106. If We Have a Chance

1.9K 220 24
                                    

By: salkachu

Pada musim semi ini, aku kembali menghabiskan waktu sendirian di tepi danau dekat rumah pohon yang selalu kita datangi bersama. Kamu ingat? Dulu sebelum kita resmi menjadi sepasang kekasih, ketika aku sedang sedih, kamu mengajakku kemari. Kamu bilang, rumah pohon ini dibangun oleh kakekmu. Kamu selalu ke rumah pohon setiap kali kamu sedang sedih dan butuh tempat pelarian.

Padahal saat itu. Aku sudah berusaha keras menyembunyikan kesedihanku. Aku tidak ingin siapapun mengetahuinya, termasuk kamu. Jika kamu selalu pandai mengatur ekspresimu, aku sebaliknya. Saat aku tengah bersedih, aku memang tak bisa menampilkan raut wajah yang menandakan bahwa aku baik-baik saja.

Berbeda dengan kamu.

Kamu selalu menutupi kesedihanmu dengan bola matamu yang bersinar serta senyuman cantikmu.

Ah, mengingat senyummu, aku jadi merindukanmu.

Chou Tzuyu, apakah kamu merindukanku juga?

Kamu di mana? Kenapa kamu tidak kunjung datang?

Aku menunggumu.

Aku selalu menunggumu.

•••

"Aduh!"

Aku mengaduh saat merasakan sesuatu menimpuk kepalaku. Ternyata kamu memukulkan buku dengan halaman tebal pada kepalaku. Aku menoleh, menatap kesal kamu yang menduduki bangku tepat di belakangku. Sementara kamu malah menunjukkan cengiran lebar khasmu yang memperlihatkan lesung pipimu.

Senyum kamu adalah jenis senyuman yang menyebalkan. Gara-gara senyummu, aku jadi tidak sanggup marah-marah kepadamu.

"Apaan sih? Nggak usah pake mukul segala!" omelku, mencebikkan bibir. "Sakit, tauk!"

Kamu tertawa. Tawamu serenyah remahan biskuit, tawa yang sangat natural dan menyenangkan untuk didengar. Rasanya aku ingin menjadikan suara tawamu sebagai nada dering ponselku.

"Nanti kita ke rumah pohon, yuk," ajakmu.

Satu alisku terangkat, "Mau bolos lagi?"

Sebenarnya aku tidak suka membolos ketika jam pelajaran berlangsung. Tetapi, semua itu tak masalah jika bersamamu. Bahkan aku rela diajak ke ujung dunia, asalkan bersamamu.

"Enggak, kok," Kamu menggelengkan kepala. "Kita kesananya setelah pulang sekolah."

"Oh, baiklah."

"Tapi... kita kesana sendiri-sendiri ya. Kamu duluan aja kesananya. Aku akan menyusul." lanjutmu.

"Kenapa?" tanyaku heran, biasanya kamu selalu ingin pergi bersamaku kesana.

"Tidak apa-apa."

"Memangnya kamu mau kemana dulu?"

"Turuti saja perkataanku." Kamu menyentil dahiku pelan. "Nanti juga kamu tahu sendiri."

Kebiasaan. Kamu selalu membuatku penasaran.

Kamu adalah gadis penuh kejutan.

"Taehyung," panggil kamu lagi.

"Iya Sayang?" sahutku dengan nada menggoda.

Kedua matamu melotot. "Ih, jangan memanggilku begitu!" Wajahmu berubah merona. Astaga, kamu lucu sekali. "Aku malu."

"Ya memangnya kenapa? Kamu kan pacarku, Chewy. Tidak ada salahnya aku memanggilmu begitu."

Kamu seperti kehilangan kata-kata. Aku mencubit pipimu gemas.

"Taehyung! Lepaskan!" Kamu memukul-mukul tanganku agar lepas dari pipimu. Aku terbahak. "Dasar alien jelek!"

EndlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang