I Hope I Could Do More

1.1K 67 7
                                    

A/N: Belum bikin aja udah sedih dong... :""

Aku gak begitu tahu apakah RDJ bener-bener nyanyiin itu, atau pitch dari Coldplay direndahin, atau mungkin dari penyanyi cover lain yang diambil dan claim  RDJ yang nyanyi? IDK, you guys can tell me :)

Aku udah nonton beberapa video RDJ nyanyi, tapi disini agak beda. Makanya aku agak curiga. Tapi kalo RDJ beneran cover Scientist, that's super cool! 'Cause that is my favorite song!

Okay, daripada intro nya kepanjangan, kita mulai aja.

Enjoy...

~~~

Dia hanya bisa menatap kesana. Kenangannya kembali sekilas kewaktu dimana dia hanya merupakan seonggol daging hidup yang tak memiliki tujuan. Obsesinya akan minuman dan industri persenjataan sempat membutakan dirinya. Tapi lihatlah dia sekarang, Tony Stark! Pria hebat yang bisa memiliki segalanya dalam hidupnya dengan jalan yang lebih baik.

Apa yang bisa membuatnya berubah secepat kilatan petir di langit? Tentu saja putranya, Peter Parker.

Dia ingat sekali waktu Peter mengeluarkan tangisannya pertama kali. Dia ada disana, dan dia ingat betul wajah Peter saat itu. Dirinya menggendong tubuh kecil Peter yang  menggeliat sambil mengeluarkan air matanya. Perlahan, Tony mengecup hidung Peter hingga bayi itu tenang.

Peter sangatlah spesial baginya. Dia bukan hanyalah anak baginya, tetapi juga kehidupan. Setelah Peter lahir, Tony berhenti menyentuh minuman-minuman itu, dan menghentikan industri persenjataan. Dia ingin mencontohkan sesuatu yang baik pada putranya. Sesuatu yang akan dipelajari dan diikuti oleh Peter kedepannya. Sikap dingin dan perlakuan ayahnya padanya selalu menghantui pikirannya dan selalu menjadi bayangan baginya. Dia tidak ingin Peter merasakan hal yang sama sepertinya. Dia tidak boleh bersikap seperti ayahnya pada Peter.

Peter adalah anak yang manis dan juga murni. Paling jujur, dan juga paling luar biasa yang pernah ia temui. Peter selalu memberikan sunggingan cerianya dan binar bercahaya dimatanya. Tony selalu mengingatnya. Semua hal indah tentang Peter bagaikan sebagian besar dari memorinya. Bahkan seluruh hal luar biasa dan membahagiakan yang terjadi dalam hidupnya adalah ulah Peter. Yap, anak itu.

Anak malang yang saat ini tengah tertidur pulas diatas kasurnya dengan noda merah di sprei warna putihnya membuat mata Tony menatap horor. Rasanya seperti hari ini ia baru saja mengucapkan 'selamat malam' pada Peter. Rasanya seperti hari ini ia baru saja membacakan cerita pengantar tidur kesukaan Peter. Rasanya seperti hari ini ia menghabiskan seluruh umur yang ia miliki bersama Peter. Tetapi kenapa? Kenapa semua ini terjadi secepat angin yang melesat pergi.

Tony berjalan perlahan mendekati anak berumur 7 tahun yang tengah menutup matanya itu.

Tidak...

Peter sudah tiada. Dia bukan tertidur lagi, tetapi sudah tiada!

Tony mengelus tiap tekstur dari kulit lembut anak itu, berharap si bocah bisa merasakan sentuhan ayahnya yang menenangkan itu dan membuka matanya untuk Tony seorang. Sebagai ayah, mata Tony tidak bisa tahan melihat 5 bekas tusukan yang menancap disekitar paru-paru Peter. Orang mana yang tega melakukan ini untuk sekedar anak berumur 7 tahun? Tony tidak bisa menahan air matanya lalu menjatuhkan seluruh wajahnya pada tubuh putranya. Dipeluknya tubuh mungil Peter yang sudah berwajah pucat itu. Tubuhnya sangat dingin sedingin es. Perut dan dadanya sudah tidak mengeluarkan pergerakan keatas dan kebawah.

Tony menangis sekencang yang ia bisa sambil mengecup lembut segala sisi di tubuh Peter yang bisa ia temui.

Dia sangat tahu mengenai ketakutan Peter pada saat tidur dimalam hari. Tony akan selalu menemaninya sepanjang malam sampai ia tertidur pulas. Tapi apa yang ia lakukan sekarang? Anak itu ketakutan, meronta-ronta meminta pertolongan dari satu-satunya orang yang ia percaya akan langsung datang, satu-satunya orang yang dikenal sebagai pahlawan super- Iron-Man itu tidak datang. Tony selalu ada untuk Peter. Untuk menemaninya, untuk menolongnya, tapi kali ini ia gagal.

Para Avengers ada disana. Mereka memberikan Tony ruangan untuk mencerna segalanya. Membiarkan Tony berteriak sekeras keinginannya, seakan-akan hal itu bisa membawa Peter kembali. Mereka juga memastikan bahwa saat ini, Tony tidak akan melakukan hal yang bodoh.

"Peter, my baby, kembalilah. Ayah minta maaf tidak bisa menjagamu. Ayo kemarilah dan kita bermain bersama lagi." Lirihnya seperti orang gila. Dia terus mengguncangkan tubuh tak bernyawa itu, berharap Peter akan membuka matanya dan tersenyum iba padanya. Sayangnya itu hanyalah dalam khayalnya. Kenyataannya, Peter sudah tiada dan tidak bisa bangkit lagi. "Ayo kita merakit Lego lagi. Hey, Pete!" Dia mulai kehilangan kesadarannya. Ia ingin memaki anak dipangkuannya saat ini karena memainkan prank tidak jelasnya pada ayahnya. Peter sering bermain prank pada Clint, dan para Avengers sering menatap gemas pada Peter. Tetapi ingatlah, ini bukan prank. Ini kenyataan. "Pete, dengar ayah. Kau adalah orang paling kuat yang belum pernah ayah lihat sebelumnya. Kau bisa, bernafaslah. Ikuti pergerakan ayah. Kau bisa Pete!" Tony terus mengguncangkan tubuh Peter sambil meletakkan tangan kecil Peter di dadanya. Berharap Peter mengikuti gerakan nafasnya.

Steve merasa ini semua sudah diluar kendali. Ia berusaha berjalan mendekat kearah si jenius itu dan menepuk pelan pundaknya.

"Tony." Steve mengucapkannya sepelan yang ia bisa. Tony tidak mau menatap Steve. Ia hanya ingin melihat anaknya. "Tony, Peter sudah tidak ada." Ucapnya. Tony langsung menatapnya dengan segala amarah yang tertampang di wajahnya.

"KAU BOHONG ROGERS! PETER ADA DISINI, IA BAIK-BAIK SAJA!" Steve masih menatapnya khawatir. Yang lainnya juga. Mereka takut, Tony menyakiti dirinya sendiri, dan juga mayat Peter. "Dia hanya... sedikit kedinginan dan..." Tony kehabisan kata-kata. Steve mulai menarik bahu Tony, berusaha menjauhkan Peter dari Tony.

Tidak lama kemudian, para pihak Rumah Sakit membawa tubuh Peter untuk siap dikuburkan keesokan harinya.

Rasanya malam itu adalah malam penuh teror untuk Tony. Senyum manis putranya, binarnya, ucapan dan tingkah lucunya, tidak akan pernah ia lihat lagi. Dia tidak sanggup. Sudah 2 tahun setelah kematian Peter dan tiap malam rasanya sama. Walau darah diatas sprei putih itu sudah hilang. Walau mayat anak kecil tak berdaya itu sudah diangkat. Walau tiap malam menampilkan bentuk dan cahaya dari bulan yang berbeda. Tiap malam rasanya tetap sama. Malam yang menampilkan betapa sengsaranya anak itu. Malam dimana Peter Benjamin-Stark harus kehilangan nyawanya saat itu. Malam dimana segala harapan, tujuan hidup, dan motivasinya sudah sirna.

Tony duduk dimeja kerja favoritnya. Biasanya Peter akan berjalan perlahan menuju arah pangkuan Tony untuk mengganggu ayahnya bekerja. Tapi kali ini, tidak ada lagi langkah kecil yang selalu mengukir senyumnya itu. Semuanya sudah berakhir baginya.

Tony melihat sebuah pistol di laci meja kerjanya. Senjata yang kerap ia siapkan, just in case ada bahaya yang datang. Ia mengisi pelurunya dan mengarahkannya pada kepalanya sendiri. Pandangan terakhirnya berjalan kearah sebuah bingkai foto dimana ada dia dan putranya. Ia pikir ini adalah jalan yang tepat. Dan setelah hitungan ke...

3...
2...
1...

Suara tembakan berhasil bergema diseluruh ruangan, menampilkan sang Tony Stark yang terkulai dilantai dengan darah segar yang mulai mengalir dari kepalanya.

"Aku sudah melakukan dosa terbesar seorang ayah."

~~~

So yeah, hope y'all like it!

EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang