6 | Nikah Itu Enak

233K 13.3K 223
                                    

Hari ini Naqiya Adeeza tampak sangat anggun dengan abaya hitam dan pashmina moka yang ia gunakan untuk menghadiri acara maulid nabi yang diselenggarakan oleh neneknya. Hampir seluruh keluarganya datang, yup, acara sekaligus kumpul keluarga. Abi dan Uminya serta kakak laki-lakinya juga menghadiri acara tersebut.

Aufar datang membawa bayinya yang berumur belum ada setahun itu, serta tak lupa ia juga mengajak istrinya untuk menghadiri acara tersebut. Zahra dengan anggun menidurkan bayinya yang sedari tadi rewel.

"Rewel, Kak?" Tanya Naqiya yang melihat Zahra, kakak iparnya, kerepotan dengan tingkah keponakannya itu.

"Iya, Nay, ngga mau bobo dari tadi."

Naqiya mengelus kepala bayi tersebut seraya berbisik, "mana bisa bobo, Umi, orang tempatnya berisik gini, ya gak, Bayi?" Lalu dia terkekeh.

"Hih bener juga ya kamu, yaudah aku ke kamar dulu deh, Nay."

"Hati-hati Kakak!"

Naqiya lanjut bercengkerama dengan saudara-saudaranya. Melihat bagaimana pamannya mencoba bermain bersama sang cucu membuat Naqiya bahagia. Sepupunya sudah memiliki anak. Rata-rata perempuan seusianya sudah berkeluarga, maka dari itu terkadang kumpul keluarga seperti ini membuat Naqiya sedikit khawatir.

"Yusuf ganteng banget ciii, anaknya siapa ini?" goda Naqiya pada bayi yang digendong oleh pamannya.

"Cucunya Jad Abu, Khalati Naqiya," Ujar Abu yang kini mengecupi pipi bayi tersebut. "Yusuf mau digendong Khalati?"

Seperti bisa bahasa bayi saja, Abu langsung memberikan Yusuf kepada Naqiya, "Jangan rewel ya sama Khalati Nay," pesannya.

"Yusuf ganteng banget siiii," Sumpah, Naqiya gemas sekali pada bayi-bayi yang ada di keluarganya ini. Yusuf, anaknya Fatimah dengan pipi tembamnya benar-benar menggoda untuk digigit.

Tiba-tiba Fatimah, Uminya, dan tante-tantenya datang lalu menyeletuk, "Naqiya udah cocok jadi Umi, mau diminta kapan sama Ali?"

Ali siapa? Dalam hati Naqiya mendengus, pasti ada aja nama laki-laki asing yang dijodoh-jodohkan dengannya. Sungguh ia tidak akan menerima pernikahan itu sekalipun mereka menjodoh-jodohkan dirinya.

"Ah, belum Zainab sampaikan ke Naqiya, Kak, kalau ada yang memintanya lewat Bang Muhammad," ujar Uminya, "Namanya Ali, Nay, kapan hari dia memintamu ke Abi. Umurnya belum terlalu tua, tapi inshaAllah dia mapan dan bisa menghidupimu."

Sepertinya Naqiya sudah kebal, ia hanya tersenyum dan menimang-nimang Yusuf.

"Yusuf mau sepupu tu, Khalati Nay," celetuk Fatimah sembari tertawa. Naqiya mendengus.

"Udah yuk, Yusuf, kita pergi ajaa, Umi kamu ngeselin, bikin Khalati emosi," ujarnya masih dengan nada yang gemas. Sedangkan bayi itu hanya menatap Naqiya bingung.

Sekarang, Naqiya, Fatimah, dan Yusuf berada di teras halaman neneknya. Situasinya tidak seramai di dalam rumah megah sang nenek. Disini Naqiya masih bisa berbicara santai dengan Fatimah.

"Nikah tuh enak ta, Dek?" Tanya Naqiya.

Fatimah terkekeh mendengarnya. Fatimah lebih muda ketimbang Naqiya. Namun perempuan itu mengikuti tradisi keluarga dimana enikah lebih penting ketimbang kuliah, sehingga selepas SMA dia langsung dinikahkan dengan suaminya.

"Gak salah nih Kak Nay nanya gini ke aku?"

Naqiya mencubit Fatimah gemas, "emang salah nanya gitu?"

"Ya aneh aja, tumben Kak Nay bahas pernikahan. Kak Nay kan kaya manusia anti menikah," Fatimah terkekeh.

"HIH, yaudah jawab dulu dong, Dek!"

Fatimah mengangguk, "Enak, Kak. Rasanya kaya aku punya partner yang bisa selalu ada buat aku. Tau lebih kurangnya aku. Mau menerima aku apa adanya. Dan yang paling enak kasih sayangnya yang aku gak pernah kehausan soal itu."

"Hmm, ngurus Yusuf susah nggak? Gimana pernikahan kalian semenjak ada bayi?" Lanjut Naqiya bertanya.

"Justru pas hamil Yusuf, semuanya jadi super ngasih perhatian ke aku, apalagi suami kan, Kak. Orang aku juga hamil anaknya dia. Gila kalo aku ditelantarin."

"Tapi kamu kan masih muda, Dek. Apa nggak keberatan?"

"Ada beratnya pasti, Cuma sampai saat ini aku ngerasa berjuang bareng-bareng. Berbagi beban bareng. Toh kita juga udah halal, kemana-mana bawaannya tenang dari fitnah. Apalagi udah ada Yusuf juga jadi nambah kebahagiaan." Fatimah melirik Naqiya yang melamun, "Apa Kak Nay mau punya dedek bayi juga nih jangan-jangan?" godanya.

"NGGAKK!!"

Fatimah tertawa terbahak, memang Naqiya ini melesat jauh dari tradisi keluarga.

"Jangan ditunda, Kak, selagi mampu, coba dulu Kak. Buka hati buat Bang Ali. Lagipula aku kenal sama Bang Ali. Kaget juga dia langsung minta Kakak ke Khal Muh," jelas Fatimah.

Tiba-tiba ia membuka ponselnya dan membuka aplikasi instagram. Disana Fatimah melihat akun milik Ali dan menyodorkan foto lelaki itu.

Seketika Naqiya terkesima. Ali ini sangat tampan. Wajah Arabnya yang kental dengan hidung yang mancung nan indah. Alisnya sangat hitam dan rapi, sama seperti rambut yang ia miliki. Serius, Ali sangat tampan.

Namun, Naqiya berpikir lagi, saat ini dirinya bukanlah seorang gadis lagi. Harta berharga yang seharusnya dia jaga dan ia berikan pada suaminya kelak sudah tidak ia miliki. Apakah ia pantas mendapatkan suami seperti Ali?

Bayi DosenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang