Ima berusaha bersikap seolah tidak ada masalah di antara mereka. "Assalamuaalaikum. Apa kabar, Pah?" tanya Ima sambil bersalaman dengan mertuanya.
"Waalaikumsalam. Kabar baik, Nak. Mari masuk!" ajak Haris.
Ima menyenggol sikut Nick agar suaminya itu mau bersalaman dengan papihnya. Akhirnya Nick pun paham dan ia mengulurkan tangan pada Haris.
Haris langsung menjabat tangan Nick, kemudian memeluk anaknya itu. "Papih senang kita bisa berkumpul lagi. Mari masuk!" ajak Haris.
Dengan perasaan tidak nyaman, Nick pun masuk ke rumah tersebut.
"Kita langsung makan aja, ya! Kalian belum makan, kan?" tanya Rose. Ia tidak sabar ingin anak dan menantunya menikmati makanan yang sengaja ia masak untuk mereka.
"Nick! Sebelumnya Papih ingin minta maaf. Mungkin sikap Papih keterlaluan. Tapi ini demi kebaikan kita semua. Papih tidak ingin kamu terjerumus ke dalam lembah hitam," ucap Haris, sambil menyantuh punggung Nick.
Nick tidak menjawabnya. Ia sedang malas membahas hal itu.
Ima tidak mengatakan apa pun. Ia tak ingin terlalu ikut campur dalam masalah itu. Ia menghargai suaminya, sehingga tidak menasihati Nick di hadapan orang tuanya.
"Sudah bahas itunya nanti saja! Lebih baik kita makan dulu!" ucap Rose. Ia tidak ingin suasana makan malam mereka rusak hanya karena sikap Haris.
Akhirnya mereka pun menikmati makan malam itu. Selama makan malam, Rose menanyakan bagaimana kehidupan mereka akhir-akhir ini. Nick dan Ima pun menceritakan apa adanya.
"Nick, Mamih dengar sekarang kamu sudah jadi GM, ya?" tanya Rose. Ia senang karena kini anaknya memiliki pekerjaan yang bagus.
"Iya. Baru beberapa minggu. Sebelumnya aku ngojek," jawab Nick.
Hati Rose perih mendengar anaknya mengojek.
"Ima, maaf ya, kamu harus hidup susah seperti itu," ucap Rose pada menantunya.
"Enggak susah kok, Mah. Alhamdulillah rejekinya ada aja meski hanya untuk makan sederhana," jawab Ima.
"Emang kalau ngojek itu biasanya dapat uang berapa?" tanya Rose.
"Antara 50 ribu sampai 150 ribu," jawab Ima, santai.
Nick membiarkan Ima menjelaskan apa yang mereka hadapi sebelumnya.
Rose pun terkejut mendengarnya. Baginya uang 150 ribu sangatlah kecil.
"Itu sehari?" tanya Rose, kaget.
"Iya, Mih. Alhamdulillah cukup untuk kebutuhan kami sehari-hari," sahut Ima.
"Ya Tuhan ... bagaimana bisa cukup? Untuk makan saja rasanya kurang. Kamu makan apa dengan uang segitu?" tanya Rose lagi.
"Seringnya sih makan telur atau nasi goreng. Tapi kadang juga masak ayam dan sayur," jawab Ima.
"Itu udah termasuk bensin?" tanya Rose.
"Iya. Bensin dan lain-lain juga dari uang itu," sahut Ima lagi.
Rose menoleh ke arah Haris. Kemudian ia menatap suaminya dengan tatapan nanar.
Haris tidak merespon apa pun. Ia merasa belum perlu berbicara.
"Ya sudah, sekarang kalian makan yang banyak ya, Nak. Oh iya, Ima kamu sudah kontrol kandungan apa belum? Harusnya sekarang sudah kelihatan jenis kelamin bayinya, kan?" tanya Rose.
"Kebetulan aku kontrolnya di bidan dekat rumah, Mih. Jadi gak ada USG," jawab Ima.
Rose menelan saliva. Bahkan tubuhnya meremang, tak tega melihat anaknya untuk USG saja tidak mampu.
"Kenapa gak ke dokter, Nick?" tanya Rose, dengan mata berkaca-kaca.
"Aku belum gajian, Mih. Rencananya nanti kalau sudah gajian baru mau ajak Ima ke dokter. Jadi waktu itu kontrolnya ke bidan dulu karena uangnya pas-pasan," jawab Nick, santai.
Rose mengambil tisu. Ia sudah tidak sanggup menahan air matanya lagi. Ia sangat ingin meminta Haris untuk menyudahi semua itu. Namun dirinya tahu betul bagaimana suaminya tersebut.
"Mamih tenang aja! insyaaAllah gaji aku sebagai GM nanti cukup untuk memenuhi kebutuhan kami. Rencananya setelah gajian pun kami akan pindah rumah supaya lebih nyaman," ucap Nick.
Ia tidak ingin mamihnya bersedih. Sehingga Nick mengatakan hal itu.
"Mau pindah ke mana?" tanya Rose.
"Belum tau, Mih. Kan belum megang uangnya. Rencananya nanti kami baru mau nyari rumah setelah aku nerima gaji pertama," sahut Nick.
"Huuh!" Rose menghembuskan napas karena merasa begitu sesak.
Selesai makan, mereka berbincang di ruang tengah.
"Nick! Sekarang sudah saatnya kamu kembali," ucap Haris.
Rose sangat senang mendengar ucapan suaminya.
"Papih minta maaf jika terlalu keras terhadap kalain. Tapi ini demi kebaikan kita semua, Nick. Papih tidak ingin anak Papih terjerumus ke lembah hitam," lanjut Haris.
"Terima kasih atas tawarannya, Pih. Tapi aku sudah terlanjur nyaman dengan apa yang kami jalani saat ini. Jadi mungkin aku tidak akan pernah kembali," jawab Nick.
"Nick!" tegur Rose. Ia tidak rela jika sampai anak lelaki satu-satunya itu tak kembali.
"Aku ini lelaki, Mih. Aku hanya ingin belajar bertanggung jawab atas keluargaku sendiri. Aku tidak ingin selamanya bergantung pada orang tuaku. Mendapat uang dari hasil kerja sendiri tentu lebih membanggakan meski tidak banyak," jelas Nick.
"Tapi kan kamu juga bisa bekerja di perusahaan kita, Nick," ucap Haris.
"Memangnya selama ini aku tidak bekerja? Sebelumnya pun aku bekerja di perusahaan Papih. Tapi Papih bersikap seolah aku hanya makan gaji buta," skak Nick.
Nick memang benar. Selama ini meski meneruskan perusahaan papihnya, tetapi Nick berusaha dan bekerja keras untuk memajukan perusahaan itu. Ia pun mendapat gaji dari pekerjaannya tersebut.
Sehingga Nick sakit hati ketika papihnya mengusir begitu saja tanpa membiarkan Nick membawa uang sepeser pun. Seolah selama ini ia mendapat uang dari papihnya secara cuma-cuma.
"Tidak enak rasanya ketika aku sudah lelah bekerja tapi tidak bisa menikmati hasil kerjaku hanya karena sebuah kesalahan. Aku tahu Papih kecewa, tapi apakah Papih tidak bisa menghargai usahaku selama ini?"
"Bahkan Papih tega membiarkan menantu yang sedang mengandung ini hidup di tempat kumuh dan mungkin akan kekurangan gizi. Selama ini apa pernah aku meminta uang secara cuma-cuma?"
Haris tercekat. Ia sadar bahwa dirinya sudah keterlaluan.
Ima menggenggam tangan Nick. Ia khawatir suaminya tidak bisa mengendalikan emosi.
"Iya Papih minta maaf, Nick. Waktu itu Papih terlalu shock sampai bertindak seperti itu," ucap Haris.
"Papih mengusirku tanpa mengizinkan aku membawa apa pun. Seolah aku anak yang hanya duduk ongkang kaki dan meminta uang pada orang tua tanpa bekerja. Padahal Papih tahu bagaimana kontribusiku selama ini di perusahaan."
"Bahkan Papih tidak memberikan aku kesempatan untuk menjelaskan. Padahal bisnis haram itu sudah lama aku tinggalkan. Tapi Papih lebih percaya pada orang lain. Entah siapa orangnya," ucap Nick panjang kali lebar.
"Aku bukan anak kecil lagi. Aku tahu mana yang terbaik untukku dan istriku. Jadi maaf, aku tidak akan pernah kembali ke perusahaan Papih. Lebih baik jadi pegawai rendahan terhormat dari pada menjadi direktur tapi direndahkan," skak Nick.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ustadzah Dinikahi Mafia Tampan
RomanceIma dilamar oleh seorang Mafia yang pura-pura mencintainya hanya karena gadis itu mengetahui rahasianya. Sang Mafia bernama Nick itu tidak ingin rahasianya terbongkar. Sehingga ia terpaksa menikahi Ima agar bisa membungkam mulutnya. Padahal selama...