24 | Naqiya Ditelfon Siapa?

149K 11.5K 285
                                    

Pajero sport hitam milik Bara berjalan gagah melewati Naqiya yang tengah bercengkrama dengan sahabatnya. Naqiya sudah menghapal bahwa mobil ini adalah mobil kesayangan dosennya.

 Naqiya sudah menghapal bahwa mobil ini adalah mobil kesayangan dosennya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tiba-tiba mobil gagah itu menepi dan berhenti di pinggir. Entah lah, Naqiya hanya memperhatikan itu tanpa ambil pusing.

Cantiya memperhatikan mobil yang tidak asing itu berhenti. Posisi dirinya kini berada di atas motor dengan jalan perlahan mengikuti langkah Naqiya supaya mereka bisa sedikit berbincang-bincang dulu.

"Mobilnya Pak Bara bukan sih itu?" Cantiya bertanya pada sahabatnya untuk memastikan bahwa dirinya tidak salah orang.

Naqiya menangguk, "Iya, mobil Pak Bara. Kenapa? Mau nebeng kamu?" Naqiya meledek, "Kalo mau, motormu aku bawa pulang, terus ku gadaiin."

Cantiya menyikut sahabatnya, "Enak aja! Tapi rela sih, kapan lagi ditebengin Cha Eun Woo." Cantiya mulai berkhayal tinggi. Naqiya sudah biasa dengan sahabatnya yang seperti ini.

"Luh, kok bisa Cha Eun Woo?" Naqiya terkekeh.

"Ya gapapa, ganteng aja. Cha Eun Woo kan ganteng, Pak Bara juga ganteng. Mirip jadinya."

Teori darimana coba?

"Teori dari mana?" Tanya Naqiya.

"Dari Aubri Cantiya," bisiknya yang langsung disambut oleh tawa dirinya sendiri. Sementara Naqiya hanya bergidik ngeri. "Kamu pulang sama siapa, Nay, jadinya?"

Naqiya berpikir. Astaga dirinya lupa kalau ia tidak lagi pulang ke alamat yang sama. Jika ia pulang dengan Cantiya ke rumah Bara, pasti akan menimbulkan tanda tanya pada gadis itu

"Aku nunggu supirnya Abi, kamu duluan aja gapapa, Can," Ujar Naqiya. Sampai tahun jebot sekalipun supirnya Abi tidak akan datang.

"Beneran?"

Naqiya mengangguk yakin, "Iyaa beneran. Udah sana duluan aja."

Cantiya mengangguk dan menge'klik' helmnya, "Yaudah aku duluan ya, Nay. Dadah!" Dirinya berdadah lalu melaju dengan motornya.

Baru saja ia ingin memesan ojek online. Tiba-tiba ada pesan masuk lagi. Ya, kalian benar, pesan dari Bara Adichandra.

Pak Bara Dosen

Masuk sini

Mata Naqiya refleks langsung mendongak dan menatap ke arah mobil hitam itu. Kaca penumpang depan mobil itu perlahan terbuka, seperti mengode Naqiya untuk segera masuk.

Baiklah, ia turuti. Lebih baik juga ketimbang harus membayar ojek online. Ingat, sekarang Naqiya adalah seorang pengangguran. Ia harus pintar-pintar untuk menghemat.

"Udah lama, Pak?" Tanya nya berbasa-basi setelah gadis itu menutup pintu mobil.

"Empat puluh lima menit."

Naqiya menyengir sedikit merasa tidak enak. Hanya sedikit loh. "Ya mana saya tau kalo Bapak ngajakin pulang bareng. Bapak aja nggak bilang."

"Terus saya harus nelfon kamu dan nyuruh kamu masuk mobil pas masih ada temenmu itu?" Tanya Bara.

Benar juga pria itu. Bisa gawat kalau Cantiya mengetahui bahwa Naqiya pulang pergi diantar oleh dosen idamannya tersebut.

"Iya juga sih."

Perbincangan mereka terpotong karena ponsel Naqiya yang berdering, pertanda ada panggilan masuk. Dia mengecek siapa gerangan yang meneleponnya dan melirik Pak Bara. Bara acuh, tatapannya masih fokus pada jalanan.

Oke, berati baik-baik saja untuk Naqiya mengangkat telepon ini. Dirinya segera menggeser tanda hijau di ponselnya.

"Halo assalamualaikum, Nay," ujar seseorang dari seberang sana.

"Waalaikumussalam," jawab Naqiya sambil sedikit-dikit melirik Bara.

"Udah lama aku nggak nelfon kamu hehe. Nay apa kabar?" Tanyanya.

"Ah iya, Nay baik-baik kok alhamdulillah. Kenapa, Li?"

"Alhamdulillah kalo gitu. Nggak papa, cuma pengen denger suara calon istri sendiri nggak salah 'kan?"

'Ah begitu ya"

"Iya, oh iya gimana Nay kakak iparmu? Testpack yang kamu belikan kemarin itu gimana hasilnya? Apa Zahra hamil lagi?" Pria itu memberikan pertanyaan berbondong-bondong pada Naqiya.

"Oh testpack itu," Naqiya melirik Bara yang kali ini perhatiannya teralihkan karena Naqiya membahas perihal alat tes kehamilan.

"Iya, yang kapan hari aku ketemu kamu, Nay."

Naqiya menggigit bibirnya. Mati sajalah dia. "Kakak iparku belum hamil ternyata, Li. Mual-mual mungkin karena masuk angin," jawab Naqiya mengarang seadanya.

"Oh gitu..." Ali menjeda kalimatnya, "Semoga kamu nanti segera hamil ya, Nay, nggak lama setelah kita halal," ujarnya.

Apa-apaan coba laki-laki ini? Asal dia tahu, Naqiya saat ini sudah mengandung!

"Aku? Hamil?" Kebiasaan Naqiya mengulang kalimatnya, kali ini membuat Bara benar-benar penasaran kepada siapa Naqiya berbicara.

"Siapa?" Tanya Bara.

Buru-buru Naqiya memberikan kode diam dengan meletakkan telunjuk di bibirnya. Dia tidak mau Ali salah paham dan malah mengadukan semuanya ke keluarga besar.

"Li? Lisa? Linda? Limbad?" Tanya Bara, malah makin menjadi rasa penasarannya. Kalau mengarang itu yang benar aja, Pak! Batin Naqiya.

"Halo? Halo Naqiya?"

"Iy-ya Ali?"

Ah, habis, mulut Naqiya justru tidak bisa diajak berkompromi. Dia melirik Bara hati-hati, pria itu bergumam 'oh Ali' lalu melanjutkan mengemudi.

"Loudspeaker telfonnya, Naqiya," tambah Bara.

Sudah, habislah riwayat Naqiya.

🍀🍀🍀

Hai hai! aku balik lagi! Jangan lupa vote dan comment nya yaa biar aku makin semangat nulisnya hehe🤗

Bayi DosenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang