37. Mencari Ustadz

18.7K 1.2K 41
                                    

Nick berdiri di depan dinding polos agar Ima tidak curiga. Kemudian ia menjawab panggilan video dari istrinya tersebut.

"Assalamu alaikum, Sayang," ucap Nick. Wajahnya yang tadi sempat kaku itu langsung tersenyum saat melihat Ima. Hal tersebut membuat Amber sangat kesal dan cemburu.

"Waalaikum salam. Mas udah sampe kantor?" tanya Ima.

"Udah, ini baru aja sampe. Kamu lagi di mana?" Nick balik bertanya.

"Lagi di pondok, Mas. Masih ada satu jam pelajaran, habis itu baru pulang," jawab Ima.

Saat Ima sedang berbicara, Nick melihat ada Adam melintas di belakang Ima. Sebab saat itu Ima sedang duduk di taman sambil menunggu jam pelajaran dimulai.

'Sial! Kenapa dia selalu ada di sekitar Ima?' batin Nick, wajahnya terlihat geram.

"Kenapa, Mas?" tanya Ima.

"Kamu belum masuk kelas?" Nick balik bertanya.

"Belum, ini masih jam istirahat. Sebentar lagi masuk. Aku lagi nyari angin dulu duduk di taman," jawab Ima.

"Ya sudah, kalau begitu kamu jangan lama-lama di luar!" ucap Nick. Ia sangat benci melihat Adam.

"Iya, Mas. Ini juga baru mau masuk," sahut Ima.

"Ya sudah, aku juga mau kerja lagi."

"Oke, met kerja, Mas. Assalamu alaikum," ucap Ima.

"Waalaikum salam," sahut Nick.

Saat itu Ima tidak fokus karena ada Adam mendekat ke arahnya. Sehingga ia tidak sadar bahwa sambungannya belum terputus.

"Assalamu alaikum, Ustadzah," sapa Adam.

Nick yang memang masih menunggu Ima memutuskan sambungan teleponnya itu pun langsung melotot. Ia hendak memanggil Ima, tetapi tangan Ima tak sengaja menyentuh tombol hingga sambungannya langsung terputus.

"Argh, sial!" maki Nick. Ia sangat geram karena yakin bahwa pria itu adalah Adam.

"Sepertinya kamu telah jadi budak cinta," cibir Amber. Sebenarnya sejak tadi ia sudah gatal ingin mengganggu Nick. Namun ia berusaha bertahan karena khawatir Nick akan murka.

"Diam kamu!" bentak Nick. Ia sedang emosi, sehingga tidak terima diledek seperti itu.

"Nick, apakah tidak ada cinta yang tersisa untukku sedikit pun?" tanya Amber. Ia berusaha memastikan lagi.

"Awalnya aku pikir ada. Tapi setelah apa yang kamu lakukan. Aku yakin bahwa tidak ada cinta untukmu lagi. Aku paling benci wanita yang berani menentangku!" ucap Nick, kesal.

"Oke, aku minta maaf. Aku janji tidak akan mengulanginya lagi. Aku tidak akan menemui dia lagi. Tapi mohon, jangan tinggalkan aku seperti ini, Nick. Aku masih mencintai kamu," ucap Amber.

Ia rela menjatuhkan harga dirinya sendiri agar Nick tidak meninggalkannya begitu saja. Amber merasa kalah jika sampai Nick lebih memilih Ima dari pada dirinya.

"Maaf, aku tidak bisa. Tapi kamu jangan khawatir! Aku akan tetap bertanggung jawab atas kebutuhanmu. Lebih baik kamu segera pulang ke negaramu! Nanti aku akan berikan kartu kredit untuk biaya hidupmu," ucap Nick.

"Aku tidak butuh uang, aku butuhnya kamu, Nick," ucap Amber dengan mata berkaca-kaca.

"Aku sudah milik orang lain. Tolong kamu mengerti!" pinta Nick.

Air mata Amber pun langsung mengalir. "Semudah itu kamu melupakan diriku. Padahal hubungan kita selama ini cukup jauh. Aku pikir, akulah yang akan menjadi istrimu, Nick," lirih Amber.

"Sebejad-bejadnya lelaki, pasti menginginkan wanita yang baik untuk menjadi istrinya," desis Nick.

"Maksud kamu apa, Nick?" tanya Amber, emosi.

"Apa kamu yakin ingin aku jelaskan?" tanya Nick dengan senyuman licik.

Amber mengerutkan keningnya. Melihat ekspresi Nick membuat Amber takut. "Maksud kamu apa?" tanya Amber.

"Aku hanya khawatir. Jika aku jelaskan, nanti kamu yang akan malu sendiri," ucap Nick, sambil menyunggingkan sebelah ujung bibirnya.

Amber pun terdiam. Ia jadi khawatir Nick mengetahui sesuatu. Namun Amber tidak berani bertanya lagi.

"Sekarang pilihan ada di tangan kamu. Jika kamu ingin aman, jangan ganggu istriku! Tapi jika sampai kamu mengusik istriku seujung kuku pun, kamu akan tau akibatnya!" desis Nick. Setelah itu ia langsung meninggalkan apartemen tersebut.

Amber pun terkulai lemas. Ia tak menyangka Nick akan sekeras itu padanya. Padahal ia pikir Nick akan mengalah jika diancam. Amber lupa sedang menghadapi siapa. Padahal Amber tahu betul bahwa Nick adalah mafia yang tak memiliki perasaan.

"Memangnya dia pikir siapa dia berani mengancamku?" gumam Nick.

"Maafkan aku, aku tidak bermaksud menyakitinya. Tapi adikmu yang sudah keterlaluan," ucap Nick. Ada sedikit rasa bersalah pada sahabatnya. Namun ia harap sahabatnya itu bisa mengerti.

Sore hari, Nick sudah kembali ke rumahnya. Kali ini ia pulang agak sore, sehingga saat tiba di rumah, Nick langsung mandi dan pergi ke masjid untuk shalat maghrib.

"Sayang, mungkin aku akan dzikir di masjid. Jadi pulang setelah isya, ya. Habis itu barulah kita makan malam bersama. Oke?" ucap Nick saat hendak pamit ke masjid.

"Iya, Mas. Hati-hati, ya!" jawab Ima. Ia sangat senang karena suaminya begitu soleh. Ia tak menyangka seorang seperti Nick suka berdzikir.

"Iya, Sayang," sahut Nick. Ia pun meninggalkan rumah.

Sebelumnya Nick sudah meminta Joe untuk membeli motor. Sehingga kali ini ia tidak perlu berjalan kaki untuk menuju ke masjid.

"Gimana, sudah dapat?" tanya Nick, pada satpam yang menjaga rumahnya.

"Sudah, Tuan! Ini dia kontaknya," ucap satpam tersebut.

Kebetulan Nick membawa ponsel. Ia khawatir Amber masih menghubunginya. Nick pun mencatat nomor tersebut.

"Oke terima kasih, namanya Zaki, ya?" tanya Nick pada satpamnya. Satpam Nick yang satu ini merupakan seorang muslim.

"Betul, Tuan. Beliau merupakan ustadz terbaik. Kebetulan rumahnya pun tidak jauh cluster sini," jawab satpam.

"Oke, terima kasih," ucap Nick. Kemudian ia pun pergi.

Nick meminta satpam mencarikan ustadz untuk dirinya belajar mengaji dan shalat. Sebab ia perlu 'bekal' agar tidak terjebak oleh permintaan Ima lagi seperti kemarin.

"Aku kan jenius. Jadi pasti cepat belajar," gumam Nick. Ia yakin dirinya akan mudah menerima ajaran dari ustadz tersebut. Menghafal surat Ar-Rahman saja ia mampu, pikirnya.

Beberapa saat kemudian, ia tiba di masjid. Nick pun langsung mencari ustadz yang dimaksud.

"Permisi, Bapak kenal ustadz Zaki?" tanya Nick pada salah seorang jamaah.

"Iya kenal. Di sini mah siapa sih yang gak kenal beliau," sahut orang itu.

Nick pun lega. "Orangnya yang mana, ya?" tanya Nick lagi.

"Wah, kalau ustadz Zaki mah shalatnya gak di sini. Beliau biasa shalat di masjid pondok. Sebab beliau imam di sana," jelas orang tersebut.

"Oooh begitu? Kalau rumahnya, Bapak tau?" tanya Nick lagi.

'Mungkin lebih baik aku temui dia ke rumahnya saja,' batin Nick.

***

Maaf ya aku lagi sibuk sama novel ekslusifku di sebelah. Jadi novel ini update sesempatnya. Tapi aku pastikan akan tetap update sampai tamat męski gak setiap hari.


See u,

JM.

Ustadzah Dinikahi Mafia TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang