Eccedentesiast

Be Your Friend

《STONY》

A/N: This one gonna be very very different so I'm sorry. Beberapa orang gak suka jika fanfiction agak OOC, so I already warn you. 100% fanfiction.

~~~

Lincoln Middle School adalah salah satu Sekolah Menengah Pertama yang cukup terkenal di New York. Diisi oleh anak-anak menengah atas yang pintar dan juga memiliki latar belakang keluarga yang bagus. Steve Rogers, seorang anak berumur 13 tahun dari Brooklyn ini tampak sangat bersemangat untuk menyambut hari pertama nya bersekolah sebagai satu-satunya anak pemegang Beasiswa di Lincoln Middle School. Dia memang bukan berasal dari keluarga kelas atas walau ayahnya adalah seorang tentara, dan ibunya adalah seorang perawat. Tetapi itu tidak penting baginya. Ia yakin, dirinya akan mendapat banyak teman di sekolah barunya. Dia memang anak yang optimis dan juga sangat polos. Sangat pintar dan juga menggemaskan. Dia berjalan kaki menuju sekolah barunya dengan pakaian rapi nya dan memasuki gerbang besar itu dengan penuh semangat. Dilihatnya bangunan besar sekolah itu bak istana Victoria (kalian bayangin aja Oxford ya). Banyak murid seukurannya yang tampak berlalu-lalang dengan pakaian rapi mereka yang tidak kalah keren itu. Steve baru saja ingin berjalan memasuki pintu besar itu ketika dirinya mendapatkan sekelompok anak-anak yang tampak membicarakan seseorang yang keluar dari mobil Limosin hitam yang mengkilap itu. Steve langsung membalikkan tubuhnya dan mengarahkan pandangannya pada gerbang depan yang tadi. Tidak disangka, orang yang dia temukan, adalah seorang anak berambut hitam dengan mata cokelat nya dan juga pakaian rapi nya yang mewah itu. Dia dikenal sebagai Tony Stark. Satu-satunya putra dari si pengusaha besar dan terkenal, Howard dan Maria Stark. Dia mengenalnya karena dia sering terlihat di TV. Steve yakin mereka tengah membicarakan Tony yang ternyata bersekolah di sekolah yang sama dengan mereka. Tetapi karena itu bukan urusan Steve, dia hanya menganggapnya sebagai hal yang tidak perlu ia ambil pusing.

Hari pertama sekolah bisa dibilang hari yang tidak cukup baik untuknya. Setelah guru menyebarkan berita bahwa Steve adalah anak yang mendapat Beasiswa, anak-anak lain langsung memandangnya jijik. Seakan-akan Steve bukanlah anak yang sekelas dengan mereka dari materi. Steve sering di sindir oleh anak-anak lain dan dianggap mengganggu. Ya, walau begitu, ia tidak terlalu peduli. Steve hanya mendengarnya lalu tidak memasukkan nya ke hati. Dia selalu mencoba percakapan kepada beberapa anak yang menurutnya bisa ia ajak berkenalan, tetapi ternyata, anak itu juga berpikiran bahwa Steve tidak sama berkelas nya sepertinya. Dan pada akhirnya, ia menyerah.

"Hari yang buruk huh?" Steve menghadap ke asal suara. Seorang anak berambut hitam itu yang mengatakannya. Tony Stark. Ia hanya duduk sendiri sambil membaca sebuah buku yang Steve percaya berisikan rumus Fisika. Dia agak shock mendapatkan Tony hanya sendirian di situ. Ternyata di kelas ini tinggal tersisa dirinya dan Tony yang duduk berjauhan.

"Ya. Mereka tidak mau berteman dengan ku." Ucap Steve dengan nada sedihnya. Tony hanya diam dengan tatapan acuh tak acuh nya. Dia memang anak yang agak sombong jika dibilang.

"Seperti seharusnya." Tony mengucapkannya sebagai salah satu sarkas nya. Suatu hal yang ia dapatkan dari ayahnya. Dia bahkan mengucapkannya tanpa merasa bersalah sedikit pun. Tetapi walau begitu, Steve tidak merasa kecewa. Dia malah tertawa kecil mendengarnya. Mendengarnya, Tony langsung mengalihkan pandangannya kepada Steve. "Ada yang lucu?" Tanya nya.

"Kau lucu. Aku suka kau. Kau mau jadi teman ku?" Itu terlalu cepat, sungguh. Tetapi bagi Steve yang polos dan hanya ingin memiliki teman, dia mengucapkannya begitu saja tanpa keraguan. Wajah Tony langsung memanas dan berubah menjadi berwarna agak kemerahan. Steve semakin tertawa dan hal itu membuat Tony malu dan menutup wajahnya dengan buku nya.

"Hentikan! aku tidak lucu! dan kau tidak boleh menertawakan ku! Aku juga tidak mau menjadi teman mu." Steve masih menaruh senyumnya pada bibirnya itu. Walau kalimat itu terkesan menghina, Steve tidak menganggapnya begitu.