63. Tidak Ada Rahasia Lagi

19.7K 1.2K 30
                                    

Ima mengerutkan keningnya. "Bukannya Mas udah kenal, ya? Itu Ustadz Adam," ucap Ima.

"Ooh, sorry. Orang gak penting, jadi aku gak ingat," jawab Nick, sombong. Kemudian ia melajukan mobilnya. Meski bisa seperti itu, nyatanya Nick tetap kesal setiap kali Adam berusaha mendekati Ima.

Ima tidak merespon Nick. Ia tak ingin suaminya itu kesal jika membahas Adam terus.

"Dia kan ustadz, ngapain sih deketin kamu terus? Kan tau kamu udah punya suami," ucap Nick. Ternyata ia masih belum puas dan ingin membahas Adam lagi.

"Iya, tadi dia cuma nanya karena aku resign, Mas. Namanya juga rekan kerja. Anggap aja itu salam perpisahan," jelas Ima.

"Itu paling cuma modus dia aja biar bisa deketin kamu," tuduh Nick.

"Aku sih gak tau dan gak mau suudzon, Mas. Apa pun niat dia, yang penting aku gak punya niat jahat. Dan aku gak pernah punya hubungan sama dia. Jadi aku rasa gak ada yang perlu dicurigai," skak Ima.

Nick tercekat. Ia lupa bahwa dirinya memiliki kesalahan fatal. Sehingga salah jika dirinya terlalu mempermasalahkan ketika Ima berbincang dengan pria lain.

'Sial! Gara-gara Amber, aku jadi tidak bisa mengontrol istriku sendiri,' batin Nick, kesal.

Akhirnya mereka hening selama perjalanan. Nick bingung ingin bicara apa lagi.

Setibanya di rumah, Nick dan Ima turun dari mobil. Ima pun bertanya pada Nick, "Mas gak ke kantor lagi?"

"Enggak, Sayang. Tanggung udah mau sore," jawab Nick. Kemudian ia merangkul Ima dan mengajaknya masuk ke rumah.

Nick senang karena Ima mau bicara dengannya. Artinya istrinya tersebut sudah tidak marah lagi.

"Emang Mas gak ada kerjaan?" tanya Ima.

"Ada, nanti aku bisa kerjakan dari rumah. Yang lain bisa dikirim oleh Jo," jawab Nick.

"Ooh, ya udah aku mau masak dulu. Mas mau makan apa?" tanya Ima.

"Gak usah masak, Sayang! Mulai sekarang biar Bibi aja yang masak, ya! Aku gak mau kamu kecapekan," ucap Nick.

"Lho, kalau gak masak, aku ngapain dong di rumah? Lagian masak juga gak capek, kok," sahut Ima.

"Ya kamu bisa cari kegiatan lain. Mengaji, atau coba bikin vlog tentang keagamaan. Lumayan kan bisa berbagi ilmu," usul Nick.

"Hem ... iya juga, ya. Ya udah nanti aku coba, deh," sahut Ima. Kemudian ia masuk ke kamar untuk berganti pakaian.

Tak lupa Ima mencuci wajah, tangan dan kaki lebih dulu. Baru dari luar, Ima merasa tubuhnya kotor. Setelah itu barulah Ima mengganti pakaian.

Nick pun melakukan hal yang sama. Ia salin dengan pakaian santai, lalu pergi ke ruang kerjanya.

"Sayang, aku ke ruang kerja dulu, ya," ucap Nick.

"Iya, Mas. Kamu mau minum apa?" tanya Ima.

"Air mineral aja!" jawab Nick, kemudian ia berlalu.

Setelah Nick pergi, Ima ke dapur untuk mengambilkan minum.

"Sudah pulang, Nya?" tanya Bibi basa-basi. Tadi ia tahu saat Ima masuk ke rumah.

"Sudah, Bi. Bibi sudah masak?" Ima balik bertanya.

"Ini lagi disiapin bahannya. Apa Nyonya sudah lapar?" tanya Bibi lagi.

"Belum, kok. Aku cuma nanya aja. Ya udah aku tinggal dulu ya, Bi. Mungkin mulai sekarang aku gak akan sering ke dapur," ucap Ima.

"Iya, tidak apa-apa, Nyonya. Justru saya senang jika Nyonya bisa istirahat. Biar bayinya sehat-sehat," sahut Bibi. Ia tidak keberatan sama sekali. Apalagi ia sadar itu adalah tugasnya.

Ima pun meninggalkan dapur. Kemudian ia berjalan menuju ruang kerja suaminya itu.

"Mas," ucap Ima saat berada di depan pintu ruangan Nick.

"Masuk, Sayang!" sahut Nick dari dalam.

Ima pun masuk ke ruangan tersebut. "Maaf, aku mau antar minum," ucapnya.

"Gak perlu minta maaf. Aku gak ngerasa keganggu kalau kamu yang masuk," sahut Nick.

Ima pun mendekat ke arah Nick, kemudian menaruh gelas berisi air mineral di meja suaminya itu. "Semangat ya kerjanya!" ucap Ima sambil mengusap punggung suaminya itu.

"Pasti semangat. Kan sekarang aku kerja untuk kalian. Jadi gak boleh malas, hehe," jawab Nick sambil mengusap perut istrinya itu.

"Kalau kamu capek atau butuh bantuan, bilang aja sama aku, ya! Nanti aku bisa bantu. Minimal mijitin kamu, hehe," ucap Ima sambil memijat pundak suaminya.

"Hemm ... nyaman sekali. Terima kasih ya, Sayang. Tapi aku gak mau kamu kelelahan karena mijit aku nanti," ucap Nick sambil memjamkan mata dan memegang tangan istrinya.

"Engak, dong. Masa cuma gini aja lelah. Justru aku bingung kalau gak ada kegiatan. Tapi sekarang gak ada rahasia lagi, kan?" tanya Ima.

Nick menoleh ke arah istrinya itu. "Maksudnya?" Ia balik bertanya.

"Ya, siapa tau ada rahasia kayak dulu. Dulu kan kamu punya banyak rahasia. Jadi gak tenang kalau aku masuk ke sini," ledek Ima.

Nick tersenyum. "Ya ampun, Sayang. Enggaklah. Apa lagi yang bisa aku rahasiakan dari kamu? Kamu udah tau semuanya, kok," jawab Nick.

"Oya?"

"Iya! Kamu gak percaya banget sama suami sendiri. Dulu aku emang nutupin semuanya dari kamu. Tapi kan sekarang aku udah terbuka. Jadi kamu bebas mau keluar atau masuk ke ruangan ini kapan pun," jelas Nick.

"Syukurlah kalau begitu. Sekarang aku merasa dianggap jadi istri beneran sama kamu," ledek Ima.

"Lho, memang selama ini kamu gak merasa dianggap?" tanya Nick.

"Bukan gitu. Cuma ya masih sungkan aja. Namanya juga belum begitu kenal, kan. Ternyata benar. Banyak yang kamu rahasiakan. Pantas saja aku sungkan sama kamu," ucap Ima.

"Maaf ya kalau aku udah bikin kamu gak nyaman. Kedepannya aku akan berusaha lebih baik lagi. Biar hubungan kita bisa semakin erat," ucap Nick.

"Siap, Bos!" sahut Ima. Kemudian ia mengecup pipi suaminya.

"Ya udah aku tinggal dulu. Biar Mas gak keganggu kerjanya," ucap Ima.

"Iya, Sayang," sahut Nick.

Namun, saat Ima hendak meninggalkan tempat itu, ia melihat ada buku tuntunan shalat lengkap. Ia pun menghentikan langkahnya.

"Ini ...?" tanyanya, bingung.

Nick tercekat. Ia memang pernah mengaku bahwa agamanya sangat kurang. Namun seingatnya, Nick tidak pernah mengatakan bahwa dirinya tidak bisa shalat.

Ustadzah Dinikahi Mafia TampanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang