47. Senjata Nick

22.2K 1.4K 80
                                    

Nick sangat senang karena Joe mengetahui keberadaan istrinya. "Oke, kirimkan segera alamatnya!" ucap Nick. Ia yang baru duduk itu langsung bangun, hendak menyusul Ima.

"Bos mau ke mana?" tanya Joe.

"Menurutmu?" bentak Nick. Ia kesal karena Joe masih bertanya.

"Apa tidak sebaiknya memberikan waktu dulu untuk Nyonya?" tanya Joe.

Nick menghentikan langkahnya. "Bagaimana jika dia kabur lagi?" Nick balik bertanya.

"Kami akan terus memantaunya, Bos. Jadi Bos tidak perlu khawatir!" sahut Joe.

"Apa harus begitu? Ya sudah, aku tunggu dulu," ucap Nick, ia kembali ke kursinya.

Namun, saat dirinya hendak duduk lagi, Nick mengurungkan niatnya itu. "Aku gak bisa begini. Kalau hanya diam, percuma. Yang ada aku malah gak bisa kerja," ucap Nick langsung berdiri dan meninggalkan ruangannya.

Ia sudah tak peduli dengan ucapan Joe lagi.

"Lha, si Bos gimana, sih? Katanya mau ngendaliin istrinya. Kenapa sekarang malah jadi dia yang dikendaliin?" gumam Joe, heran.

Setibanya di mobil, Nick berusaha menghubungi Zaki. Ia butuh 'senjata' untuk berhadapan dengan istrinya nanti.

Telepon terhubung.

"Assalamualaikum, Ustadz," ucap Nick.

"Waalaikumsalam," sahut Zaki.

"Ustadz, maaf mengganggu waktunya. Saya ingin bertanya," ucap Nick, gugup.

"Iya, silakan!"

"Begini. Jika seseorang baru menikah dan sudah berhubungan badan, apakah bisa mengajukan gugatan untuk pisah?" tanya Nick.

Zaki pun menjelaskan panjang kali lebar. "... jika sudah berhubungan badan, Sang Istri harus dites dulu apakah sudah mengandung atau belum. Jika memang mengandung, maka tidak bisa bercerai sampai anaknya lahir nanti," jelas Zaki.

Nick sedikit lega. Ia bertanya seperti itu karena yakin Ima pasti akan minta cerai darinya.

"Baik Ustadz. Terima kasih atas informasinya. Assalamualaikum," ucap Nick. Ia terdengar sangat terburu-buru.

"Waalaikumsalam," sahut Zaki.

Telepon terputus.

"Oke! Aku masih punya kesempatan. Semoga Tuhan menyertaiku. Ya Allah, buatlah agar istriku mengandung anak kami. Aku tidak ingin berpisah dengannya," gumam Nick.

Ia pun melajukan mobilnya menuju apartemen Ima. Dengan hati yang berdebar-debar dan perasaan was-was, Nick melajukan kendaraannya secepat mungkin.

Namun, sebelum ke apartemen Ima, ia mampir ke apotek terlebih dahulu. Nick ingin membeli alat untuk mengetes kehamilan. Ia yakin Ima berpeluang hamil karena mereka cukup sering melakukan hubungan suami istri.

Saat ini Nick tidak peduli dengan pendapat Ima. Baginya, yang terpenting adalah Ima bisa ia bawa pulang lebih dulu. Mengenai penjelasan masalah dirinya dengan Amber, akan ia jelaskan apabila Ima sudah tenang, nanti.

Setelah mendapatkan benda yang ia butuhkan, Nick langsung menuju ke apartemen Ima lagi. Ia sudah tidak sabar ingin segera meminta Ima untuk mengetes apakah dirinya mengandung atau tidak.

"Nasibku ada di tangan anakku," gumam Nick. Harapannya begitu besar.

Beberapa saat kemudian, Nick sudah tiba di apartemen Ima. Ia pun meminta salah satu staf untuk mengantarnya ke kamar istrinya tersebut.

Awalnya pihak apartemen tidak mengizinkan Nick untuk naik. Namun Nick memberi alasan yang cukup kuat. Sehingga staf tersebut mau mengantar Nick ke sana.

Nick minta diantar agar Ima mau membuka pintunya. Ia yakin, jika Ima tahu bahwa dirinya yang datang, Ima tak akan mau membukakan pintu kamarnya tersebut.

Ting-tong!

Staf tadi menekan bel pintu kamar Ima. Sedangkan Nick bersembunyi agar tidak terlihat dari lubang pintu.

Ima yang baru saja selesai salat istikharah itu heran karena dirinya tidak merasa memiliki tamu. "Siapa itu?" gumamnya.

Tanpa melepaskan mukena, Ima pun berjalan ke arah pintu. Sebelum membuka pintu, Ima mengintip lebih dulu. Ia pun melihat ada staf berdiri di depan pintu.

Tanpa berpikir panjang, Ima membuka pintunya. "Ya, ada apa?" tanya Ima.

Staf itu menoleh ke arah Nick. Nick pun memberi kode padanya untuk pergi.

"Sayang!" ucap Nick, sambil memeluk Ima dan mendorong pintu untuk masuk.

"Kamu ngapain ke sini?" tanya Ima. Ia berusaha melepaskan pelukan Nick. Namun tenaganya kalah kuat dari suaminya itu.

Nick tidak menjawab pertanyaan Ima. Ia menutup pintu dan menguncinya dari dalam. Sedangkan staf tadi sudah meninggalkan ruangan tersebut. Ia percaya bahwa Nick adalah suami Ima karena Nick telah menunjukkan foto pernikahan mereka.

"Sayang, kamu salah paham. Ayo kita pulang!" ajak Nick tanpa melepaskan pelukkannya.

"Lepas! Aku tak sudi disentuh kamu setelah kamu menyentuh wanita tadi!" ucap Ima sambil mendorong tubuh Nick.

"Aku gak akan lepasin kamu sebelum kamu tenang," jawab Nick, tegas.

"Aku benci kamu! Kamu jahat! Aku mau pisah!" ucap Ima. Ia sangat kecewa sehingga asal bicara seperti itu.

Meski Nick sudah menebaknya, tetapi hati Nick tetap sakit saat mendengar Ima mengatakan ingin pisah darinya.

"Aku gak akan pernah lepasin kamu. Kamu milikku, Sayang," jawab Nick. Ia melepaskan pelukkannya secara perlahan.

"Untuk apa kamu mengikat aku? Aku gak tau rahasia apa pun tentang kamu. Kamu terlalu jahat sampai tega menikahiku hanya untuk mengendalikanku," ucap Ima dengan suara gemetar.

Deg!

Tubuh Nick meremang setelah mendengar ucapan istrinya tersebut. 'Dasar wanita laknat!' batin Nick, memaki Amber.

"Katanya kamu ustadzah. Apakah seperti ini cara kamu bersikap? Kenapa kamu tidak kross check kebenarannya lebih dulu? Kamu lebih percaya wanita itu dari pada suami kamu sendiri?" tanya Nick, kesal.

"Awalnya aku tidak ingin percaya, Mas. Tapi setelah apa yang aku lihat tadi, kamu sedang bermesraan dengannya dan kalian melakukan hal tak senonoh di depan mataku. Jadi aku percaya. Apalagi aku dengar sendiri bahwa kamu memang mengatakan hal itu," jelas Ima.

"Apa yang kamu lihat belum tentu seperti apa yang kamu pikirkan. Tadi aku dijebak. Oke, terlalu panjang jika aku harus menjelaskannya sekarang. Lebih baik kita pulang dulu ke rumah kita!" ajak Nick.

Ia tidak ingin berdebat di apartemen itu. Ia pun menggandeng tangan Ima.

Ima langsung menarik tangannya. "Aku gak mau pulang! Aku sakit hati, Mas. Aku gak sanggup melanjutkan pernikahan ini lagi. Lebih baik kita pisah!" pinta Ima.

Nick menoleh ke arah Ima sambil mengerutkan keningnya. "Oke kalau itu yang kamu mau," ucap Nick, nekat. Padahal sebenarnya ia sangat takut.

Ima terkejut mendengar ucapan Nick. Ia tak menyangka Nick akan menyetujuinya begitu saja. Padahal dirinya sendiri yang meminta pisah.

"Tapi kita sudah sering melakukan hubungan suami istri. Jadi mungkin saja saat ini kamu sedang mengandung anakku. Kamu pasti paham, kan? Kalau wanita hamil tidak bisa berpisah dengan suaminya," ucap Nick.

Ima menelan saliva. Ia sadar tindakannya ini terlalu gegabah. 'Astaghfirullah,' batin Ima. Ia tidak bisa mengatakan apa pun. Saat ini ia sedang malu pada dirinya sendiri karena terlalu terbawa emosi. Ia merasa seperti orang yang tidak paham agama.

Nick mengambil beberapa test pack dari saku jasnya. Kemudian ia memberikan alat itu pada Ima.

"Lebih baik kamu tes sekarang! Kalau memang kamu hamil, ikut aku pulang! Kalau tidak, aku akan melepaskanmu," tantang Nick, tegas.

Ima pun tercekat.

'Ya Tuhan, tolong aku,' batin Nick.

Ustadzah Dinikahi Mafia TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang