17. Kartu Kredit

28.7K 1.6K 54
                                    

Mendengar pertanyaan Bibi barusan, Nick pun langsung salah tingkah. Sebab ia memang tidak shalat. "Jangan sembarangan!" ucapnya, kesal.

"Hehehe, maaf, Tuan. Syukurlah kalau memang Tuan shalat. Soalnya Nyonya pasti kecewa kalay ternyata Tuan berbohong," sindir Bibi. Ia sengaja karena ingin Nick berubah menjadi lebih baik.

Nick tidak menjawab Bibi. Sebab apa yang Bibi katakan memang benar. Sehingga Nick sibuk memikirkan bagaimana jika ternyata Ima kecewa terhadapnya. Rasanya ia tidak sanggup mengahadapi momen seperti itu.

"Bi!" ucap Nick.

"Iya, Tuan?" tanya Bibi yang sedang merapihkan dapur itu.

"Euh, gak jadi," ucap Nick. Ia hampir saja kelepasan menanyakan di mana lokasi masjid komplek tersebut. Beruntung Nick langsung ingat. Jika sampai ia menanyakan hal itu, maka Bibi akan tahu bahwa dirinya tidak shalat.

Tak lama kemudian Ima kembali ke meja makan. "Mas mau makan apa?" tanyanya.

"Itu sama itu aja," ucap Nick sambil menunjuk beberapa lauk yang ada di meja.

Ima pun menyendokkannya. Ia tidak tahu suaminya itu sedang salah tingkah karena merasa berdosa padanya.

"Selamat menikmati. Semoga Mas suka sama masakan aku," ucap Ima. Kemudian ia pun mengambil makanan untuknya. Lalu duduk di samping Nick.

Saat Nick hendak menyuap nasi, Ima tiba-tiba berdoa. "Bismillah ...," ucapnya. Ia tidak bermaksud menyindir Nick. Ia pikir suaminya itu sudah berdoa di dalam hati. Namun Nick yang memang belum berdoa pun merasa tersindir.

"Aku sampai lupa berdoa saking semangatnya mau mencicipi masakan kamu," jelas Nick. Padahal Ima tidak bertanya sedikit pun.

"Ya ampun, Mas. Segitunya, hehe. Ini kalau sampai masakannya gak enak, aku yang malu nanti," ucap Ima. Ia terkesima karena suaminya sangat antusias.

"Dari aromanya saja sudah jelas, ini pasti enak," ujar Nick.

Kemudian ia pura-pura berdoa dalam hati sambil menunduk dan komat-kamit. Sebab Nick lupa bagaimana doa makan. Setelah itu barulah ia menyantap makanannya tersebut.

'Astaga, aku jadi merasa seperti anak TK yang tidak tahu apa-apa,' batin Nick. Ia tidka tahu, bahkan anak TK saja sudah hafal doa makan.

Setelah itu Nick menyuap satu sendok makanan yang ada di hadapannya. "Wooww, ternyata rasanya melampaui ekspetasiku," puji Nick saat menikmati masakan Ima.

Ima menoleh ke arah Nick. "Maksudnya gimana, Mas? Enak gak?" tanya Ima. Ia khawatir akan selera suaminya.

Nick mengacungkan kedua jempol sambil mengedipkan sebelah matanya. "Mantap! Kayak kamu," ucap Nick, genit.

"Iih, Mas nih!" ucap Ima malu-malu.

"Tapi serius, masakan kamu enak banget. Sesuai dengan seleraku," ucap Nick sambil menatap Ima.

"Alhamdulillah kalau Mas suka," ucap Ima.

Mereka pun melanjutkan makan malamnya bersama. Bibi sangat senang melihat keharmonisan mereka. 'Ya Allah, semoga Tuan dan Nyonya bisa romantis terus sampai maut memisahkan, aamiin,' batin Bibi.

Sampai saat ini Bibi belum mengetahui tentang Amber. Sehingga ia pikir Nick memang mencintai Ima.

Selesai makan malam, mereka bersantai di depan televisi.

"Mas, besok aku mau ke toko dan ada jadwal ngajar. Mas ngizinin aku tetap beraktifitas seperti biasa, kan?" tanya Ima.

Nick yang awalnya menikahi Ima karena maksud tertentu pun memang tidak memintanya cuti. Sehingga besok Ima sudah harus beraktifitas kembali.

"Memangnya kamu tidak cuti?" tanya Nick. Saat ini ia menyesal karena tidak merencanakan bulan madu dengan Ima. Padahal waktu itu ia beralasan belum sempat bulan madu karena sibuk.

"Enggak, Mas. Kan gak ada rencana ke mana-mana. Mas juga sibuk kerja, jadi untuk apa aku cuti?" sahut Ima.

'Benar juga. Ah, bodohnya aku! Harusnya sejak awal aku memintanya cuti selama satu minggu,' batin Nick.

Ia ingin melarang Ima bekerja. Namun jika di rumah pun Ima tidak memiliki kegiatan, sedangkan dirinya pasti sibuk di kantor.

"Ya sudah kalau begitu. Tapi aku harap kamu bisa membagi waktu dengan bijak. Jangan sampai aku pulang dari kantor, kamu belum ada di rumah!" pinta Nick.

"Siap! Aku gak mungkin mengabaikan kewajibanku sebagai istri. Meski sibuk di luar, urusan suami tetap nomor satu," sahut Ima, yakin.

Sebagai ustadzah, tentu Ima menyadari prioritasnya. Sehingga ia tetap mengutamakan kepentingan Nick meski dirinya sibuk.

"Syukurlah kalau begitu. Memang kamu mau pergi ke toko apa?" tanya Nick. Ia belum tahu bahwa istrinya memiliki toko pakaian.

"Hem, cuma toko pakaian kecil sih, Mas. Tapi lumayanlah, buat nambahin uang jajan aku, hehe," jawab Ima.

Nick memicingkan matanya. "Memang kamu butuh uang jajan berapa? Aku bisa memberikan berapa pun yang kamu mau," tanya Nick.

"Enggak, bukan begitu, Mas. Aku percaya Mas mampu mencukupi kebutuhanku. Tapi ini cuma untuk mengisi waktu luang aku. Kan kalau Mas sibuk di kantor, aku bosan cuma diam di rumah aja," ujar Ima.

"Ya sudah kalau begitu. Ayo ikut aku!" ajak Nick.

"Ke mana?" tanya Ima sambil mengerutkan keningnya.

Nick mengajak Ima pergi ke ruang kerjanya. Setibanya di sana, ia membuka sebuah laci dan mengambil satu kartu.

"Ini kartu kredit unlimited. Kamu bisa pakai untuk semua kebutuhanmu," ucap Nick. Membahas hal tadi, ia jadi berinisiatif memberikan kartu tersebut pada istrinya.

Ima tidak langsung menerimanya. Ia terdiam sejenak sambil memikirkan cara untuk menolaknya.

"Eum ... gimana ya ...?" Ima bingung. Ia khawatir suaminya akan tersinggung.

"Kenapa? Apa kamu tidak suka?" tanya Nick, heran. Sebab ia yakin wanita mana pun akan senang jika diberikan kartu berwarna hitam tersebut.

"Sebelumnya aku minta maaf. Bukan aku menolak pemberianmu. Tapi aku sangat menghindari yang namanya kartu kredit atau kredit apa pun itu," ucap Ima, hati-hati.

"Why?" tanya Nick, sambil mengerutkan keningnya.

"Untuk menghindari riba, Mas. Dalam islam Riba itu sangat dilarang. Jadi sebisa mungkin aku akan menjauhinya. Sekali lagi aku minta maaf," jelas Ima.

Sebagai ustadzah, Ima yang sangat paham mengenai hukum islam itu selalu berusaha menghindari hal terlarang yang ia ketahui. Namun ia tidak ingin langsung menceramahi Nick. Sebab dalam kondisi seperti ini, ceramah pun belum tentu bisa diterima oleh Nick.

'Ya ampun, kenapa repot sekali hidupnya?' batin Nick. Ia sedikit kesal karena Ima terlalu banyak aturan.

"Jadi bagaimana caranya supaya aku bisa memberi uang untuk istriku sendiri?" tanya Nick.

"Kalau Mas memang berniat untuk menafkahiku, mungkin bisa dengan kartu debit. Atau langsung transfer ke rekening aku," usul Ima.

"Oh kartu debit?" tanya Nick, antusias. Kemudian ia mengambil kartu lain yang ada di lacinya. Kebetulan Nick memiliki banyak ATM dari berbagai bank. Namun sayangnya tidak ada bank syariah.

"Bagaimana kalau ini?" tanya Nick sambil memberikan kartu debit pada istrinya itu.

Ima tersenyum getir. 'Bagaimana cara aku menjelaskannya, ya? Dia pasti akan tersinggung jika aku menolak lagi,' batin Ima.

***

Hola ... masalah hukum riba di sini aku juga kurang paham, ya. Jadi tolong jangan tanya mengenai hal itu, hehe. Ini aku buat cuma biar lebih realistis aja. Sebab nanti jika ada pembaca yang paham, pasti akan protes apabila Ima nerima CC (credit card) begitu saja.

So, nikmati saja bacaannya tanpa perlu berpikir keras, ocee?

See u,

JM.

Ustadzah Dinikahi Mafia TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang