67. Pulang Malam

16.3K 1.2K 58
                                    

Ima tersenyum getir. Satu sisi ia bangga karena suaminya itu mau berusaha meski hanya menjadi tukang ojek. Di sisi lain Ima kasihan karena tahu selama ini Nick selalu hidup berkecukupan.

"Iya, Mas. Tapi jangan terlalu dipaksakan, ya! Kalau sekiranya capek atau mungkin panas, kamu pulang aja dulu!" ucap Ima.

"Iya, aku kuat, kok. Kamu jangan khawatir!" sahut Nick.

"Aamiin," ucap Ima.

Beberapa saat kemudian makanan pesanan Ima sudah datang.

"Biar aku aja yang ambil," ucap Nick. Ia keluar untuk mengambil makanan tersebut. Kemudian membawanya masuk.

Hati Nick merasa miris. Ia yang sejak Ima mengandung selalu memperhatikan makanannya. Bahkan Nick selalu konsultasi ke ahli gizi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi istri dan janinnya itu.

Kini ia harus rela istrinya makan makanan yang belum jelas nilai gizi-nya. Meski sebenarnya makanan yang Ima pesan pun cukup sehat.

"Ini makanannya, Sayang," ucap Nick. Saat ia tiba di dalam, ternyata Ima sudah menyiapkan alat makan.

Mereka duduk lesehan di karpet. Kemudian menikmati makanan yang dibeli menggunakan uang Ima tersebut.

"Kamu suka makanannya?" tanya Nick. Ia khawatir Ima yang terbiasa makan makanan rumahan itu tidak cocok.

"Suka, Mas. Aku kan biasa makan apa aja," sahut Ima.

"Syukurlah. Makan yang banyak ya, Sayang," ucap Nick.

"Kamu juga," sahut Ima.

Selesai makan, Nick bersiap untuk pergi ngojek.

"Gak istirahat dulu, Mas?" tanya Ima.

"Gak usah, Sayang. Aku gak punya waktu untuk bersantai. Ini juga kan belum tau mau ngojek di mana. Semoga masih ada pangkalan ojek yang mau nerima aku," jawab Nick.

"Ya udah, kamu hati-hati, ya! Eum ... sebentar, deh," ucap Ima.

Ia pergi ke dapur untuk mencari botol minum. Beruntung di sana ada botol yang bersih. Ima pun mengisinya dengan air, kemudian memberikannya pada Nick.

"Ini minumnya, Mas," ucap Ima. Ia memberikan minum karena tahu suaminya tidak memegang uang sama sekali.

"Terima kasih, Sayang," jawab Nick.

"Motornya ada bensinnya, gak?" tanya Ima.

"Alhamdulillah motor itu bensinnya selalu full," sahut Nick.

"Syukurlah. Nanti kalau kamu lapar langsung pulang aja, ya!" pinta Ima.

"Iya, Sayang. Kamu istirahat di rumah, ya! Jangan terlalu capek. Kalau ada tamu, lebih baik pintunya gak usah dibuka!" pinta Nick.

Ia khawatir ada orang jahat yang mengganggu istrinya. Sehingga Nick melarang Ima membukakan pintu untuk siapa pun.

"Iya, Mas. Kamu hati-hati ya di jalan," pinta Ima.

"Oke, Sayang. Aku pergi dulu. Assalamualaikum," ucap Nick.

"Waalaikumsalam." sahut Ima.

Nick pun benar-benar pergi meninggalkan rumah. Ia masih mengenakan baju koko karena belum memiliki baju ganti. Sedangkan sarung yang Nick pakai sudah dilepas. Sehingga ia mengenakan celana panjang.

Sore itu Nick mencari lokasi yang cocok untuk mangkal. Beberapa kali ia datang ke pangkalan ojek, tetapi Nick ditolak dengan alasan pangkalan tersebut sudah penuh. Akhirnya pria itu memutuskan untuk mangkal di dekat pabrik.

Kebetulan saat itu bertepatan dengan jam bubar karyawan pabrik. Melihat ada tukang ojek tampan, mereka pun berebut ingin naik ojek Nick.

"Ke jalan Muara berapa, Bang?" tanya salah seorang wanita.

Ditanya seperti itu, Nick pun bingung. "Biasanya berapa ya, Bu? Maaf saya masih baru," ucap Nick, jujur.

"Ooh, saya bayar kayak biasa aja, ya?" tanya wanita itu.

"Boleh," sahut Nick. Ia tidak peduli dengan berapa pun bayaran yang ia dapat. Saat ini baginya yang terpenting adalah dirinya bisa mendapat penghasilan.

Sementara itu, Ima yang sedang menunggu Nick di rumah pun sedikit gelisah. Sebab sampai ba'da isya, suaminya masih belum juuga pulang. Ingin menanyakan kabar pun tidak bisa karena Nick tidak memegang ponsel.

"Ya Allah, lindungilah selalu suamiku, di mana pun ia berada," gumam Ima. Ia duduk di ruang tamu untuk menunggu suaminya pulang.

Ima yang merasa lelah pun akhirnya ketiduran di sofa. Bahkan ia tidak sadar saat Nick sudah tiba di rumah. Kala itu waktu telah menunjukkan pukul 11 malam.

"Assalamualaikum," ucap Nick, pelan.

"MasyaaAllah, kenapa kamu tidur di sini?" gumam Nick, saat melihat Ima terlelap.

Meski lelah, Nick ingin memindahkan istrinya ke kamar. Saat ia hendak menggendong Ima, ternyata wanita itu terbangun.

"Mas, baru pulang?" tanya Ima. Ia langsung menoleh ke arah jam dinding.

"Eh, kamu kenapa tidur di sini, Sayang?" Nick malah balik bertanya.

"Aku nungguin kamu, Mas. Aku khawatir kamu kenapa-kenapa," jawab Ima, jujur.

"Sayang, kesehatan kamu juga lebih penting. InsyaaAllah aku aman. Jadi next time jangan nunggu di sini, ya! Kalau ngantuk, tidur aja duluan. Kan aku gak tau bisa pulang jam berapa," jelas Nick.

"Ya Allah, kok pulangnya malem banget, Mas?" tanya Ima.

"Iya, kebetulan tadi aku dapat penumpang yang rumahnya cukup jauh. Aku gak mungkin nolak rejeki. Jadi tetap aku antar. Maaf ya udah buat kamu nunggu," ucap Nick.

"Pasti capek banget ya, Mas?" tanya Ima dengan mata berkaca-kaca.

Ia melihat kelelahan di wajah suaminya itu. Bahkan Nick yang kulitnya terbilang putih untuk ukuran laki-laki tersebut kini terlihat agak memerah karena tadi sempat kelelahan dan terkena polusi jalanan.

"Namanya juga kerja, Sayang. Gak ada yang gak capek. Tapi alhamdulillah hasil hari ini lumayan. InsyaaAllah cukup untuk makan besok," ucap Nick.

Ia pun mengambil uang dari sakunya. Kemudian memberikan semuanya pada Ima.

Ima tersenyum miris. Hatinya perih melihat begitu banyak uang recehan di saku suaminya. Biasanya Nick selalu memegang uang dollar. Seandainya rupiah pun, pasti pecahan besar.

Namun, kini bahkan ada uang lembaran seribu rupiah. Meski begitu ia bersyukur karena suaminya masih diberikan rejeki.

"Ini berapa, Mas?" tanya Ima.

"Belum aku hitung. Besok pagi saja kita hitung. Sekarang kamu istirahat dulu, ya! Aku mau mandi," ucap Nick.

Setelah mengatakan hal itu, Nick baru ingat bahwa dirinya tidak memiliki pakaian.

"Ada sabun cuci gak, Sayang?" tanyanya.

"Ada, Mas mau apa?" Ima balik bertanya.

"Ini kan aku gak ada baju lagi. Gak mungkin besok pakai baju kotor. Jadi mau aku cuci dulu. Semoga besok udah kering. Nanti malam biar tidur pakai sarung aja," jawab Nick.

Ima yang tak kuasa menahan haru pun memeluk suaminya. Kemudian ia menangis. "Sabar ya, Mas," ucapnya. Ia benar-benar tak tega melihat suaminya kesusahan seperti itu.

"Aku akan selalu sabar selama kamu mendampingiku. Kamu adalah penyemangat hidupku, Sayang," ucap Nick.

"Alhamdulillah. Tapi kamu gak perlu repot-repot nyuci. Kebetulan tadi sore Mamih ke sini. Beliau nganterin pakaian dan kebutuhan pokok. Jadi pakaian kotornya bisa disimpan di sana aja! Biar besok aku yang nyuci," ucap Ima.

"Oya? Bagaimana kalau Papih tau?" tanya Nick.

"Kata Mamih, beliau udah minta izin ke Papih. Tapi Papih cuma ngizinin sekali ini saja. Selebihnya kamu harus usaha sendiri," jawab Ima.

Ustadzah Dinikahi Mafia TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang