50. Bertaubatlah!

22.2K 1.4K 41
                                    

Napas Nick tercekat saat mendengar Ima hendak mengajukan syarat. "Apa?" tanyanya dengan suara bergetar.

Ia khawatir syarat yang Ima ajukan sangat berat. Sehingga Nick begitu tegang menanti jawaban Ima.

"Beri aku ruang dan waktu sampai Mas bisa membuktikan bahwa apa yang Mas katakan memang benar," jawab Ima.

Nick mengerutkan keningnya. "Aku sudah mengatakan semuanya, apa kamu tidak percaya?" tanya Nick.

"Tidak mudah percaya pada orang yang telah membohongiku begitu saja. Tolong beri aku waktu. Aku pun akan introspeksi diri atas semua yang telah terjadi," jawab Ima.

Nick menghela napas. Berat baginya untuk menerima permintaan Ima. Namun ia tidak memiliki pilihan lain.

"Oke! Tapi sesuai dengan perjanjian awal. Kamu jangan pergi dari rumah ini! Kita tetap tinggal satu atap supaya kamu bisa tahu kalau aku memang sudah berubah," ujar Nick.

Ima mengangguk. Ia pun tidak berani pergi dari rumah lagi. Sudah cukup satu kali dirinya membuat kesalahan. Sehingga kali ini ia akan menurut pada suaminya meski masih kecewa.

Nick lega melihatnya. Ia sangat senang karena Ima masih mau tinggal satu atap dengannya.

"Tapi aku mau kita pisah kamar, untuk sementara," ujar Ima.

Gluk!

Tubuh Nick langsung panas dingin kala istrinya itu meminta pisah kamar. Rasanya begitu berat jika harus pisah kamar dengan Ima. Ia tidak yakin dirinya akan bisa tidur jika Ima tak ada di sampingnya.

Namun ia merasa beruntung. Jika istrinya bukan Ima, mungkin sejak tadi mereka sudah perang hebat. Mungkin juga wanita itu tidak akan mau mendengar penjelasan apa pun.

Lain halnya dengan Ima yang paham agama. Sehingga ia masih mau menurut meski sedang marah.

"Baiklah. Kamu tetap di kamar ini! Biar aku yang pindah ke kamar tamu," jawab Nick.

Meski itu adalah kamar pribadinya, tetapi Nick lebih rela memberikan kamar itu untuk Ima. Sebab ia ingin Ima menganggap rumah tersebut sebagai rumahnya sendiri. Jika Ima tinggal di kamar tamu, pasti ia akan merasa seperti orang asing.

"Tapi izinkan aku untuk merawat calon bayi kita ya, Sayang? Aku sangat bahagia karena sebentar lagi kita akan punya anak," ucap Nick sambil menyentuh kedua bahu Ima.

Ima kembali mengangguk. Ia tidak mungkin mendzolimi anaknya sendiri. Ia sadar, bagaimana pun janin itu tidak bersalah dan berhak untuk mendapatkan kasih sayang dari ayahnya.

"Kalau kamu pingin sesuatu, jangan sungkan untuk minta sama aku! Aku akan berusaha mencarinya untuk kamu dan calon bayi kita," ucap Nick, kemudian ia mengusap perut Ima.

"Assalamualaikum, Junior. Kamu baik-baik di dalam sana, ya. Doakan yang terbaik untuk kami. Kami sayang kamu, Nak," bisik Nick.

Melihat sikap Nick, air mata Ima kembali menetes. Kehamilannya itu membuat Ima menjadi lebih sensitif, sehingga ia mudah menangis.

Jika sedang seperti itu, Ima merasa Nick begitu tulus. Namun, jika mengingat apa yang ia lakukan bersama Amber, hati Ima kembali sakit dan sulit untuk memercayainya lagi.

"Cukup, Mas!" pinta Ima.

Dengan berat hati, Nick pun mundur. "Maaf," ucapnya. Ia khawatir Ima menganggapnya sedang mencuri kesempatan.

"Aku mau istirahat. Lebih baik Mas keluar!" pinta Ima.

"Oke, aku akan keluar. Tapi pintunya jangan dikunci, ya? Aku cuma khawatir kamu kenapa-kenapa dan aku gak bisa nolong kamu kalau pintunya dikunci," jawab Nick.

Ustadzah Dinikahi Mafia TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang