58. Hang Haram

20.9K 1.3K 51
                                    

Ima senang karena Nick meminta pendapatnya. "Jujur aja aku belum kepikiran. Tapi kalau bisa sih jangan sama kayak panggilan kamu ke orang tua kamu. Nanti kita cari nama yang lain aja, gimana?" usul Ima.

"Dengan senang hati. Apa pun yang kamu mau, aku nurut," jawab Nick.

"Iiih, kamu mah. Kan aku jadi enak, hehe," ucap Ima, malu-malu.

"Ya udah kamu mandi dulu, sana! Nanti ketinggalan zuhurnya, lho," ucap Nick.

"Eh iya," sahut Ima. Ia pun langsung beringsut, turun dari tempat tidur.

"Pelan-pelan, Sayang! Nanti jatuh," ucap Nick, sambil memegangi istrinya.

"Makaci," sahut Ima. Ia mencubit sedikit pipi suaminya itu dengan gemas.

Nick pun tersenyum melihat istrinya berjalan dengan percaya diri tanpa mengenakan busana. Beruntung kaca jendela kamarnya menggunakan kaca film satu arah. Sehingga orang dari luar tidak akan dapat melihat ke dalam.

"Kalau begini caranya, aku rela kamu hamil tiap tahun," gumam Nick. Ia senang dengan perubahan sikap Ima setelah mengandung.

Nick menunggu istrinya di sofa. Ia seolah tidak ingin melewatkan momen kebersamaan mereka begitu saja.

Meski begitu, ia tetap mengecek laporan pekerjaannya melalui tablet. Saat Nick sedang serius, tiba-tiba ada telepon masuk dari Joe.

Telepon terhubung.

"Ya, assalamualaikum," ucap Nick. Ia hampir lupa mengucapkan salam.

"W-waalaikumsalam, Bos," jawab Joe, kikuk. Ia belum terbiasa mengucapkan salam.

"Ada apa, Joe?" tanya Nick.

"Mengenai bisnis lama kita sudah diambil alih oleh anak buah Bos yang ada di luar kota. Dia siap untuk menghandle semuanya. Jadi apa Bos akan lepas tangan atau masih mau menerima margin dari bisnis tersebut?" tanya Joe.

"Aku tidak kekurangan uang, Joe. Jadi aku mau lepaskan semuanya," jawab Nick, yakin.

"Tapi modal Bos di sana sangat besar. Apa Bos yakin?" tanya Joe lagi. Ia seolah tidak rela jika Nick melepaskannya begitu saja.

"Kamu mau uang itu?" tembak Nick.

"B-bukan begitu, Bos. Aku mana berani menginginkan uang Bos. Aku hanya merasa perjuangan Anda selama ini sia-sia," jelas Joe.

"Tidak ada yang sia-sia jika kita berusaha untuk berubah ke arah yang lebih baik. Aku yakin Allah pasti akan menggantinya dengan yang lebih. Meski sebenarnya aku pun tidak mengharapkan hal itu," jelas Nick.

Ilmu yang ia dapatkan dari Zaki sudah tertanam di kepalanya. Sehingga ia bisa menjelaskan dengan bijak.

"Tapi kalau kamu merasa berat untuk menyerahkannya pada mereka, sumbangkan saja uang itu ke yang membutuhkan. Aku yakin di luar sana banyak orang yang membutuhkan dan akan senang jika mendapat bantuan," pinta Nick.

"Apa bisa memberi sumbangan dari uang seperti itu, Bos?" tanya Joe.

"Mereka kan tidak tahu itu uang apa. Aku yakin kalaupun ada yang berdosa, akulah orangnya. Mereka yang tidak tahu apa-apa insyaaAllah tidak akan ikut menanggung dosanya. Dari pada uang itu digunakan untuk yang haram lagi." ucap Nick, yakin.

Joe sulit berkata-kata. 'Bos gimana, sih? Baru beberapa minggu nikah, perubahannya udah banyak banget. Padahal katanya dia yang mau ngatur Nyonya,' batin Joe.

"Joe!" panggil Nick.

"Eh, iya Bos. Kalau begitu biar aku siapkan agar uang itu disumbangkan ke yang membutuhkan," ucap Nick.

"Nah, gitu dong!" sahut Nick.

"Ada satu lagi, Bos," ucap Joe.

"Apa?" tanya Nick lagi.

"Jadi dia (orang yang mengambil alih usaha Nick) mengatakan ingin balas dendam ke Komandan yang waktu itu sempat menyerang markas di perbatasan," jelas Joe.

"Untuk apa? Toh masalahnya sudah celar," tanya Nick, heran.

"Jadi katanya komandan itu sempat menyerang markas lagi dan menyebabkan kerugian besar. Sebab banyak barang yang mereka sita," jelas Joe.

"Katakan padanya, jangan sampai mengganggu aparat keamanan! Aku tidak mau nanti namaku yang terseret," pinta Nick.

"Aku sudah mengatakan seperti itu, Bos. Tapi agaknya saat ini ada orang dalam pemerintahan yang mendukung mereka. Jadi mereka berani melakukan hal itu," jelas Joe.

Nick terdiam sesaat. "Ya sudah, kalau begitu kamu tetap pantau! Jika kondisinya semakin genting, aku akan turun tangan. Aku tidak ingin dijadikan kambing hitam oleh mereka," ucap Nick.

"Siap, Bos!"

Telepon terputus.

"Kurang ajar! Baru saja mengambil alih usahaku, sudah banyak tingkah. Jika tidak ingat istriku, pasti dia akan kubunuh," gumam Nick, geram.

"Astaghfirullah," ucapnya, saat sadar bahwa ucapannya tidak baik.

"Kenapa, Mas?" tanya Ima yang baru saja selesai mandi.

"Gak apa-apa, Sayang. Kamu baru selesai?" Nick balik bertanya.

"Iya, aku shalat dulu, ya. Habis itu kita makan," jawab Ima.

"Iya, Sayang," sahut Nick.

'Kapan aku punya nyali untuk mengatakan yang sejujurnya pada Ima?' batin Nick.

Sampai saat ini ia masih belum berani untuk mengakui bahwa dirinya adalah mantan mafia. Nick khawatir Ima shock dan semakin illfeel padanya.

'Ya Allah, berilah aku keberanian untuk berkata jujur,' doa Nick dalam hati.

Beberapa saat kemudian, Ima sudah selesai shalat. "Makan yuk!" ajaknya. Ia merasa lapar, sehingga langsung mengajak Nick makan.

"Ayo!" sahut Nick.

Mereka pun meninggalkan kamar, menuju ruang makan.

"Pasti kamu udah lapar, kan?" tanya Nick. Ia berjalan sambil mengusap-usap perut Ima.

"Iya, lapar banget, hehe," jawab Ima, malu.

"Makan yang banyak ya, Sayang. Biar makin seksi," bisik Nick, genit.

"Gak mau ah, kalau kebanyakan nanti bukan seksi, yang ada malah bulet," ucap Ima, manja.

"Gak apa-apa. Kan lucu kalau bulet, menggemaskan. Hehehe."

"Enak aja! Sekarang bisa bilang begitu, nanti giliran aku bulet beneran, kamu malah sibuk ngelirik cewek lain. Apalagi mantan kamu yang seksi itu," ucap Ima, kesal.

Deg!

Nick mendadak kikuk kala Ima menyenggol masalah mantannya. Ia merasa seperti aib yang sedang dibongkar.

'Kenapa dia harus bahas itu, sih?' batinnya.

"Apa? Kamu jadi inget sama dia? Jadi kangen?" tuduh Ima. Saat ini ia terlihat kekanakan karena cemburu. Padahal biasanya Ima selalu elegant.

"Enggak, Sayang. Ngapain sih bahas masa lalu. Aku maunya yang jelas-jelas aja. Yang ada di depan mata. Kamu jauh segala-galanya. Gak mungkin aku tergoda oleh wanita lain," ucap Nick, sambil menarik kursi untuk Ima.

"Gombal!" cibir Ima. Jika sedang seperti itu, ia tidak terlihat seperti seorang ustadzah. Sebab sikapnya manja dan sedikit genit.

"Tapi cinta, kan?" goda Nick, sambil mengedipkan sebelah matanya.

Ima menjebik. "Oh iya, Mas. Tadi kok pas aku lagi di kamar mandi, aku ada denger kamu bahas uang haram gitu, sih?" tanyanya.

Ustadzah Dinikahi Mafia TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang