83. Pendirian Nick

14.4K 1.1K 56
                                    

Haris tercekat setelah mendengar ucapan anaknya itu. Ia jadi merasa bersalah padanya.

"Nick, Papih minta maaf. Bagaimana cara Papih menebus dosa agar kamu mau memaafkan Papih?" tanya Haris.

"Papih gak perlu minta maaf. Merupakan suatu hal yang wajar jika orang tua kecewa dan marah pada anaknya. Aku pun paham apa yang Papih lakukan adalah demi kebaikanku. Tapi mohon Papih mengerti keputusanku ini!" pinta Nick.

"Kalau kamu tidak marah, kenapa kamu tidak mau kembali ke perusahaan?" tanya Haris.

"Seperti apa yang sudah aku jelaskan tadi, Pih. Aku ingin hidup mandiri tanpa tergantung pada siapa pun lagi. Jika hanya menjalankan perusahaan yang sudah lama Papih bangun, maka selamanya aku tidak akan bisa hidup bebas."

"Bukan berarti aku ingin nakal lagi. Hanya saja rasanya tidak nyaman jika hidup dibawah kendali orang lain meski itu orang tua sendiri," jelas Nick.

"Papih kan sudah memberikan tantangan dan alhamdulillah aku berhasil melaluinya. Jadi aku rasa semuanya sudah cukup. Aku mohon izin untuk mengambil ijazah serta barangku yang lain yang telah aku beli dari uang hasil kerjaku," ucap Nick.

"Nick! Apa harus sampai seperti itu?" tanya Haris. Ia sedih karena anaknya itu benar-benar ingin lepas darinya.

"Harus, Pih. Supaya kami bisa tenang dan tidak takut diusir lagi. Istriku sedang hamil, aku tidak tega jika sampai dia luntang lantung di jalan lagi seperti tempo hari," jawab Nick.

Rose sudah tidak tahan. Akhirnya ia pun menangis. "Huhuhu, Mamih minta maaf, Ima," lirih Rose.

Ia merasa berdosa karena waktu itu membiarkan Ima pergi begitu saja. Apalagi ia sempat melihat ketika mobilnya melintasi Nick dan Ima yang sedang berjalan kaki.

"Mamih gak perlu minta maaf. Alhamdulillah sampai saat ini aku masih sehat, Mih," ucap Ima.

"Nick! Kamu satu-satunya harapan Papih. Jika bukan kamu, lalu siapa lagi yang akan meneruskan perusahaan kita?" tanya Haris.

Ia tidak menyangka Nick akan sekeras itu.

"Bukan aku tidak menghargai kerja keras Papih selama ini. Tapi aku rasa penjelasanku sudah cukup," ucap Nick.

"Sayang, lebih baik kita pulang sekarang. Sudah malam, tidak baik jika kamu pulang terlalu malam," ajak Nick.

"Kalian mau ke mana?" tanya Rose yang masih menangis itu.

"Maaf, Mih. Ini sudah malam. Kasihan Ima kalau kami pulang terlalu larut. Angin malam kan tidak baik," jawab Nick.

"Kalian mau pulang pakai apa?" tanya Rose lagi.

"Pakai motor, Mih. Kan cuma itu satu-satunya kendaraan yang aku punya untuk saat ini," sahut Nick.

Hati Rose seperti teriris.

"Nick! Lebih baik untuk malam ini kalian bermalam di sini saja, ya! Kasihan istri kamu," pinta Rose.

Nick melihat jam. Saat itu waktu menunjukkan sudah pukul 21.00.

"Sayang, gak apa-apa kan kita pulang sekarang?" tanya Nick.

"Iya, gak apa-apa, Mas. Aku juga belum setrika pakaian," jawab Ima.

"Imaa," lirih Rose.

"Maaf, Mih. Kalau aku gak pulang sekarang nanti kerjaan rumah makin numpuk. Kasihan Mas Nick hari senin mau kerja gak ada baju. Kami pamit pulang dulu ya, Mih-Pih," jawab Ima.

Ia bukan bermaksud mencari perhatian dari mereka. Ima hanya menggunakan alasan itu agar bisa pulang. Sebab ia tahu suaminya tidak nyaman berada di rumah tersebut.

Sebagai istri, tentu Ima menghargai keputusan suaminya. Ia tidak mungkin menjatuhkan harga diri suaminya begitu saja.

"Kamu tega, Nick!" ucap Rose sambil menangis.

"Sampai kapan pun aku tetap anak kalian. Namun aku mohon tolong hargai pilihanku," ucap Nick. Kemudian ia memeluk mamihnya.

Rose sudah tidak dapat menahan mereka lagi. Akhirnya ia pun merelakan mereka pergi.

"Pih! Aku pulang dulu," ucap Nick, sambil mengulurkan tangannya ke arah Haris.

Dengan wajah pucat, Haris menyalami tangan Nick dan membiarkan anaknya itu mengecup tangannya.

"Hati-hati!" ucap Haris.

"Terima kasih, Pih." jawab Nick.

Akhirnya mereka pun benar-benar pergi dari tempat itu.

Saat Nick dan Ima sudah pergi, Rose protes pada suaminya.

"Puas? Ini kan yang Papih mau?" ucap Rose. Ia sudah memendam kekesalan itu sejak lama.

"Mana ada orang tua yang mau seperti ini, Mih?" sahut Haris.

"Kamu itu egois, Haris! Sejak awal sudah aku ingatkan, jangan gegabah mengambil keputusan! Anak kita itu sudah dewasa sudah bisa berpikir dan mengambil keputusan sendiri. Jadi kita tidak bisa memperlakukannya seperti anak kecil!"

Rose sangat murka pada Haris.

"Aku sudah mengakui kesalahanku. Bahkan aku pun sudah minta maaf. Lalu apalagi yang harus aku lakukan untuk menebus dosaku?" tanya Haris.

"Kamu harus introspeski diri supaya hal seperti ini tidak terulang! Bisa-bisanya kamu lebih percaya orang lain dari pada anak sendiri. Oke Nick memang pernah salah. Tapi kan saat kamu mengetahui hal itu posisinya dia sudah bertaubat. Untuk apa kamu menghukumnya lagi?"

"Waktu itu aku terlalu emosi. Dan aku akui itu salah," sahut Haris, ia sudah tidak dapat melakukan pembenaran lagi.

"Sudahlah! Anak, menantu dan cucuku sudah pergi. Harusnya masa tuaku bahagia dikelilingi mereka. Tapi kamu malah merusaknya," ucap Rose sambil berlalu.

Haris semakin terpukul dan menyesal atas perbuatannya itu.

Sementara itu, di jalan Nick merasa bersalah pada Ima.

"Sayang, dingin ya?" tanya Nick sambil mengusap-usap tangan Ima yang ada di perutnya.

"Enggak, Mas. Harusnya aku yang nanya. Kamu dingin, gak?" Ima balik bertanya. Sebab saat ini ia memakai jaket Nick. Sedangkan Nick tidak memakai jaket. Ima pun mendekap suaminya itu.

"Enggak, Sayang. Aku minta maaf, ya. Gara-gara keegoisanku, kamu jadi harus menderita seperti ini," ucap Nick, menyesal.

"kamu gak perlu minta maaf, Mas. Toh apa yang aku alami ini masih lebih baik dari pada orang-orang yang kurang beruntung di luar sana. Kita tidak perlu selalu melihat ke atas. Coba kamu lihat ke bawah, masih banyak orang yang lebih susah dari kita, Mas," ucap Ima.

"Terima kasih, Sayang. Kamu selalu memahami aku. Aku janji akan berusaha untuk membahagiakan kamu," ucap Nick, sambil mengecup tangan Ima.

"Kembali kasih, Mas," jawab Ima. Meski seperti itu ia tetap senang karena Nick begitu menyayanginya.

"Mas, kalau kamu udah gak mau ngikutin hukuman Papih lagi, artinya kita udah bebas, dong?" tanya Ima.

"Iya, Sayang. Meski Papih tidak menjawab, tapi aku yakin beliau tidak akan melarangku untuk mengambil barang-barang kita. Besok aku mau ke rumah untuk mengambil yang bisa kita ambil," jawab Nick.

"Kalau begitu sekalian ambil mobil aku aja. Untuk sementara kita bisa tinggal di apartemenku, biar kamu lebih nyaman. Kan kamu gak nyaman tinggal di rumah itu karena ada pengganggu," usul Ima.

"MasyaaAllah, hati kamu terbuat dari apa, sih? Aku malu, sebagai manusia yang penuh dosa ini bisa mendapatkan istri sempurna seperti kamu," ucap Nick.

"Mas, kita gak pernah tahu amalan apa yang diterima oleh Allah. Mungkin kamu pernah melakukan sesuatu yang benar-benar tulus sehingga Allah memberikan berkah untukmu," jawab Ima.

"Sepertinya aku jatuh cinta lagi, Sayang," ucap Nick.

"Hah?" Ima terkejut.

"Jatuh cinta lagi sama kamu. Kamu itu selalu membuat aku jatuh cinta," ucap Nick, genit.

"Iiihh, dasar!" keluh Ima, sambil mencubit perut suaminya.

Saat mereka sedang bermesraan di motor, tiba-tiba ada dua motor yang menghadang mereka.

Ustadzah Dinikahi Mafia TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang