66. Rumah Kecil

17.8K 1.2K 54
                                    

Nick langsung memeluk istrinya itu. "Aku memang tidak berguna. Maafkan aku, Sayang," ucap Nick. Ia tidak tega melihat Ima yang sedang hamil muda harus hidup susah.

Sebenarnya tabungan Ima lebih dari cukup jika mereka ingin membeli rumah. Namun Ima tidak ingin Nick gagal dalam memenuhi tantangan papihnya. Sehingga ia memberikan ide seperti itu.

Ima pun membalas pelukan suaminya. "Sudah, Mas. Gak perlu minta maaf. Roda kehidupan itu selalu berputar. Kadang di atas, kadang di bawah. Aku bahkan pernah merasakan yang lebih susah dari ini. Jadi kamu gak perlu khawatir!" jawab Ima.

"Oya?" tanya Nick.

Ima mengangguk. "He'em. Dulu waktu orang tuaku meninggal dan Pak De belum menjemputku ke rumahnya, aku pernah hidup susah. Meski hanya beberapa hari, tapi pengalaman itu sangat berharga bagiku," jelas Ima.

"Aku berjanji akan berusaha keras supaya kamu tidak perlu hidup susah lagi, Sayang," ucap Nick.

Ima pun mengangguk.

"Kalau tidak salah di dekat sini ada kampung. Apa kamu mau kita nyari di sana?" tanya Nick.

"Boleh, Mas," sahut Ima.

"Tapi kamu kan lagi hamil muda, Sayang. Kalau jalan terlalu jauh nanti capek dan gak baik buat kandungan kamu. Aku gendong aja, ya?" tanya Nick.

"Gak usah, Mas! Aku masih kuat jalan, kok," sahut Ima. Ia tidak ingin suaminya kelelahan.

"Aku kuat, Sayang. Ayo biar kugendong!" Nick langsung mengangkat Ima.

"Mas, aku malu. Apa kata orang nanti kalau lihat kita begini?" keluh Ima.

"Udah kamu jangan banyak protes!" ucap Nick. Ia tetap berjalan tanpa menghiraukan istrinya yang sedang ada di gendongannya itu.

Saat Nick sedang jalan sambil menggendong Ima, mobil orang tuanya melintas.

"Ya Allah, Pih. Papih kok tega sama mereka? Mamah gak sanggup lihatnya. Kasihan Ima sedang mengandung cucu pertama kita, Pih," ucap Rose, ia menangis melihat anak dan menantunya seperti itu.

"Sudahlah, Mih. Selama ini Nick selalu hidup enak. Apa salahnya jika kita memberinya sedikit pelajaran?" sahut Haris.

"Salahnya Papih itu bukan hanya mendidik Nick, tapi juga menantu dan calon cucu kita," ucap Rose. Ia kesal karena suaminya terlalu keras.

"Mamih jangan menyudutkan Papih seperti itu, dong! Nanti juga kalau Nick sudah benar-benar berubah, Papih akan mengembalikan semua fasilitas dan hak mereka lagi," ucap Haris.

Rose diam karena tidak ingin berdebat dengan suaminya.

Tak lama kemudian tiba-tiba ada seseorang dengan sepeda motor menghampiri Nick dan Ima.

"Tuan-Nyonya!" ucap Bi Mar. Ternyata dia membawa motor Nick.

"Ada apa, Bi?" tanya Nick.

"Maaf jika saya lancang. Tapi ini motor Tuan. Mungkin lebih baik Tuan dan Nyonya pakai ini. Saya tidak tega jika Nyonya yang sedang hamil muda harus jalan kaki," ucap Bibi.

Ima dan Nick saling menoleh. "Tapi saya tidak boleh bawa apa-apa, Bi," ucap Nick.

"Ini kan motor yang Tuan beli dari hasil kerja Tuan. Lagi pula ini bisa dimanfaatkan untuk cari uang. InsyaAllah Tuan Besar tidak akan marah," ucap Bibi.

"Ya sudah, Mas. Kamu juga kan gak bawa ijazah. Mungkin nanti kamu bisa ngojek pakai motor ini," ucap Ima.

"Baiklah kalau begitu." Akhirnya Nick pun setuju. Ia menurunkan Ima dari gendongan, kemudian mengambil alih motor tersebut.

"Terus Bibi pulangnya gimana?" tanya Ima.

"Gak apa-apa, Nyonya. Saya bisa jalan kaki. Nyonya yang sedang hamil saja bisa, masa saya gak bisa," ucap Bibi.

"Ya sudah kalau begitu. Terima kasih banyak ya, Bi. Titip rumah," ucap Ima.

"Iya, Nyonya. Jaga kesehatan baik-baik, ya! Nanti kalau sudah dapat tempat tinggal baru tolong kabari saya. Biar saya bisa kirim makanan atau pakaian," ucap Bibi.

"InsyaaAllah," sahut Ima.

Ima naik ke motor Nick dan mereka pun meninggalkan Bibi.

"Ya Allah, lindungilah mereka. Tuan dan Nyonya orang baik, kasihan Nyonya," gumam Bibi sambil menatap kepergian mereka.

Sementara itu, Ima dan Nick sedang fokus mencari kontrakan yang bisa mereka tempati untuk sementara waktu.

Sudah beberapa jam mereka mencari. Sejak tadi Nick bingung karena tidak ada kontrakan yang layak menurutnya.

"Kontrakan memang rata-rata begini, Mas," ucap Ima.

"Iya tapi setidaknya aku mau yang bersih," ucap Nick. Ia tetap menginginkan tempat tinggal yang layak untuk istrinya.

"Nanti kan bisa kita bersihkan sama-sama," sahut Ima.

"Jangan, Sayang! Kamu sabar dulu, ya! Nanti kalau satu jam lagi masih gak nemu, biar kamu yang menentukan!" ucap Nick.

"Iya, Mas," sahut Ima. Ia sangat patuh pada suaminya itu.

Setelah berkeliling, mereka melihat ada rumah kecil yang dikontrakan. "Sayang, coba pinjam ponsel kamu! Mas mau hubungi nomor ini," ucap Nick, setelah menepikan motornya.

Ia tertarik dengan rumah tersebut. Meskipun kecil, setidaknya rumah itu lebih nyaman dari pada kontrakan yang ia lihat sebelumnya.

"Ini, Mas," jawab Ima. Ia pun memberikan ponselnya pada Nick.

Nick menghubungi nomor yang tertera. Kemudian ia bernegosiasi dengan pemilik rumah.

"Gimana, Mas?" tanya Ima setelah Nick selesai berbicara dengan pemilik rumah.

"Alhamdulillah rumah ini dikontrakan beserta isinya. Harganya 1,5 juta per bulan," ucap Nick.

Ima sedikit bingung karena harga kontrakan itu begitu murah. Namun akhirnya ia pun setuju. Sebab ia pikir di mana lagi akan mendapatkan kontrakan murah dengan fasilitas yang begitu bagus. Ia tahu harga kontrakan di Jakarta cukup tinggi.

"Alhamdulillah. Kalau begitu kita tunggu di sini. Sebentar lagi yang punya rumah akan datang ke sini," jawab Nick.

Mereka pun menunggu sambil duduk di motor. Beruntung di depan rumah itu ada pohon rindang. Sehingga mereka bisa berteduh dari teriknya matahari.

Tak lama kemudian pemilik rumah datang. Mereka diajak melihat bagian dalam rumah tersebut. Ima pun membayar biaya sewa menggunakan sistem transfer. Sebab mereka tak memiliki uang cash.

Setelah selesai bertransaksi, mereka pun masuk ke rumah itu lagi. "Alhamdulillah. Rumahnya nyaman," ucap Nick setelah mereka berada di dalam.

"Tapi ini furniturenya kenapa kayak masih baru-baru ya, Mas?" tanya Ima.

"Iya, tadi kan orangnya menjelaskan kalau sebenarnya ini rumah baru. Tapi karena satu dan lain hal mereka tidak bisa menempati rumah ini. Akhirnya memutuskan untuk dikontrakan agar lebih terawat," jelas Nick.

"Ooh begitu. Ya sudah kalau begitu aku mau pesan makanan dulu. Besok baru kita belanja bahan makanan, ya," ucap Ima.

"Iya, Sayang. Aku jadi malu karena dibiayai oleh kamu," ucap Nick. Ia merasa harga dirinya jatuh.

"Mas, suami istri itu harus saling melengkapi. Selama ini kamu sudah lebih mencukupi kebutuhan aku. Jadi dalam kondisi seperti ini, tidak ada salahnya kalau aku yang bantu keuangan rumah tangga kita," jawab Ima.

Hati Nick kembali terenyuh. Jika boleh, mungkin ia akan bersujud di kaki Ima. Ia merasa sangat bersyukur bisa mendapatkan istri sebaik Ima.

"Sayang, mungkin mulai hari ini aku coba ngojek aja dulu, ya? Nanti kalau ada pekerjaan lain yang memungkinkan, baru aku ambil," ucap Nick.

Ustadzah Dinikahi Mafia TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang