Hati Nick berdebar-debar kala mendengar istrinya mengaji.
"Shadaqallahul adzim," ucap Ima, saat baru selesai mengaji.
Ia menutup Al-Qur'annya. Kemudian ia membereskan alat shalatnya. Ima terkesiap saat menyadari ternyata suaminya ada di ambang pintu. Lho, Mas udah pulang? Aku kira masih di masjid," ucap Ima.
Ima tidak heran Nick pulang terlambat. Sebab Ima pikir suaminya itu berzikir seperti kemarin.
"Udah, Sayang. Ini kan udah hampir pagi," jawab Nick. Ia mendekat ke arah Ima.
Ima pun menghampiri suaminya. Kemudian ia salim pada suaminya itu. "Mas mau sarapan apa?" tanya Ima, setelah bersalaman.
"Sandwich aja, deh. Enggak usah yang berat-berat. Kamu bisa bikin sandwich, kan?" tanya Nick.
"InsyaAllah bisa. Tapi maaf ya kalau misalnya nanti buatan aku kurang enak," jawab Ima. Ia tidak percaya diri karena tidak biasa membuat sandwich.
"Aku yakin apa pun yang kamu masak, pasti enak. Apalagi kalau masaknya pake hati," ucap Nick sambil menunjuk dada Ima.
"Iya pasti, dong. Masa masak buat suami gak pake perasaan? Nanti Mas jalan ke kantor jam berapa?" tanya Ima.
"Aku berangkat jam 07.00. Kenapa, kamu mau bareng, biar aku antar ya?" tanya Nick.
"Enggak usah, Mas. Aku berangkat sendiri aja. Soalnya nanti kan aku ada beberapa tujuan. Kalau sekarang diantar sama kamu, terus gimana cara aku pergi ke tujuan yang lainnya?" Ima balik bertanya.
Kebetulan kemarin siang mobilnya sudah diantar oleh sopir Umar. Sehingga saat ini mobil Ima sudah ada di rumah Nick.
"Ya udah kalau begitu. Yang penting kamu hati-hati dan nanti sore pulang lebih awal!" pinta Nick.
"Siap Pak Haji!" jawab Ima.
Nick mengerutkan keningnya. "Kok Pak Haji? Aku kan bukan Haji," tanya Nick.
"Anggap aja itu doa dari aku! Siapa tahu nanti kamu bisa jadi haji, hehehe," sahut Ima. Ia akan selalu mengucapkan kalimat yang baik agar menjadi doa untuk suaminya.
"Aamiin," jawab Nick, sambil tersenyum kikuk. Nick tidak pernah terpikirkan sedikit pun untuk menjadi Haji.
Namun, berhubung Ima yang mengatakannya. Mungkin hal itu akan jadi pertimbangan baginya.
"Ya udah, kalo gitu Mas siap-siap aja dulu! Biar aku siapin sandwichnya. Kalau minumnya aku bikinin jus, Mas mau, gak?" tanya Ima. Ia ingin suaminya mengkonsumsi minuman yang sehat.
Sebenarnya pria itu tidak biasa minum jus. Ia selalu minum kopi setiap pagi. Namun karena Ima yang menawarkan. Ia pun tidak keberatan.
"Mau, Sayang. Ya udah Mas ganti baju dulu, ya," jawab Nick. Kemudian ia berjalan ke walk in closet di kamarnya.
Saat hendak keeluar kamar iru, Nick menghentikan langkahnya. "Oh iya, kalo tempat tidurnya udah kering, kita pindah lagi ke kamar utama, ya!" ucap Nick.
"Iya, Mas," jawab Ima. Ia selalu menuruti ucapan suaminya.
Nick meninggalkan kamar itu, menuju walk in closet. Sementara Ima bersiap untuk membuat Sandwich.
"Assalamualaikum, Bi," ucap Ima, saat tiba di dapur.
"Waalaikumsalam. Selamat pagi, Nyonya. Pagi ini kelihatannya segar banget," jawab Bibi. Ia senang jika bertemu dengan Ima.
"Alhamdulillah ... kan biar semangat, Bi. Kalau pagi-pagi udah lesu, nanti harinya jadi enggak menyenangkan," jawab Ima.
"Betul itu. Tapi nyonya tuh bawa ... kalo kata orang-orang positip pi-bes," ucap Bibi.
Ima tersenyum karena Bibi salah mengatakannya. "Positif vibes, Bi," ujar Ima. Ia membenarkan ucapan Bibi.
"Ah, iya itu maksudnya, hehe. Maaf ya, nyonya. Maklum lah, Bibi kan orang kampung," jawab Bibi, malu-malu.
"Lho, enggak apa-apa. Aku kan cuma meluruskan. Bibi enggak perlu merasa bersalah gitu! Semua orang pasti pernah punya salah, kok," ucap Ima.
"Mau bikin apa, Nya?" tanya Bibi.
"Ini, mas Nick minta sandwich. Ada roti enggak ya, Bi?" tanya Ima.
"Wah, sepertinya rotinya habis, Nya," jawab Bibi.
"Oh habis, ya? Nyari roti di mana ya pagi-pagi begini?" tanya Ima lagi.
"Biasanya sebentar lagi ada yang lewat kok, Nya. Nanti kalau lewat saya kasih tahu," jawab Bibi.
"Oke! Terima kasih, Bi." Ima pun menyiapkan bahan-bahan untuk membuat sandwich, sambil menunggu tukang roti lewat.
Saat Ima sedang menyiapkan bahan, Bibi mendengar ada suara tukang roti lewat di depan rumah mereka. "Nyonya, itu tukang rotinya lewat. Mau saya panggilkan?" ucap Bibi.
"Oh iya, boleh. Tolong pesan roti tawar gandum dua pack ya, Bi! Aku mau ambil uangnya dulu di kamar," jawab Ima.
"Baik, Bu," sahut Bibi. Kemudian ia berlari ke luar untuk memanggil tukang roti. Sementara Ima pergi ke kamarnya untuk mengambil uang.
Seperti biasa, sebelum masuk kamar Ima mengetuk pintunya lebih dulu. Sebab di kamar ada Nick yang sedang berganti pakaian. Bagaimana pun ia masih mengutamakan sopan santun.
"Permisi," ucap Ima sambil membuka pintu, setelah mengetuk lebih dulu sebelumnya.
Nick menoleh ke arah Ima. "Kok pake ketuk pintu segala, sih? Ini kan kamar kamu juga. Kalau mau masuk, masuk aja! Enggak usah ngetuk pintu dulu," ucap Nick. Ia ingin Ima menganggap kamar itu sebagai kamarnya sendiri.
"Kan aku enggak sendirian di kamar ini, Mas. Ada kamu juga. Tetap harus sopan, dong. Apalagi aku baru dua hari pindah ke sini. Masa mau main nyelonong aja?" jawab Ima sambil berjalan ke arah tasnya.
Nick hanya tersenyum. "Kamu mau gambil apa?" tanyanya.
"Ini, aku mau beli roti. Kebetulan rotinya habis," jawab Ima, sambil mengambil dompetnya.
"Ya udah, pake uang aku aja!" ucap Nick. Ia pun mengambil dompetnya. Entah mengapa Nick ingin Ima memakai uangnya.
"Enggak apa-apa, Mas. Kebetulan ini aku ada receh, kok," jawab Ima.
"Udah! Disuruh pake uang suami kok malah nolak?" tanya Nick.
"Ya udah, iya," jawab Ima. Kemudian ia berjalan ke arah Nick.
Namun, saat Nick membuka dompetnya, ternyata di dalam dompetnya hanya ada uang dollar. Sebab Iya yang baru pulang dari luar negeri bulan lalu itu belum pernah menukarkan uang.
Selama ini transaksinya selalu diwakilkan oleh Joe. Sehingga Nick sama sekali tidak memegang rupiah.
Ima tersenyum saat melihat suaminya. "Mas, ini di Indonesia. Tukang rotinya enggak mungkin pake dollar," ledek Ima.
"Aku lupa. Soalnya kemarin-kemarin selalu Joe yang membayar semua transaksi aku," ucap Nick, malu.
"Ya udah, enggak apa-apa. Biar pake uang aku aja dulu, ya?" tanya Ima.
"Iya," jawab Nick dengan berat hati.
Ima pun mengambil uangnya. Kemudian ia berjalan meninggalkan kamar. Menuju ke tukang tukang roti.
Nick penasaran. Ia memperhatikan istrinya dari jendela kamar. Namun keningnya mengerut kala melihat. Ternyata tukang rotinya masih muda dan tampan.
"Jadi berapa, Bi?" tanya Ima, pada bibi yang sudah memesan roti.
"Ini jadi 60 ribu, Nya," jawab Bibi.
Ima memberikan uangnya kepada Bibi. Ia tidak mau bertransaksi langsung dengan tukang roti itu.
Namun, Nick yang sedang memperhatikan mereka. Dapat melihat bahwa tukang roti itu terus memperhatikan Ima.
"Sialan! Berani sekali dia mencuri pandang ke istri aku!" maki Nick. Ia tidak terima istrinya dipandang oleh orang lain. Nick yang ada di dalam kamar pun keluar untuk menghampiri mereka.
***
Hola ... mash slow update, ya.
See u,
JM.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ustadzah Dinikahi Mafia Tampan
RomanceIma dilamar oleh seorang Mafia yang pura-pura mencintainya hanya karena gadis itu mengetahui rahasianya. Sang Mafia bernama Nick itu tidak ingin rahasianya terbongkar. Sehingga ia terpaksa menikahi Ima agar bisa membungkam mulutnya. Padahal selama...