48. Hasil Istikharah

22.9K 1.4K 65
                                    

Ima tercekat saat Nick menyodorkan benda itu padanya. Berbeda dengan Nick yang berharap bahwa Ima mengandung. Wanita itu justru takut bahwa hasilnya positif.

'Ya Allah, bagaimana jika aku positif? Apalagi aku memang telat datang bulan,' batin Ima.

Jadwal datang bulan Ima adalah beberapa hari setelah menikah dengan Nick. Namun, sejak saat itu Ima belum juga haid. Sehingga Ima ragu untuk melakukan apa yang Nick minta.

Ima paham mengenai proses kehamilan. Meski pernikahannya belum ada dua minggu, tetapi HPHT (hari pertama haid terakhir) Ima adalah satu bulan yang lalu. Sehingga, saat dirinya telat datang bulan ketika sudah aktif berhubungan suami istri, kemungkinan mengandung sangatlah besar.

"Kenapa diam? Apa kamu takut? Atau jangan-jangan kamu sudah hamil?" tebak Nick.

"Apa yang perlu ditakuti? Kalaupun kamu hamil, kamu punya suami yang pasti bertanggung jawab. Justru dengan begitu artinya Allah menginginkan kita terus bersama," jelas Nick.

Sontak air mata Ima menetes. "Kalau kamu mau terus bersama aku, kenapa kamu masih menemui wanita itu?" lirih Ima. Hatinya masih sangat perih, mengingat apa yang ia lihat tadi.

"Lebih baik sekarang kamu test dulu! Setelah itu aku akan jelaskan semuanya di rumah," ucap Nick.

Ima menelan saliva. Ia masih belum berani melakukannya.

"Oke! Kalau kamu gak mau test, aku anggap kamu telah mengandung anakku dan artinya kamu harus pulang ke rumah!" ucap Nick, tegas. Kemudian ia menggandeng tangan Ima dan mengajaknya pulang.

"Tunggu!" ucap Ima. Ia kembali menarik tangannya.

"Apa lagi, Sayang?" tanya Nick.

"Oke! Aku akan test," ucap Ima. Ia menyodorkan tangannya, untuk meminta alat tersebut.

Nick menghela napasnya. Kini giliran dirinya yang gugup karena khawatir dugaannya melesat. Padahal tadi ia sudah senang ketika Ima ragu. Sehingga tidak perlu pembuktian bahwa Ima mengandung.

Akhirnya dengan berat hati Nick memberikan alat itu. "Aku ikut masuk!" ucap Nick.

Ima mengerutkan keningnya. "Kenapa harus begitu?" tanyanya.

"Siapa yang bisa jamin kalau kamu tidak akan curang?" tuduh Nick.

"Kamu gak percaya sama aku?" tanya Ima, kesal.

"Kamu sendiri, apa percaya sama aku?" skak Nick.

"Padahal sejak awal kita sudah berjanji akan saling percaya. Tapi nyatanya kamu lebih percaya orang lain. Sebagai suami, hatiku terluka. Meski begitu aku tetap berusaha untuk mempertahankan kamu karena aku cinta kamu, Ima," ucap Nick dengan wajah memelas.

Ima menghela napas. Akhirnya ia membawa alat itu ke kamar mandi dan membiarkan Nick mengikutinya.

Sebenarnya ia malu dilihat oleh Nick seperti itu. Namun Ima tidak ada pilihan lain.

Setelah urine Ima ditampung menggunakan cup plastik, Nick langsung mengambilnya. Ia tak merasa jijik sedikit pun. Nick membiarkan Ima membersihkan tubuhnya, sementara dirinya mengetes secara langsung.

Nick menaruh cup itu di meja wastafel. Kemudian ia membuka kemasan alatnya dengan tangan gemetar. Sedangkan Ima sudah pasrah dengan apa pun hasilnya. Ia tak dapat berkutik lagi.

'Ya Tuhan, selamatkanlah rumah tanggaku,' batin Nick. Jantungnya berdebar hebat kala menyelupkan alat itu ke dalam cup. Sebelumnya ia sudah membaca aturan pakai lebih dulu.

Ima hanya duduk di closet sambil menunggu hasilnya. Ia sudah lemas karena khawatir hasilnya tidak sesuai dengan harapannya.

Nick menahan napas kala muncul satu garis di alat tersebut. 'Kenapa hanya satu?' batin Nick. Ia sudah hampir putus asa dan khawatir Ima akan langsung mengusirnya.

"Negatif, kan?" tanya Ima. Ia dapat melihat dari pantulan cermin.

Nick hanya melirik sekilas. Namun ia masih bertahan untuk menunggu.

"Sudahlah, Mas! Memang tidak ada yang bisa dipertahankan lagi," ucap Ima sambil berdiri. Entah mengapa hatinya seolah bertolak belakang dengan pikirannya. Ia kecewa saat mengetahui hasilnya negatif.

Sontak air mata Nick menetes kala melihat ada dua garis di benda itu. "Ya Tuhan, terima kasih," lirih Nick.

Ia pun berbalik dan memeluk Ima yang sedang melintas di belakangnya. "Kamu hamil, Sayang," bisik Nick sambil menangis.

Deg!

Tubuh Ima meremang. Lututnya terasa lemas. Ia tidak tahu harus senang atau bersedih. Namun air matanya itu keluar tanpa permisi.

Ima memejamkan mata. Ia membiarkan Nick memeluknya tanpa memberikan balasan.

'Apakah ini jawaban dari istikharah-ku?' batin Ima.

"Aku berjanji akan menjagamu dan calon bayi kita. Aku pun akan menjelaskan semuanya di rumah agar kamu tidak salah paham lagi," ucap Nick sambil memeluk erat istrinya itu.

Ima sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia paham bahwa dirinya harus patuh pada suami, terlepas apa pun masalah yang sedang mereka hadapi. Apalagi saat ini dirinya sedang mengandung.

Nick melepaskan pelukkannya. Kemudian ia menangkup kedua pipi Ima. Sebelumnya ia sudah mencuci tangan terlebih dahulu.

"Aku pastikan kita akan hidup bersama sampai maut memisahkan," ucap Nick. Kemudian ia mengecup bibir Ima secara perlahan.

Ima tidak menolak. Ia hanya diam tanpa memberikan respon.

Meski Nick sedikit kecewa, tetapi ia paham apa yang sedang istrinya rasakan. Ia pun tidak protes. Baginya, yang terpenting saat ini adalah pernikahannya selamat.

Nick menghapus air mata istrinya. Sementara itu ia membiarkan wajahnya masih dibasahi air mata. Sebab ia hanya fokus pada Ima. "Ayo kita pulang," ucap Nick. Lalu ia menggandeng istrinya itu.

Ima membuntuti Nick karena tangannya digandeng. Tak lupa Nick mengambil koper milik istrinya. Kemudian mereka berdua meninggalkan apartemen itu.

Sepanjang jalan Ima terdiam. Nick pun tidak tahu harus bicara apa. Namun Nick tidak betah jika hanya ada keheningan di antara mereka.

"Sayang, kapan kita mau ke dokter untuk memeriksakan kandunganmu?" tanya Nick.

"Terserah!" jawab Ima, singkat.

"Ya sudah, sekarang kita pulang dulu! Banyak yang harus aku jelaskan padamu," ucap Nick.

Hatinya sangat sakit kala mendapat perlakuan dingin dari Ima. Padahal selama ini istrinya itu selalu romantis padanya. Kini tidak ada lagi wanita manja yang biasa mewarnai harinya.

Sebenarnya Nick bisa saja langsung meminta Joe untuk membunuh Amber. Namun ia khawatir suatu saat Ima mempertanyakan tentang keberadaan wanita itu atau meminta penjelasan dari Amber.

Ia pun khawatir akan menjadi boomerang baginya jika sampai Ima mengetahui bahwa dirinya telah membunuh Amber. Ia yakin Ima pasti akan sangat kecewa padanya.

Sejak menikah dengan Ima, entah mengapa Nick jadi merasa pergerakkannya seolah ada yang memantau. Padahal belum tentu Ima mengetahuinya. Namun ia takut untuk berbohong pada istrinya itu.

Setibanya di rumah, Nick mengajak Ima masuk. Bi Mar yang melihat pun merasa lega karena Ima sudah kembali ke rumah. Ia membantu Nick untuk membawa koper Ima.

"Tolong bawa ke kamar ya, Bi!" ucap Nick.

"Baik, Tuan!" sahut Bibi. Ia lega karena Nick tidak memarahinya.

"Ayo, Sayang!" ucap Nick. Ia merangkul Ima dan mengajaknya masuk ke rumah. Setelah itu Nick berjalan menuju ke kamar mereka.

"Kami butuh privacy!" ucap Nick saat berpapasan dengan Bi Mar yang sudah keluar dari kamar mereka.

"Baik, Tuan!" sahut Bi Mar.

Ia sudah paham jika Nick mengatakan hal itu. Artinya Nick sedang tidak ingin di ganggu dan tidak ada orang yang boleh masuk ke rumah itu atau mendekat ke jendela kamarnya.

'Aku harus mulai dari mana?' batin Nick saat memasuki kamar mereka.

Ustadzah Dinikahi Mafia TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang