The First Time I Pick You Up, I Will Never Leave You

1.1K 74 2
                                    

Rasanya sangat hampa berada dijalanan sendirian, tak punya uang, tak punya makan, dan tak punya keluarga. Salju turun membuat suasana menjadi dingin. Jaketnya yang buluk dan usang ia kenakan agar tidak merasa kedinginan, walau dia masih bisa merasakannya. Orang-orang berlalu-lalang seperti tak ada kasihannya pada bocah berumur 7 tahun itu. Sesekali bocah itu, Peter, melihat beberapa orang memasukkan beberapa uang receh padanya. Ya, walau tidak seberapa, tetapi uang itu cukup untuk membeli satu buah roti dan memakannya.

Hari ini adalah hari yang biasa saja. Tidak ada yang spesial. Hanya Peter yang duduk dijalan sambil mengemis meminta uang. Walau sebenarnya, yang dia jauh lebih butuhkan adalah kasih sayang. Kedua orang tuanya sudah tiada, sedangkan dia sudah tidak bisa membayar sewa rumah, membuatnya harus tinggal di jalanan.

Tepat di ujung jalan, dia bisa melihat seorang pria dengan anak laki-laki nya yang sedang bermain salju. Peter hanya bisa memerhatikannya sambil sesekali mengelap air matanya yang berjatuhan. Dia ingin kehidupan yang seperti itu. Dia tidak butuh yang bergelimang harta, tetapi yang bisa memberinya kasih sayang dan pengertian padanya. Kapan terakhir kali dia memiliki semua itu? Dia bahkan sudah tidak ingat. Terkadang dia bertanya-tanya, apa kehidupannya akan terus seperti itu? Ya, walau roda kehidupan selalu berputar, ia selalu merasa berada di paling bawah.

Saat dia sedang asik melihat hubungan anak dan ayah itu, tiba-tiba saja ada remaja nakal yang mengambil kaleng berisi uang koinnya itu. Peter berlari mengejarnya, berharap-harap cemas bahwa uang itu bisa kembali ke tangannya. Tetapi sayangnya, ia tergelincir dan terjatuh. Dia kehilangan remaja itu. Habis sudah harapannya. Uang nya lenyap. Dia mendengus kecewa seraya bangkit dari jalanan beku itu.

Saat ia baru saja berdiri, tiba-tiba ada hantaman dari belakang kepalanya. Dia membanting dirinya ke tembok disebelahnya membuatnya meringis kesakitan. Dilihatnya seorang remaja berbadan kekar yang terlihat sangat ingin memukulnya. Peter memutuskan lari, tetapi remaja itu mencekalnya. Di jaket Varsity merah nya terdapat tulisan 'Flash Thompson'.

"Wah... wah... wah... berani lari ya?" Ucap remaja yang diyakini bernama Flash itu. Peter hanya bisa meneguk ludahnya sambil berpikir bahwa hidupnya akan berakhir disini.

Flash memukulnya bersama para kawan-kawannya. Tanpa mengerti kesalahan yang ia perbuat, tanpa mengerti apa yang sebenarnya terjadi, ia selalu terkena pukulan. Seberapa keras suaranya meminta tolong dan permohonan berhenti, Flash tidak akan berhenti begitu saja. Setelah beberapa menit, ia berhenti diiringi dengan seringainya.

"Terimakasih. Kebetulan aku sedang kesal dan butuh pelampiasan. Dan kebetulan juga, aku bertemu dengan gelandangan miskin dijalanan ini. Sampai jumpa!" Serunya sambil berjalan dan tertawa, menghina seberapa buruknya Peter itu. Peter mencoba bangkit, tetapi dia merasakan sakit di tulang rusuknya.

Peter terduduk sambil memeluk kedua lututnya. Sudah tidak ada harapan. Semuanya kandas. Sepertinya ia harus bertahan satu hari ini tanpa makan. Dia juga harus berurusan dengan cuaca dingin yang bisa kapan saja membuatnya membeku. Tiba-tiba saja, dia melihat orang-orang berlalu-lalang sambil berteriak. Dia tidak tahu apa yang terjadi, tetapi yang jelas, pasti terjadi bahaya. Dia memutuskan untuk berlindung disamping tempat sampah di dalam sebuah gang-gang gelap disampingnya. Sepertinya, tidak begitu terlihat. Dia tidak tahu apa yang terjadi, tetapi ia bisa mendengar suara raungan yang asing baginya. Seperti hewan, tetapi bukan hewan. Dia tahu suaranya, tetapi orang-orang mendeskripsikannya sebagai monster.

Peter hanya terduduk disana sambil menangis, menahan dirinya agar tidak bersuara. Kedua lutut nya ia peluk sambil berharap bahwa dia masih bisa hidup hari ini. Dan tiba-tiba saja, entah dari mana, terlemparlah sebuah robot besi menabrak tembok di dalam gang-gang yang ia gunakan untuk bersembunyi.

Dia hampir saja berteriak. Seketika monster itu semakin dekat, dan robot itu mengeluarkan laser dari tangannya. Dia tidak tahu apa itu film, tetapi dari yang ia pernah dengar, robot itu mirip seperti di film-film.

EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang