"M-morning," jawab Ima, kikuk. Ia tidak nyaman karena orang itu tidak mengucapkan salam. Namun, melihat dari penampilannya, Ima dapat memaklumi bahwa wanita itu mungkin non muslim.
Ia mengangguk sambil menatap stafnya. Artinya ia mengizinkan orang itu untuk masuk.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Ima. Ia lupa bahwa dirinya pernah bertemu dengan Amber. Sehingga ketika melihat Amber, reaksinya biasa saja.
"Hai, perkenalkan namaku Amber. Aku tau kamu dari Nick," ucap Amber sambil mengulurkan tangannya ke arah Ima. Ia terlihat begitu ramah.
"Oohh ... saya Ima. Kalau boleh tau, ada perlu apa, ya?" tanya Ima lagi. Ia masih belum paham apa tujuan Amber datang ke sana.
"Aku cuma mau beli beberapa pakaian. Tapi berhubung toko ini milik istri dari temanku, jadi aku menemui kamu untuk menyapa," ucap Amber sambil tersenyum.
"Terima kasih atas kunjungannya. Jika ada yang perlu dibantu, bisa minta tolong ke staf saya yang ada di luar," jawab Ima. Ia pun ramah karena sikap Amber tidak terlalu mencurigakan.
"Of course. Anyway, ternyata istri Nick cantik, ya. Pantas saja sekarang dia sibuk dengan istrinya. Sampai selalu pulang lebih awal. Padahal biasanya dia sibuk dengan pekerjaannya," ucap Amber.
Ima tersenyum. Ia tidak tahu harus senang atau merasa risih. Sebab ucapan Amber barusan seolah mengatakan bahwa Amber mengetahui kegiatan Nick.
"Mungkin karena memang sedang tidak sibuk di kantor," jawab Ima.
"Mungkin. Tapi baguslah. Siapa tau dengan begitu, kalian bisa cepat punya momongan, kan," ujar Amber. Ia memancing Ima karena ingin tahu sejauh mana hubungan mereka.
"Aamiin ... masalah itu, yang terpenting kami sudah berusaha. Diberinya kapan, biar Allah yang mengatur," jawab Ima.
Mendengar jawaban Ima, hati Amber terasa sakit karena artinya mereka memang sudah melakukan hubungan suami istri. Sebenarnya Amber masih ingin mengorek informasi dari Ima. Namun jika ia bertanya terlalu banyak, khawatir Ima akan curiga.
"Kamu memang wanita baik, tidak heran Nick jatuh cinta sama kamu," ucap Amber.
Ima hanya tersenyum.
"Oke! Aku rasa sudah cukup, kapan-kapan aku datang ke sini lagi, boleh, kan?" tanya Amber.
"Boleh," jawab Ima, kikuk. Sebenarnya ia tidak nyaman. Namun Ima tidak mungkin melarang Amber untuk menemuinya lagi. Sebab bagaimana pun Amber adalah tamu yang harus dihormati.
"Ya sudah, aku pamit dulu. Sampai bertemu lagi. Salam buat Nick," ucap Amber. Kemudian ia berdiri dan meninggalkan tempat itu.
Ima memperhatikan Amber. "Siapa wanita itu? Sikapnya agak aneh," gumam Ima. Namun ia tidak mau suudzon.
Siang hari, seperti janjinya Nick mengajak Ima makan siang. Ia lebih baik harus pergi jauh menjemput Ima dari pada istrinya itu makan bersama Adam. Padahal sebenarnya Ima dan Adam makan masing-masing.
"Assalamu alaikum," ucap Ima saat memasuki mobil Nick.
"Waalaikum salam," jawab Nick. "Mau makan di mana?" tanya Nick.
"Aku lagi pingin makan bebek goreng deh, Mas. Kamu suka bebek, gak?" tanya Ima.
"Boleh. Kamu ada rekomendasi tempat makan bebek yang enak?" Nick balik bertanya.
"Ada, ayo nanti aku arahin!" ajak Ima.
Nick pun melajukan mobilnya menuju ke tempat yang dimaksud oleh Ima. Nick yang terbiasa makan masakan western itu tidak begitu hafal resto khas Indonesia yang ada di sana.
Setibanya di restoran, mereka berdua masuk dan Ima memesankan dua menu untuk mereka. Sebab Nick tidak tahu menu apa yang enak di sana.
"Sebelumnya kamu pernah makan bebek, gak?" tanya Ima, saat pelayan sudah pergi.
"Pernah, lah. Aku kan orang Indonesia. Tapi emang udah lama sih aku gak makan bebek, hehe," jawab Nick.
"Sudah kuduga," ucap Ima sambil tersenyum.
"Tapi kamu suka pedes gak, sih?" tanya Ima lagi.
"Enggak terlalu, tapi masih bisa makan pedas. Mungkin karena di luar gak biasa makan pedas, jadi level pedasku masih rendah," jawab Nick.
"Semoga yang ini cocok deh sama selera pedas kamu," ucap Ima. Ia tidak yakin Nick bisa menerima rasa pedas dari sambalnya.
Beberapa saat kemudian, pesanan mereka pun datang. Pelayan menyuguhkannya, kemudian Nick dan Ima langsung menikmatinya.
"Oh iya, tadi Mas udah shalat belum?" tanya Ima.
"U-udah, kok. Tadi aku shalat di mushola kantor," jawab Nick. Padahal di kantornya tidak ada mushola. 'Mulai besok aku harus membuat mushola di kantor,' batin Nick. Ia khawatir istrinya sidak ke kantor.
"Ooh, syukurlah jadi makannya bisa santai," jawab Ima.
"Iya, dong. Mau makan sama istri masa harus buru-buru," sahut Nick. Kemudian mereka melanjutkan makannya.
"Gimana? Terlalu pedas, gak?" tanya Ima.
"Lumayan, tapi aku masih bisa menerima rasanya," jawab Nick.
"Syukurlah kalau begitu," ujar Ima.
Saat sedang makan, Ima mendadak ingat pada Amber. "Oh iya, Mas. Tadi ada teman Mas datang ke toko aku," ucap Ima.
"Siapa? Alvin?" tebak Nick. Ia masih terlihat santai.
"Bukan, namanya Amber," jawab Ima.
Deg!
Uhuk! Uhuk!
Nick langsung tersedak. Wajahnya yang putih itu terlihat merah padam. Bahkan telinganya pun merah.
Ima langsung mengambilkan air mineral untuk suaminya. Kemudian memberikannya pada Nick. "Astagfirullah, pelan-pelan, Mas!" ucap Ima sambil mengusap punggung Nick.
Nick mengatur napas. Tersedak saat makan sambal, tentu saja tidak nyaman. Tenggorokan hidung dan telinganya terasa begitu panas.
'Argh, fuck!' batin Nick, mengumpat.
"Are you okay, Mas?" tanya Ima. Ia jadi khawatir karena Nick terdiam untuk beberapa saat.
Nick mengangguk. Ia belum bisa menjawab Ima karena rasanya masih begitu panas dan perih. Namun sebenarnya ia penasaran untuk apa Amber datang ke sana.
Nick pun minum sekali lagi agar tenggorokkannya lebih sejuk. Napasnya terdengar begitu berat.
'Mau apa dia datang ke sana? Lalu bagaimana dia bisa mengetahui toko Ima?' batin Nick.
"Duh, kok sampai seperti ini? Aku jadi merasa bersalah," gumam Ima, pelan.
"Huuh!" Setelah merasa nyaman, Nick pun bicara pada Ima.
"Tadi kamu bilang Amber datang ke tokomu. Mau apa dia ke sana?" tanya Nick. Hatinya sangat was-was, ia yakin Amber memiliki niat yang kurang baik pada Ima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ustadzah Dinikahi Mafia Tampan
RomanceIma dilamar oleh seorang Mafia yang pura-pura mencintainya hanya karena gadis itu mengetahui rahasianya. Sang Mafia bernama Nick itu tidak ingin rahasianya terbongkar. Sehingga ia terpaksa menikahi Ima agar bisa membungkam mulutnya. Padahal selama...