Akhir pekan ini, Naqiya dan Bara memutuskan untuk sama-sama menghabiskan waktu di rumah. Perbedaannya adalah Bara yang tidak ada kesibukan, sementara Naqiya yang super sibuk.
Perempuan itu fokus mengerjakan tugas tambahan yang Bara berikan karena dirinya tidak mengumpulkan tugas. Di sampingnya terdapat cemilan yang Naqiya suka. Aturan di rumah ini adalah tidak boleh makan di kamar. Hal itu membuat Naqiya terpaksa mengerjakan tugas tersebut di ruang keluarga.
Bara duduk di samping Naqiya setelah dirinya mengambil soft drink dari dalam kulkas.
Dia melirik Naqiya yang tengah sibuk mengerjakan tugas.
"Tugas dari saya ya?" Tanyanya.
Naqiya melirik Bara dan berdecak. Pake nanya orang ini? Jelas-jelas dari kemarin dirinya selalu fokus pada tugas ini.
"Pakek nanya," jawabnya. Kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya.
Bara tidak menjawab, dirinya meminum minuman dingin yang ia bawa sembari mengganti saluran televisi.
"Pak," panggil Naqiya yang membuat Bara menoleh, "Ini tugasnya nggak ada keringanan?"
"Enggak," jawab Bara, "Salahnya kamu nggak ngumpulin," tambahnya.
"Loh, kok saya?" Naqiya protes, "Kalo Bapak nggak bikin perkara pasti saya udah ngumpulin!" Ujar Naqiya kesal.
Bara hanya melirik dan diam membatu. Hal itu membuat Naqiya merasa bersalah telah berkata seperti itu. Apa Bara marah?
"Maksudnya gini, Pak. Saya 'kan juga sibuk, Pak. Banyak yang harus saya urus. Tugas resume sepuluh jurnal itu nggak sedikit. Saya udah begadang, ngerjain pagi siang sore malem, dan itupun baru dapet tiga jurnal," perempuan itu melunak, "Saya tuh khawatir dedek bayinya bakal kecapekan," tambahnya yang langsung mengelus perutnya.
Alasan lagi!
Pake acara bawa-bawa bayi mereka.
Naqiya berdoa semoga Bara dapat membuka hatinya. Semoga Bara mau mengasihani ibu dari bayinya itu sehingga memberikan keringanan untuk Naqiya.
Bara mengangguk, "Berat ya?" Tanyanya.
Naqiya mengangguk lebih keras, "Iya, Pak..." Tak lupa puppy eyes menghiasi wajah cantiknya.
"Yaudah saya kasih keringanan," Bara menghentikan ucapannya, "tapi ada syaratnya."
Pikiran Naqiya sudah memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan Bara minta sebagai syarat keringanan tugas. Apa yang pria itu mau? Merampas hartanya? Nyawanya? Tubuhnya?
"Syaratnya," Bara meneguk minumannya kemudian menoleh ke arah Naqiya, "Kalo kita menikah besok apa kamu siap?"
MENIKAH?
BESOK?
Mata Naqiya membulat. Tidak diragukan lagi bahwa dosennya ini sudah tidak waras. Apa-apaan dia memeras mahasiswinya sendiri dengan iming-iming keringanan tugas?
"Menikah? Besok?" Bibir Naqiya menganga.
Tangan Bara terulur ke arah bibir Naqiya dan menutup bibir gadis itu yang menganga karena terkejut.
"Iya, Naqiya, kita menikah besok. Apa kamu siap?" Tanyanya.
Naqiya buru-buru menggeleng, terlalu mendadak jika harus dilaksanakan besok. Besok adalah hari minggu. Mana bisa Bara mempersiapkan semuanya dalam waktu sehari.
"Kalo nggak siap ya ga ada keringanan," tambah Bara. Kembali ia memfokuskan tatapannya ke televisi.
"Cuma itu syaratnya, Pak? Nggak ada syarat lain?" Tanya Naqiya. Siapa tahu ada syarat yang bisa menggantikan syarat tersebut.
"Belum cukup ya? Kamu nambah syarat? Oke, sebentar saya pikir dulu," kemudian Bara melihat ke langit-langit seakan dirinya berpikir.
Naqiya menggeleng dan mengibas-ngibaskan tangannya, "Bukan gitu, Pak! Maksud saya syarat lain selain syarat tadi."
Bara memicing, "Nggak ada."
Jawaban itu membuat Naqiya menghela napasnya. Daripada mengerjakan tugas tidak berperi kemahasiswaan itu, lebih baik dirinya mengiyakan saja. Toh, ujung-ujungnya dia juga akan menikah dengan Bara.
Naqiya mengangguk pasrah, "Yaudah, Pak, saya siap."
🍀🍀🍀
Hai hai! aku dateng lagi! Jangan lupa vote dan comment nya yaa biar author makin semangatt nulisnya🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Bayi Dosenku
General Fiction[CERITA DIPRIVATE, FOLLOW DULU SEBELUM BISA BACA LENGKAP!] "Kamu sakit atau... hamil?" "Kalaupun saya hamil, anak ini tidak akan hidup lama, Bapak tau karena apa?" Gadis itu melangkah pelan mendekati Bara, "Karena saya akan menggugurkannya." ✨✨✨ Naq...