86. Terguncang

13.9K 1.1K 31
                                    

Saat tiba di rumahnya, Rose terkejut karena melihat suaminya tergeletak di lantai kamar.

"Pih! Papih!" Rose berusaha membangunkan suaminya. Namun suaminya itu tidak merespon.

Meskipun tadi sempat kesal pada Haris, tetapi Rose tetap peduli pada suaminya itu. Akhirnya ia berteriak meminta tolong.

"Tolooongg! Bibi! Mamang!" Rose memanggil ART serta sopir yang ada di rumah itu.

Mendengar teriakan Rose, para pegawai yang bekerja di rumah itu pun datang. Termasuk tim keamanan yang kebetulan sedang ada di dapur rumah.

"Ada apa, Nyonya?" tanya Bibi.

"Tuan pingsan. Tolong panggilkan ambulance sekarang!" pinta Rose.

Mereka pun bergerak cepat.

"Ya Allah, Pih. Padahal Mamih pulang bawa kabar bahagia. Kenapa Papih malah pingsan begini," lirih Rose.

Saat mendengar Nick dibegal tadi, Rose dan Haris kembali berdebat. Awalnya Haris hendak ikut Rose. Namun istrinya itu melarangnya. Sebab wanita paruh baya tersebut khawatir Nick tidak nyaman jika bertemu dengan papihnya lagi.

Sambil menunggu ambulance, Rose menghubungi Ima. Ia tak peduli apa yang sedang anaknya lakukan.

Kring! Kring!

Ponsel Ima berdering. Kala itu ia sedang bermesraan dengan Nick.

"Siapa sih ganggu aja!" gumam Nick, kesal.

Awalnya Nick dan Ima mengabaikan panggilan itu. Namun karena ponselnya terus berdering, akhirnya Nick pun menjeda kemesraannya dulu.

"Maaf ya, Mas," ucap Ima. Ia tak enak hati pada suaminya itu.

"Iya, tunggu sebentar! Biar aku ambil ponselnya," ucap Nick.

Ia yang hanya memakai boxer itu pun turun dari tempat tidur. Saat itu mereka baru pemanasan.

"Mamih?" gumam Nick.

"Ada apa Mamih telepon malam-malam begini? Coba dijawab aja, Mas!" ucap Ima.

Akhirnya Nick yang menjawab panggilan tersebut.

"Assalamualaikum, Mih," ucap Nick.

"Waalaikumsalam. Nick! Papih kamu pingsan. Sekarang mamih mau ke rumah sakit. Kalau bisa tolong kamu susul ke sana, ya!" pinta Rose dengan nada panik.

Meski Nick kecewa pada papihnya itu. Namun mendengar papihnya pingsan cukup membuatnya terkejut.

"Hah, Pingsan? Oke aku akan ke sana sekarang juga," ucap Nick. Ia langsung memutus sambungan teleponnya.

"Ada apa, Mas?" tanya Ima.

"Papih pingsan. Aku mau ke rumah sakit sekarang," jawab Nick, panik.

"Aku ikut ya, Mas?" pinta Ima.

"Jangan, Sayang! Kamu kan sedang hamil. Tadi sudah bolak-balik di jalan, nanti kamu kelelahan. Lebih baik istirahat di rumah. Nanti aku kabari perkembangan kondisi papih," ucap Nick, tegas.

Ima pun menurut. Ia tak ingin merepotkan suaminya. "Ya udah, kalau begitu Mas hati-hati, ya!" pinta Ima.

Nick mengenakan pakaian, kemudian ia mengambil ponselnya yang sudah lama tak tersentuh itu. Ia sadar ponselnya pasti lowbat.

Nick pun mengambil power bank untuk mengisi daya. Setelah beberapa saat barulah ia bisa mengaktifkan ponselnya itu.

"Sayang, kamu hati-hati di rumah, ya! Kalau ada apa-apa langsung kabari Mas!" ucap Nick. Ia mengecup kepala Ima dan mengusapnya.

"Aku akan segera pulang dan nanti kita lanjut lagi, ya," ucap Nick sambil menangkup pipi Ima. Kemudian ia mencumbunya lagi.

"Hati-hati, Mas!" sahut Ima setelah Nick melepaskan tautannya.

Akhirnya Nick pun pergi dari rumah. Berhubung hari sudah malam, Nick pergi diantar oleh sopir serta ajudan yang selama ini masih stay di rumahnya.

Mereka memang tidak dirumahkan. Sebab Rose yakin cepat atau lambat Nick pasti akan kembali.

Di jalan ia menghubungi Joe. Entah sudah berapa lama mereka tidak berhubungan. Terakhir kali bertemu saat Nick datang ke perusahaan Haris. Itu pun hanya sebentar.

Telepon terhubung.

"Joe! Papih dilarikan ke rumah sakit. Tolong kamu ke sana sekarang!" pinta Nick.

Joe terkejut karena akhirnya Nick bisa menghubunginya lagi. Ia pun senang dan langsung menjalankan perintah bosnya itu.

"Siap, Tuan!" jawab Joe, cepat.

Nick menghela napas. "Mengapa hari ini aku seperti sedang naik roller coaster?" gumam Nick sambil mengusap kasar wajahnya.

"Ya Allah, jika dengan seperti ini taubatku bisa diterima, aku ikhlas untuk menjalani semuanya," gumam Nick. Ia sadar dirinya penuh dosa. Sehinnga Nick pasrah dengan kondisi apa pun yang akan ia hadapi nantinya.

Tiba di rumah sakit, Nick langsung berlari ke IGD. "Mih!" ucap Nick saat melihat mamihnya.

"Nick!" Rose langsung memeluk anaknya itu. Kemudian ia menangis di pelukan Nick.

"Papih kenapa, Mih?" tanya Nick.

"Entahlah, tadi pas mamih sampai rumah, Papih kamu sudah pingsan," jelas Rose.

"Tapi sebelumnya kami sempat berdebat. Mamih tidak menyangka bisa sampai seperti ini. Mungkin papih kamu sedang banyak pikiran," jelas Rose.

Nick jadi merasa bersalah. Ia yakin Haris seperti itu karena konflik dengan dirinya. "Maafkan aku, Mih. Ini semua karena aku," gumam Nick.

"Sudahlah, Nak! Tidak perlu menyalahkan diri sendiri. Mungkin saat ini kita semua harus introspeksi diri. Semoga dengan semua yang kita lalui belakangan ini, kita bisa jadi lebih dewasa," ucap Rose.

"Aamiin ...."

Tak lama kemudian dokter yang menangani Haris keluar dari ruangannya.

"Dok! Bagaimana kondisi suami saya?" tanya Rose.

"Dengan berat hati saya harus mengatakan yang sebenarnya. Saat ini kondisi jantung suami Ibu cukup lemah. Tekanan darahnya pun tinggi. Sehingga beliau koma. Kami belum bisa melakukan tindakan karena tensi darahnya harus diturunkan lebih dulu."

Nick dan Rose lemas mendengar kondisi Haris. Mereka menyesal karena sebelumnya sama-sama berdebat dengan pria paruh baya itu.

"Untuk sementara Bapak Haris kami rawat di ruang ICU dulu. Jika kondisinya sudah lebih baik, baru kami bisa melakukan tindakan operasi. Sebab ada penyempitan di jantung pasien dan harus segera dipasangkan ring agar jantungnya tetap bisa optimal."

"Tolong lakukan yang terbaik untuk suami saya, Dok!" pinta Rose.

"Kami akan berusaha sebaik mungkin, Bu. Kalau begitu saya pamit."

Dokter pun meninggalkan ruangan itu.

Rose terkulai lemas. "Bagaimana ini, Nick? Tidak boleh ada orang lain yang tahu kondisi papih kamu. Jika tidak mereka pasti akan berusaha menjatuhkan Papih. Apalagi kalau berita ini beredar ke media, mungkin harga saham perusahaan akan turun," lirih Rose.

"Mih, lebih baik jangan memikirkan itu dulu!" ucap Nick.

Rose langsung menoleh. "Menurut kamu jika Papih sadar nanti dan tahu kondisi perusahaannya sedang terguncang, bagaimana reaksi papihmu?" tanya Rose.

Ia khawatir akan terjadi sesuatu yang lebih fatal pada Haris. Sehingga hal itulah yang Rose pikirkan.

"Lalu apa yang harus kita lakukan, Mih?" tanya Nick. Sebenarnya ia masih berat untuk kembali ke perusahaan. Sehingga Nick bertanya seperti itu.

"Saat ini hanya kamu yang bisa mamih harapkan. Kamu anak lelaki satu-satunya. Kamu pun sudah dikenal oleh banyak pemegang saham dan rekanan papihmu. Jadi mereka pasti bisa menerimamu dengan mudah," ucap Rose.

"Tapi, Mih ...." Nick tidak melanjutkan ucapannya. Sebab ia tak tega menolak Rose.

"Jika memang kamu masih peduli dengan kami, mohon bantulah kami! Jika tidak, artinya kamu mau melihat kehancuran perusahaan dan mungkin papihmu ...." Rose tidak sanggup melanjutkan ucapannya.

Ustadzah Dinikahi Mafia TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang