Just For Your Love

425 28 3
                                    

(PDS)

A/N: Sebenarnya Author gamau update sekarang. Mau tunggu nanti pas 4 chapter yang lagi on going kelar. Biar bisa update sekaligus. Tapi Author accidentally nonton Morbius (yang Author gatau ternyata film Marvel), dan Author benar-benar excited karena di after credit scene nya (biasalah, Marvel) ada salah satu villain Spider-Man yang potentially akan ngelawan Peter di next Spider-Man. Aftermath dari "No Way Home". TAPIII... dia mendarat di Universe Sony boss.... Apa nanti Andrew comeback

FYI: Morbius made a better Batman than Batman himself.

~~~

Kegelapan mulai melanda dirinya. Seharusnya dia tahu bahwa perampok bersenjata teknologi tinggi sendirian bukanlah hal yang bagus. Pada akhirnya, dia terjatuh dari atap gedung sebuah bank dan mencederai dirinya sendiri. Sebelum penglihatannya mulai berkurang, dia sempat mendengar sebuah suara. Suara yang sangat familiar untuknya. Suara yang selalu ia dengar secara berulang- seperti rekaman yang rusak. Tony- mentornya. Dia mengatakan sesuatu. Ya, Peter tahu. Tetapi dirinya sudah terlalu lelah untuk mendengarkan apa kata ayah angkatnya itu.

Tetapi apa pun itu, Peter berharap bahwa itu bukanlah sebuah gumaman kekecewaan. Karena dia tidak bisa menghadapi ayahnya yang kecewa padanya. Dia tidak bisa mengecewakan ayahnya- apa pun yang terjadi. Dia ingin bangkit. Dia ingin kembali melawan penjahat itu dan membuat ayahnya tersenyum ke arahnya dan berkata kepada para anggota Avengers lainnya: 'hey! Itu putraku!'. Tetapi apalah daya. Ketika ia berusaha berdiri lagi, semuanya mendadak gelap. Tak ada yang bersisa.

Apa ini sudah saatnya dia mati? Ah... tidak. Hal seperti ini tentu saja sudah terjadi berkali-kali. Dia melihat ayahnya terbaring di Medbay tak berdaya untuk waktu yang lama. Dia sendiri sudah pernah merasakan hal yang sama beberapa kali. Dan pada akhirnya, tidak ada yang mati tuh. Mungkin karena terlalu tenang, dia sampai bersikap dramatis. Jika dia berteriak kesakitan saat ini juga, dia yakin dia tidak akan berpikir sampai sejauh ini. Dia akan sangat kesakitan dan meremas tangan siapa pun yang tengah ia genggam saat ini.

Iya juga... seseorang sedang menggenggam tangannya. Tapi siapa ya? Peter tidak bisa menebak orang itu. Tidak ada suara atau hal lain yang menandakan identitas orang itu. Mungkin ayahnya. Itu jawaban paling jenius yang bisa ia keluarkan dari otaknya yang tidak terlalu sadar itu. Walau ada beberapa bagian yang rasanya entah seperti nyeri dan mati rasa, Peter tidak memiliki keinginan untuk sadar dan mencoba mencari tahu. Mungkin ada baiknya dia istirahat. Karena itu yang dilakukan orang sakit kan?

.

.

.

Ketika ia membuka mata, semuanya terang. Tidak ada kegelapan. Tetapi tidak ada genggaman tangan yang memberikan beban berat di lengannya juga. Dan entah kenapa, rasanya seperti... bebas. Tak ada tekanan. Dia membuka matanya dengan santai- seolah-olah baru terbangun dari tidur malamnya. Walau dirinya saat ini, tidak berada di kamarnya. Dia berada di sebuah taman bunga yang indah. Sebuah tempat yang Peter tidak pernah tahu ada. Apa seharusnya begini?

Peter mencoba untuk bangun dari tidurnya dan menggunakan kedua sikutnya untuk mengangkat tubuhnya. Peter sempat melihat keliling untuk mengagumi pemandangan di sekitarnya. Bunga mawar, lili, tulip, dan jenis bunga warna-warni lainnya yang membuat matanya besinar. Sangat indah. Cantik. Dia belum pernah melihat yang seperti ini. Dia tinggal di tengah kota, yang which is membuatnya jarang menemukan pemandangan yang seperti ini. Tetapi anehnya, tempat ini sepi. Tidak ada satu manusia pun. Hanya bunga-bunga di sekeliling yang bisa ia kategorikan sebagai 'makhluk hidup lain' selain dirinya.

EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang