I Died As You Collide (Alternate Ending)

424 18 0
                                    

《STONY》

A/N: Sebenarnya aku punya banyak Alternate Ending di Draft. Tapi aku belum selesai hingga pada akhirnya aku lupa ceritanya ;) *nervous wink*. Tapi berhubung aku lagi bersemangat, langsung saja aku buat Alternate Ending dari 'I Died As You Collide'. Air mata ku sudah kering, so I can do this with happiness on my face.

Enjoy!

~~~

Ini semua sudah berlangsung selama 2 minggu. Steve Rogers terbaring di atas ranjang Rumah Sakit dengan perban di sekitar tubuhnya, serta alat-alat Rumah Sakit yang dapat mempertahankan hidupnya. Tony berdiri di depan pintu dengan bouquet  bunga di tangan nya. Bodoh baginya untuk berpikir bahwa Steve akan membuka matanya dan mengatakan bahwa bunga itu sama indah nya dengan dirinya. Tetapi, apa salahnya berharap kan? Hati Tony terasa teriris melihat kekasihnya yang ia sayangi hanya dapat terbaring di atas tempat tidur Rumah Sakit seperti ini. Steve terlihat lebih kecil dari pada dirinya yang seharusnya. Steve seharusnya tidak terbaring di sini. Ini semua salahnya. Jika saja, Steve tidak datang dan menolongnya, pasti Steve tidak akan berakhir di tempat seperti ini. Steve terlihat sangat rapuh. Lebih rapuh, dari pada biasanya. Dia selalu menjadi panutan Tony. Kuat, tegar, cerdas, menyenangkan. Tetapi ketika Steve terbaring di ranjang Rumah Sakit seperti ini dengan keadaan yang mengenaskan, rasanya dia memilih untuk menimbang-nimbang kembali keputusannya untuk menjadikannya panutannya.

Tony berjalan mendekat dan duduk di atas kursi yang ada di samping ranjang Steve. Tony meletakkan Bouquet itu di atas nighstand di samping ranjang Steve. Tony menggenggam tangan Steve yang dibalut oleh IV dan perban. Dengan perlahan dan gentle, Tony mengecup tangan Steve yang terasa dingin itu. Rasanya sesak. Tony tidak pernah melihat Steve seperti ini sebelumnya. Dia pikir, Steve akan selalu menjadi orang yang kuat dan tahan dari segala bahaya yang menimpanya. Tetapi di luar dari itu, Steve hanyalah manusia biasa. Dia bisa sakit, bisa berdarah, dan bisa hancur. Bodoh bagi Tony untuk berpikir bahwa Steve imortal. Tony mengangkat kepalanya dan perlahan melihat kearah Steve yang masih menutup matanya. Tony meregangkan tangannya menuju pipi Steve yang terdapat luka lebam membiru di sana. Dia mengelusnya perlahan dengan punggung tangannya- merasakan halusnya kulit Steve. Sayangnya, warna dari kulit itu sudah tidak seperti yang terakhir kali ia lihat.

Dia ingat di saat mereka bersama. Sangat menyenangkan. Rasanya seperti setiap hari adalah Hari Valentine. Hanya ada cinta di udara, dan senyuman manis Steve yang mengelilingi hari-harinya. Tawanya yang membawa kebahagiaan di jiwanya sangat Tony ingat, dan itu membuat matanya memanas. Air mata mulai membanjiri matanya. Satu kedipan dari matanya, dan semuanya tamat. Tetapi... tidak. Dia tidak boleh menangis. Tidak di depan Steve. Tidak ketika Steve membutuhkannya untuk bertahan. Tony langsung memijat kelopak matanya. Dia tidak akan menangis untuk Steve. Karena dia belum meninggal. Dia masih di sana, tertidur dengan mimpi yang entah kemana. Tetapi Tony harus yakin dan percaya. Karena jika tidak... Steve akan... Well, Tony tidak bisa memikirkan kemungkinan buruk itu. Steve akan baik-baik saja.

.

.

.

"Tony..."

"Tony..."

"Ughhh..." Tony mengerang dari tempatnya. Dia tertidur dan dia tidak tahu sudah dari kapan. Kepalanya sakit. Apa keadaannya separah itu? Tony melihat sekitar, berusaha membuat pandangannya jelas di atas rasa sakit kepala yang benar-benar menyiksanya ini. Lagi-lagi, apa keadaannya separah itu? Ketika ia sedang kesulitan untuk fokus, dia mendengar suara tawa kecil di samping. Tawa yang familiar baginya. Tony menengok ke sebelahnya, tepat di mana suara itu bersuara.

EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang