saya tanya Bina? Siapa tau dia inget kamu panggil saya apa," ujar Bara.
Naqiya mendongak, mata mereka bertemu dan perempuan itu melotot.
"Diem gak?!"Bara lupa, istrinya ini galak.
"Saya 'kan penasaran, Naqiya," ujar Bara. "Takut saya nggak bisa tidur kalo kepikiran begini," tambahnya.
Demi Tuhan, Bara lebay sekali. Naqiya mendengus. Kalau tak berdaya begini Bara bisa semanja ini ya? Giliran sehat, Bara Adichandra selalu menjadi manusia yang sangat amat menyebalkan sedunia.
Masa bodo lah, Naqiya mendiamkan Bara. Dia tidak menjawabnya.
"Naqiya..." Panggil Bara. Astaga, nadanya seperti bayi yang merengek pada ibunya. Gemas sekali sebenarnya.
Naqiya tetap mempertahankan, jika dia memberitahu Bara apa yang dia ucapkan di depan Bina, bisa habis harga dirinya depan dosennya itu.
"Saya penasaran, Naqiya," Ucap Bara lagi. Merengek lagi.
"Diem nggak, Pak? Saya pencet lagi nih!" Ancam Naqiya.
"Yaudah deh," Bara membuka ponselnya, "Bina masih online nggak ya kira-kira?"
Naqiya mendelik, awas saja kalau Bara berani macam-macam. Jangankan macam-macam, kalau sampai Bara mengirim pesan singkat saja, Naqiya akan mengudahi kegiatan mengompres luka Bara ini. Naqiya janji!
"Saya langsung chat aja kali ya?" Bara terlihat mengetik sesuatu, "Halo Bina, lagi apa? Begitu ya?" Monolog Bara yang tujuannya memanasi Naqiya.
Bara berhasil, telinga Naqiya panas mendengarnya. Naqiya meletakkan handuk bekas kompresan setelah selesai dengan tugasnya itu.
"Taro hp Bapak," ujar Naqiya, "Saya kasih tau tadi saya panggil Bapak apa." Tambahnya.
Mata Bara berbinar, seperti anak kecil yang ditawari es krim, dia langsung meletakkan ponselnya. "Apa?"
"Mas Bara Sayang," timpal Naqiya. Antara malu dan malas dia mengucapkan itu. Pasti dosennya ini akan sangat ge-er nantinya.
Bara tersenyum lebar, "Iya dalem Naqiya Sayang?"
✨✨✨
HUHUUU I'M BACK! chapter ini bonus aja sih karna aku kangen Pak Bara-Naqiya🤗🤗
Jangan lupa vote dan comment nya yaaa! supaya aku makin semangat upnya🤗🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Dosenku
Fiksi Umum[CERITA DIPRIVATE, FOLLOW DULU SEBELUM BISA BACA LENGKAP!] "Kamu sakit atau... hamil?" "Kalaupun saya hamil, anak ini tidak akan hidup lama, Bapak tau karena apa?" Gadis itu melangkah pelan mendekati Bara, "Karena saya akan menggugurkannya." ✨✨✨ Naq...