19. Sangat Jauh

25.7K 1.6K 51
                                    

Nick sangat terkejut saat mendengar Ima ingin ikut ke masjid. 'Mati aku. Bagaimana dia bisa ikut, aku saja tidak tahu di mana masjidnya,' batin Nick.

"Lebih baik kamu shalat di rumah aja, S-sayang," jawab Nick, gugup.

Ima pun berpikir. Ia tahu memang wanita lebih baik shalat di rumah. Namun saat ini ia sedang ingin merasakan vibes subuh. Sebab udara subuh di luar pasti sangat segar. Shalat di masjid pun akan lebih bermakna.

"Apalagi kemarin aku lihat di sana tidak ada wanita. Masa kamu mau shalat sendirian? Apa kamu tidak risih jika hanya ada banyak pria di sana?" tanya Nick.

Sebelumnya ia pernah mengetahui bahwa Ima tidak nyaman jika berkumpul dengan pria dalam satu ruangan. Hal itu ia ketahui saat pembahasan mengenai resepsi pernikahan.

"Iya juga, sih. Ya udah deh, aku shalat di rumah aja," jawab Ima.

"Syukurlah," ucap Nick, lega.

"Kenapa, Mas?" Ima heran.

"Enggak, ini aku mau pergi. Ya udah, assalamu alaikum," ucap Nick, gugup.

"Waalaikum salam," jawab Ima. Kemudian mereka pun berpisah.

'Huuh! Hampir saja. Sepertinya sekarang aku harus menemukan di mana lokasi masjid itu. Jika sampai dia memaksa ingin ikut lagi, bisa bahaya,' batin Nick.

Saat keluar dari rumah, Nick pun bertanya pada penjaga rumahnya. "Kamu tahu di mana lokasi masjid komplek ini?" tanya Nick, pelan-pelan.

"Maaf, Tuan. Saya tidak tahu," jawab penjaga itu.

"Gimana, sih? Masa gak tau. Emangnya kamu gak pernah shalat di masjid?" tegur Nick, kesal.

"Saya kan non muslim, Tuan. Gak pernah shalat, hehe," jawabnya sambil menggaruk kepala bagian belakang.

"Ck! Bukan bilang dari tadi," ucap Nick sambil mendengus.

Selain non muslim, penjaga rumah Nick merupakan orang baru. Ia pun tidak pernah berkeliling di komplek itu. Terlebih ia tinggal di luar komplek, serta jalan yang biasa ia lalui memang tidak pernah melewati masjid yang terletak di bagian dalam.

"Lalu bagaimana caranya aku agar bisa menemukan masjid itu? Mana masih gelap. Ngantuk pula. Ada-ada aja," gumam Nick sambil berjalan. Ia kesal karena masih mengantuk sudah harus pergi mencari masjid.

"Ah iya, aku pinjam motor dia saja," gumam Nick lagi. Akhirnya ia kembali untuk meminjam motor penjaga rumahnya. Ia sudah seperti orang ling-lung.

"Motor kamu mana? Saya mau pinjam untuk ke masjid," ucap Nick.

"Oh sebentar, Tuan!" ucap penjaga. Kemudian ia berlari kecil untuk mengambil motornya.

"Ini motornya. Memang Tuan tau di mana masjidnya?" tanya penjaga itu, saat memberikan motor pada Nick.

"Taulah. Kalau gak tau, lalu saya mau shalat di mana?" Nick sangat gengsi mengakuinya.

"Ooh, tadi Tuan nanya, saya pikir gak tau," ucap penjaga itu, hati-hati.

"Saya cuma mau ngetest kamu aja!" jawab Nick, ketus. Kemudian ia pergi menggunakan motor terserbut.

"Ngapain pake ditest?" gumam penjaga, heran.

Akhirnya Nick berkeliling komplek menggunakan motor penjaga rumahnya. Komplek perumahan elit dengan rumah yang besar-besar itu sangat luas.

Bahkan raw jalannya saja 8 meter. Sebab kendaraan mobil mewah hilir mudik di sana. Jika jalannya sempit, khawatir mobil akan lecet apabila bersenggolan.

"Astaga! Pantas saja aku tidak bisa menemukannya. Ini jauh sekali," gumam Nick.

Ternyata jarak masjid dengan rumahnya sekitar 700 meter. Sehingga ketika ia berjalan kaki kemarin, Nick tidak dapat menemukan masjid tersebut.

Beruntung kali ini Nick bisa tiba di masjid tepat waktu. Sehingga ia bisa mengikuti shalat berjamaah. "Syukurlah, setidaknya kali ini aku tidak perlu bohong pada istriku," gumam Nick.

Entah mengapa Nick merasa sangat berdosa jika berbohong pada istrinya. Sehingga ia lega sekaligus bangga saat bisa melakukan hal yang disukai oleh Ima.

Nick pun mengikuti apa yang orang lain lakukan di sana. Ia yang tidak bisa shalat itu sibuk melirik ke kanan-kiri dan depan. Supaya shalatnya tidak salah. Sebab ia lupa bagaimana urutan shalat.

'Yes, kali ini aku tidak perlu berbohong pada Ima,' batin Nick saat sedang shalat. Ia bahkan tersenyum bangga.

Selesai sahalat, Nick langsung kabur dari masjid. Ia bergegas pulang untuk pamer karena kali ini dirinya sungguh-sungguh melaksanakan sahalat.

Padahal sebenarnya Nick pun tidak mungkin jujur. Namun, ia sedang berusaha meyakinkan hatinya sendiri atas kebanggaan tersebut.

Nick begitu bersemangat mengendarai motor untuk pulang. Namun, saat baru 1/4 perjalanan, motor Nick tiba-tiba mogok.

"Yah, kenapa, nih?" tanya Nick saat gasnya sudah tidak berfungsi.

Det! Det! Det!

Akhirnya motor itu pun tidak bergerak lagi.

"Astaga! Keterlaluan sekali. Kenapa bensinnya bisa sampai habis seperti ini?" keluh Nick. Ia sangat emosi karena bensin motor itu ternyata habis.

"Haduh, aku gak bawa hape. Gimana ini?" keluh Nick. Membayangkan harus mendorong motor dari tempat itu ke rumahnya saja sudah membuat Nick pusing.

"Jangankan dorong motor. Aku jalan kaki aja pasti capek banget. Keterlaluan!" Akhirnya Nick marah-marah sendiri.

"Ya sudah! Aku tinggal aja. Motor butut gak guna!" maki Nick. Kemudian ia menendang motor tersebut. Nick sangat kesal karena merasa dikerjai oleh anak buahnya. Padahal penjaga rumah Nick tidak bermaksud seperti itu.

Nick yang ingin buru-buru tiba di rumah pun terpaksa harus berjalan kaki. Bahkan ia sampai berkeringat karena jaraknya cukup jauh.

"Lho, motornya mana, Tuan?" tanya penjaga rumah, saat Nick sudah tiba di sana.

"Kamu itu gimana, sih? Ngasih motor kok gak ada bensinnya. Memangnya kamu pikir saya mau mendorong motor sejauh itu?" Nick langsung memarahi penjaga rumahnya itu.

"Maaf, Tuan. Saya lupa kalau belum isi bensin. Lalu sekarang motornya di mana?" tanya penjaga itu.

"Saya buang!" ucap Nick, kesal. Kemudian ia berlalu masuk ke rumah.

"Waduh, pasti ditinggal di tengah jalan, nih. Haduh, ada-ada aja," gumam penjaga rumah. Ia tidak berani menyalahkan Nick.

"Assalamu alaikum," ucap Nick, lemas.

"Waalaikum salam," jawab Bibi.

"Ima mana, Bi?" tanya Nick.

Belum sempat Bibi menjawab, Nick sudah mendengar suara Ima sedang bertadarus. "Ya sudah, saya langsung ke kamar," ucap Nick, sebelum Bibi menjawab.

Nick pun berjalan mencari Ima. Tiba di depan kamar, ia mendorong pintu kamarnya yang tidak tertutup rapat itu, pelan-pelan. Sebab Nick tidak mau mengganggu Ima yang sedang membaca Al-Qur'an itu.

Saat pintu terbuka lebar, suara Ima pun terdengar semakin jelas.

"Wah ... suaranya merdu sekali," gumam Nick sambil tersenyum.

Ustadzah Dinikahi Mafia TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang