Nick terkesiap saat mendengar Ima mengatakan boleh. Ia tak menyangka istrinya akan mengizinkannya begitu saja.
"Serius?" tanyanya sambil menatap Ima.
Ima dapat melihat wajah suaminya itu sangat berbinar. Ia pun senang melihat suaminya bahagia seperti itu.
"He'em," sahut Ima.
Nick yang kegirangan pun langsung memeluk Ima. "Terima kasih, Sayang. Aku sampai bingung harus berkata apa," ucap Nick. Ia terlalu bahagia sampai tidak bisa berkata-kata.
Ima membiarkan Nick memeluknya. Bagaimana pun Nick berhak atas dirinya.
"Maaf, kemarin aku terlalu emosi, jadi gegabah," ucap Ima.
"Enggak, Sayang. Aku memang pantas mendapatkan itu. Kamu gak salah. Aku yang harusnya minta maaf karena telah menyakiti kamu," ucap Nick dengan suara bergetar.
Sampai saat ini ia masih tak percaya bahwa Ima sudah memaafkannya begitu saja. Nick pikir akan butuh waktu lama untuk Ima menerimanya kembali.
"Tapi aku masih butuh waktu, Mas. Aku belum bisa melupakan semua itu. Rasanya masih sangat menyakitkan," ucap Ima, jujur.
"Aku tahu. Jika jadi kamu, aku pun akan merasakan hal yang sama. Seandainya aku bisa membantu kamu untuk melupakannya, pasti akan aku lakukan apa pun itu," ujar Nick. Ia mendekap erat Ima, seolah takut istrinya itu menghilang.
"Jadi kamu ikhlas kan kalau untuk beberapa saat aku belum bisa 'melayani' kamu dulu?" tanya Ima.
Gluk!
Nick menelan saliva. Tentu saja itu sangat berat baginya. Namun Nick tidak memiliki pilihan lain. Dari pada pisah kamar, setidaknya saat ini mereka sudah bisa lebih dekat lagi.
"Ikhlas, Sayang. Tapi jangan lama-lama, ya?" pinta Nick, memelas.
Ima mengangguk sambil menatap suaminya.
"Kalau morning kiss, boleh gak?" tanya Nick, ragu-ragu. Ia mulai melunjak.
Ima menyipitkan matanya. Hal itu pun membuat Nick takut.
"Ya udah kalau gak boleh gak apa-apa," ucap Nick.
"Boleh," jawab Ima.
Nick langsung bersemangat. "Terima kasih, Sayang," ucapnya. Kemudian ia mengecupi wajah Ima. Tanpa melewatkan satu bagian pun.
"Ya udah sana mandi! Nanti telat shalat subuhnya," ucap Ima.
"Siap, Nyonya!" jawab Nick.
Jika kemarin Nick murung seperti zombie, hari ini Nick terlihat seperti orang baru saja mendapatkan jackpot. Ia sangat bahagia karena Ima bisa memaafkannya begitu saja.
Sebenarnya Ima memaafkan Nick karena ungkapan tulus Nick semalam. Dari situ Ima sadar bahwa suaminya ini memang mencintainya. Ima pun tidak ingin terlalu keras pada Nick.
"Semua orang memang punya masa lalu. Entah itu baik atau buruk. Yang terpenting adalah saat ini dia mau berubah dan semoga kedepannya bisa jadi pribadi yang lebih baik lagi," gumam Ima pelan, sambil menatap suaminya yang sedang kegiarangan dari kejauhan.
"Ya Allah, lembutkanlah hati suamiku. Bimbinglah ia agar selalu di jalan-Mu. Aamiin," ucap Ima.
Meski belum bisa melupakan tentang masa lalu suaminya, tetapi saat ini hati Ima sudah sedikit lebih tetang. Setidaknya ia yakin akan perasaan Nick padanya. Ia sudah tidak peduli dengan keburukan Nick di masa lalu.
Pun dengan Nick, sedang berusaha untuk jujur. Namun masih ada hal yang belum berani ia akui. Yaitu mengenai bisnis gelapnya. Saat ini ia sedang berusaha melepasnya. Jika sudah dilepas, ia akan menjelaskannya pada Ima.
Ima pun menyiapkan pakaian untuk suaminya. Setelah itu ia pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan.
"Assalamualaikum, Bi," sapa Ima saat tiba di dapur.
"Waalaikumsalam ... apa Nyonya sudah sehat?" tanya Bibi. Kemarin hampir seharian Ima murung di kamar. Sehingga Bibi pikir Ima sedang sakit. Saat makan malam pun Ima lebih banyak diam, membuat Bibi tidak berani untuk menyapanya.
"Alhamdulillah, aku gak sakit kok, Bi. Kemarin cuma butuh istirahat aja," jawab Ima. Ia tidak ingin menyeritakan masalah keluarganya pada orang lain.
Padahal, sebenarnya Bibi pun sudah dapat menebak. Apalagi kemarin Bibi melihat sendiri Ima dan Nick kejar-kejaran.
"Selamat ya, Nyonya. Sebentar lagi akan jadi ibu," ucap Bibi.
Kemarin Nick begitu bersemangat memberi tahu semua pekerja yang ada di rumahnya. Ia memberikan arahan pada mereka agar lebih hati-hati dan memastikan semuanya aman. Nick tidak ingin Ima celaka di rumahnya sendiri.
Terutama Bi Mar. Ia memastikan agar Bibi memasak makanan yang bergizi untuk istrinya. Jangan sampai Ima alergi karena makanan.
"Terima kasih, Bi. Kok Bibi tau kalau aku lagi hamil?" tanya Ima.
"Wah, Nyonya gak tau ya kalau kemarin Tuan heboh?" Bibi balik bertanya.
"Oya?" Ima penasaran.
"Iya. Jadi kemarin itu kami memastikan kembali keamanan rumah. Nyonya bisa lihat sendiri, itu semua sudut meja dipakaikan silikon agar aman," ucap Bibi.
Ima pun menoleh ke arah sudut meja. Ternyata benar ada silikon di sana.
"Terus, lantai dapur juga sekarang pakai karpet karena Tuan takut Nyonya terpeleset," ucap Bibi lagi.
Ima menunduk untuk melihatnya. Ternyata benar lantainya menggunakan karpet.
"Sama lantai kamar mandi juga pakai anti slip."
"Ooh, pantesan," gumam Ima. Saat mandi kemarin dan tadi pagi Ima melihat ada anti slip di seluruh lantai kamar mandi.
"Satu lagi, Nyonya punya alergi, gak?" tanya Bibi.
"Enggak, Bi," sahut Ima.
"Syukurlah kalau begitu. Tapi kalau memang ada, tolong bilang, ya! Kalau sampai Nyonya salah makan, nanti saya yang dimarahi Tuan," ucap Bibi.
Ima tersenyum. "Iya, Bi. Sebenarnya aku ada alergi, sih. Tapi gak begitu parah. Dan sepertinya aku gak akan nemuin makanan itu di sini," jawab Ima.
"Emang alergi apa, Nyonya?" tanya Bibi. Ia tidak ingin ada kesalahan sedikit pun.
"Alergi terasi, hehehe," jawab Ima.
"Oalah ... iya di sini gak ada terasi. Pantesan kemarin-kemarin Nyonya gak nyariin terasi. Kirain karena takut Tuan gak suka," ucap Bibi.
"Enggak, kok. Tapi alerginya juga gak berat. Paling cuma gatel-gatel aja," sahut Ima.
"Saya pastikan gak akan ada terasi di sini, Nyonya. Tapi kalau udang, gimana?"
"Alhamdulillah udang dan seafood lain aman. Mungkin kalau terasi kan ada proses pengolahannya lagi, entah komposisi apa yang gak cocok sama aku."
"Ya sudah gak apa-apa. Yang penting saya sudah tahu apa yang gak bisa nyonya makan. Jadi nanti gak akan ada kesalahan."
"Iya, Bibi tenang aja!" ucap Ima sambil mengusap punggung Bibi.
Beberapa saat kemudian Nick sudah keluar dari kamarnya. Ia pun menghampiri Ima yang ada di dapur.
"Lagi masak apa, Sayang?" tanya Nick, sambil memeluk Ima dari belakang. Ia tak peduli walaupun di sana ada Bi Mar. Baginya, itu adalah rumah miliknya, sehingga ia bebas melakukan apa pun.
"Eh, Mas. Kamu kok gak pakai baju kerja?" tanya Ima, heran.
"Hari ini aku libur karena mau nemenin kamu ke rumah sakit, Sayang," sahut Nick. Kemudian ia mencium pipi Ima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ustadzah Dinikahi Mafia Tampan
RomanceIma dilamar oleh seorang Mafia yang pura-pura mencintainya hanya karena gadis itu mengetahui rahasianya. Sang Mafia bernama Nick itu tidak ingin rahasianya terbongkar. Sehingga ia terpaksa menikahi Ima agar bisa membungkam mulutnya. Padahal selama...