I Miss You... Like, crazy!

657 29 1
                                    

《STONY》

A/N: Hey! Maaf membutuhkan waktu yang lama untuk update, karena pada dasarnya, aku sedang sibuk membuat cerita lain (bukan Avengers), tapi gak akan aku publish :) jadi pada dasarnya I spent all of my time for nothing.

Semoga kalian suka chapter kali ini! Enjoy...

~~~

Entah apa yang ada dipikirannya di masa lalu sehingga ia mau berkencan dengan seorang pria bertubuh bugar dengan mata yang bisa membawamu ke mimpi indah setiap malam. Faktanya, pria yang tengah ia pikirkan saat ini, adalah Steve Rogers. Seorang anggota kemiliteran. Lalu... apa yang salah? Well, Tony jadi jarang menghabiskan waktunya dengan Steve. Bisa dibilang... cukup jarang. Setiap Steve tak ada di sana, dan harus berperang di suatu tempat yang Tony tidak tahu di mana dan keadaannya seperti apa, Tony merindukannya. Like, crazy! Tony tidak bisa tidur dengan nyenyak. Mimpinya terbayang-bayang kemana-mana. Dia takut terjadi sesuatu pada Steve. Dia tidak bisa hidup tanpa Steve, dan dia ingin selalu ada Steve di hidupnya. Walau mungkin ia mendapat kabar sekitar 10 detik bahwa Steve baik-baik saja, Tony tetap kahwatir. Bisa saja, detik ke-11, Steve sudah tiada. Dia tahu, dia harus membuang jauh-jauh pemikiran itu, tetapi dia tidak bisa menolak realitas, bahwa Steve bisa terbunuh kapan saja.

"Halo, ini Steve Rogers. Aku sedang sibuk, jadi tolong tinggalkan pesan. Terima kasih..." Lagi-lagi voicemail. Tony tidak menyukainya jika Steve berada di tempat lain, dan dia harus mematikan ponselnya, atau tidak mengangkat telpon dari Tony. Tony tidak bisa dibuat menunggu seperti ini. Dia paham dengan kesibukan Steve, tetapi dia hanya... tidak sabar.

"Steve, kalau kau mendapatkan pesan ini, tolong telpon aku. Aku butuh kabar mu. Good luck there, sweetie." Tony mengakhirinya di situ. Steve adalah hidupnya, dan dia tidak tahu bagaimana hidupnya nanti tanpa kehadiran Steve di sisinya. Dan dia harus tahu, kabar dari Steve. Steve sudah meninggalkannya untuk bekerja selama 2 minggu, dan dia sangat merindukan Steve sekarang. Ya, 2 minggu memang waktu yang bisa dibilang singkat, dan aneh jika dibilang, 'Tony merengek karena ia merindukan Steve'. Tetapi itu faktanya. Dia jarang keluar untuk rapat, dia jarang ke luar untuk bersosialisasi, banyak hal yang dia tinggalkan untuk sibuk menunggu orang yang ia tahu tidak akan pulang begitu saja. Dia hanya menyubukkan dirinya di lab, dan membuat produk iseng yang pada akhirnya ia buang. Pepper sudah mencoba untuk membujuknya untuk keluar dari Penthouse, tetapi Tony lebih keras kepala dari itu. Pepper bahkan berbohong pada Tony- mengatakan bahwa Steve menelponnya untuk mengecek keadaan Tony dan bilang, bahwa Steve ingin Tony kembali produktif. Seharusnya Tony tidak percaya. Tetapi nama 'Steve' adalah mantra baginya. Mantra untuk terus melanjutkan hidup.

2 Minggu kemudian...

2 minggu lainnya berlalu. Tidak sulit, tidak mudah. Setidaknya, Tony tahu bahwa Steve masih hidup. Steve masih ada di sana, dan akan pulang untuknya. Walau Steve dan Tony tidak tahu kapan, tetapi setidaknya Steve sendiri sudah menjanjikannya pada Tony. Dan Tony tidak akan membuang kesempatannya untuk bertahan. Saat ini, Steve memiliki waktu luang selama 2 menit. Walau tidak banyak, tetapi itu adalah waktu terlambat yang belum pernah Tony dapatkan. Dia bisa mendengar suara Steve, dan mendengarnya hingga suara jantungnya melambat. Setiap cerita, dan pengalaman, dia ceritakan dengan singkat agar dia dan Tony bisa menceritakan cerita mereka masing-masing.

"I miss you, Steve..."

"I miss you too..."

Dan dengan begitulah, waktu 2 menit mereka usai. Tony tidak ingin menutupnya. Dia menunggu hingga Steve yang menunggunya, dan dia sempat mendengan hembusan napas Steve yang seakan-akan bisa ia rasakan juga. Tanpa ia sadari, air mata perlahan-lahan jatuh dari matanya. Dia merindukan Steve. Dan 2 menit itu adalah 2 menit terhebat yang bisa ia dapatkan dalam hidupnya. Hanya 2 menit untuk mendengar suara berat Steve, dan semua cerita yang ia tahan, harus ia ceritakan dengan singkat. Mereka tidak saling memotong. Mereka hanya mendengarkan, lalu berkomentar. Karena mereka tak ingin membuang-buang waktu. Intinya, suara Steve kali ini, akan ia ingat, dan ia jadikan penopangnya. Dia akan menjadi kuat untuk Steve. Agar Steve, bisa kuat juga di sana.

Mungkin 4 minggu sudah berlalu. Tetapi Tony merasakannya seperti 4 tahun. Mungkin berlebihan, tetapi itulah kenyatannya. Steve tidak memberikan pesan apapun setelah telpon 2 menit itu. Tetapi suara Steve masih diputar dengan manis di pikirannya. Ketika Tony tidur, dia akan memeluk bantal kepala Steve, dan mengulang suaranya di dalam pikirannya. Suara berat yang manis, yang bisa membuatnya sesak napas. Hanya Steve.

.

.

.

Tidak ada kabar. Minggu ini tidak ada kabar. Minggu ke-5 dan Tony merasa terpuruk. Dia tidak pernah tidak menerima kabar sebelumnya. Tapi kali ini terasa mencurigakan. Tony berusaha berpikir positive, mengatakan kepada dirinya: Steve baik-baik saja. Steve baik-baik saja, dan dia membutuhkan Tony yang kuat untuk bertahan. Tony ingin percaya itu, tetapi Steve bukannya sedang liburan atau menjilat kepala pemerintah untuk mendapatkan uang. Tetapi dia berperang. Dia berperang antara hidup dan mati untuk Negara yang ia perjuangkan. Tony berusaha untuk tenang, dan mencoba untuk berpikir, bahwa Steve baik-baik saja. Walau dirinya selalu menangis di malam hari. Menangisi pria yang entah sedang di mana.

Minggu ke- 5 terasa hambar, begitupun minggu ke 6, dan ke 7. Sangathambar. Tidak ada kabar sama sekali. Ketika Tony menelpon, yang menyambung hanyalah voicemail, tanpa suara Steve lainnya yang siap menyapanya. Dia tidak tahu alasannya, tetapi dia berusaha untuk berpura-pura tidak peduli. Tidak ada kabar dari Steve, dan hatinya hancur. Kemungkinan-kemungkinan yang selalu ada di pikirannya adalah perselingkuhan, Steve sedang sibuk, atau... mungkin Steve mati? Ah, tidak. Tony menggeleng kepalanya tanpa memikirkan sampai ke sana. Steve tidak boleh mati. Lebih baik Steve meninggalkannya dari pada mati. Dia sudah biasa di tinggalkan. Tetapi dia tidak mau kematian. Tidak jika itu Steve.

.

.

.

Minggu ke- 9. Ya, ini menyebalkan. 9 minggu, Tony mengurung dirinya dan berpura-pura tidak mengetahui apa-apa. Dia tidak mempunyai gairah untuk melakukan apa-apa. Jika tidak ada kabar baru dari Steve, maka ia tidak akan kembali memulai harinya. Karena bisa saja, diluar sana, Steve sedang menderita. Tidak adil bagi Steve untuk menderita di luar sana sedangkan Tony malah bersenang-senang dengan teman-teman sosialisasinya. Ini tidak adil sama sekali. Kenapa Steve? Kenapa harus dia? Kenapa Steve harus ke luar sana dan melakukan itu?

Lagi-lagi Tony menangis. Ia membungkus dirinya diatas tempat tidurnya dengan selimut. Dia hanya ingin bersedih. Dia tidak tahu di mana Steve-Nya, dan ini semua... terlihat tidak adil. Dia tidak bisa menahan tangisannya lagi, dan dia merasa mual dengan semua ini. Ketika ia mendengar suara ketukan di depan pintunya, dia tahu itu pasti Pepper. Pepper selalu memaksanya untuk melakukan sesuatu. Well, guess what, he doesn't want it.

"Pergilah!" Tony mengerang dengan kesal. Dia tidak ingin Pepper. Dia mau Steve. Dia mau the love of his life nya.

"Jadi... aku apakan ini?" Jika itu Pepper, maka mungkin ia akan berteriak lagi untuk mengusir Pepper dari kamarnya. Tapi kali ini, suaranya tidak mirip seperti suara Pepper. Tony membalikkan badannya untuk menghadap suara yang familiar itu. Ketika ia membalikan badannya, orang itu benar-benar ada di situ. Berdiri seperti orang bodoh dengan senyumannya yang menampilkan deretan giginya sambil memegang bucket bunga di tangan kirinya, dan satu kotak donat di tangan kanannya. Pria itu, pria yang sangat ia rindukan.

"H-How?"

"Surprise!" Tony ingin sekali menamparnya karena membuatnya khawatir setengah mati. Tetapi dia bisa apa. Alih-alih menamparnya, Tony malah berlari, lalu memeluknya dengan erat. Steve tertawa karena ekspresi pacarnya yang manis itu. Steve tidak tahan, lalu memelluknya jauh lebih erat. Tony tidak peduli dirinya tengah diremas seperti ini, karena dia bahagia. Yang terpenting, dia bahagia dan Steve bahagia. Jika ada mereka di dunia ini, maka seluruh dunia terasa seperti akhir dari fairytale yang selalu berakhir bahagia.

~~~
Cuman ingin bilang:
Selamat menjalankan Ibadah Puasa untuk yang menjalankan! Semoga puasanya lancar ya...  😊 maafin Author jika ada salah kata atau mungkin ada chapter yang menyinggung. Atau curcol Author yang sebenarnya gak penting tapi malah diselipin. Mohon dimaafkan kelalaiannya...

EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang