106 | Praduga Tak Bersalah

72.2K 9.3K 628
                                    

Tangan Bara bergerak menggapai tengkuknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tangan Bara bergerak menggapai tengkuknya. Menggaruk perlahan walaupun tak ada rasa gatal yang ia rasakan. Ia berdehem pelan untuk menetralkan situasi saat ini.

"Kamu serius sama ucapanmu tadi?" Tanya Bara lagi-lagi memastikan apa yang dia dengar dari mulut Cantiya. "Benar dia pelakunya?"

Cantiya mengangguk, "Hak Bapak buat nggak percaya sama saya kok."

"Mana mungkin gitu?"

"We agreed that, sometimes we can't trust anyone." Ucap Cantiya. "Dan sahabat saya itu lagi-lagi tipe yang gampang percaya sama orang lain."

Bara terdiam, kata-kata Cantiya benar. Istrinya memang terlalu baik hati dan mudah iba. "Tapi dia sudah minta maaf dan berubah."

Mendengar itu membuat Cantiya menggedikkan bahunya, "Saya nggak tau, Pak. Bisa jadi dia emang bener-bener udah berubah, dan bisa jadi juga sebaliknya." Jelas Cantiya. "Saya bukan mau ngehasut Pak Bara, tapi sampai kapanpun kita nggak pernah bisa nebak isi hati orang lain. Apa mereka tulus atau nggak."

Lagi. Ucapan gadis di hadapannya itu lagi-lagi benar. Bara mendongak, menghela napasnya. Teka-teki ini begitu rumit untuk dipecahkan.

Tangan Bara refleks mengepal, kalau memang kebenarannya seperti itu, artinya ia tidak bisa mempercayakan Naqiya pada siapapun. Selain Zainab, Muhammad, dan Aufar. Setidaknya sampai ia berhasil memecahkan teka-teki membingungkan ini.

"Pak?" Panggil Cantiya pada Bara yang terlihat memikirkan sesuatu.

"Ah, ya?" Bara sedikit tersentak mendengar suara Cantiya.

"Sudah cukup? Kalau sudah saya pamit," Ucapnya. Ia cukup mengkhawatirkan gosip di kampus yang pedas ini. Bisa saja kalau ia digosipkan menjadi selingkuhannya Bara. Yang bahaya adalah jika Naqiya bisa mempercayai gosip tersebut.

Bara berpikir sejenak sebelum menggeleng, "Ada yang mau saya tanyakan lagi, mungkin ini out of topic yang tadi."

"Apa itu?"

Bara mengeluarkan iPad dari dalam tasnya. Ia menunjukkan Cantiya sebuah power point mengenai sesuatu yang belakangan ini juga ia kerjakan.

Kening Cantiya berkerut. Ia sudah membaca judulnya tetapi masih tidak memahami maksud dosennya itu. "Gimana, Pak maksudnya?" Tanya Cantiya.

Cantiya sekalipun tidak bisa menjadi kandidat yang Bara percayai, karena untuk saat ini sepertinya memang ia tidak boleh percaya pada siapapun.

"Kamu cukup baca judulnya." Ucap Bara.

"Clothing?" Tanya Cantiya memastikan.

Bara mengangguk, "Kamu benar. Saya mau tanya kamu, outfit seperti apa yang istri saya suka sebelum hamil?" Tanya Bara. Pertanyaan itu tentu saja membuat kening Cantiya berkerut, bingung. "Saya nggak tau apa mungkin dia di luar kampus dan di dalam kampus pakai pakaian yang sama."

Bayi DosenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang